Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

2 Tahun Diresmikan Jokowi, Kejati Temukan Dugaan Tindak Pidana Proyek Bendungan Paselloreng Wajo

Kajati Sulsel menaikkan status dari tahap penyelidikan ke penyidikan Dugaan kasus mafia tanah di Bendungan Paselloreng, Kabupaten Wajo

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Ari Maryadi
Muslimin Emba/Tribun-Timur.com
Kejati Sulsel Leonard Eben Ezer Simanjuntak saat merilis capaian kinerja di kantornya, Jumat kemarin. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dugaan kasus mafia tanah di Bendungan Paselloreng, Kabupaten Wajo, diendus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, Sabtu (22/7/2023).

Kasus yang mulanya diselidiki oleh Kejati Sulsel itu, pun telah dinaikkan statusnya ke penyelidikan.

Kajati Sulsel, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, peningkatan status dari tahap penyelidikan ke penyidikan berdasarkan hasil ekpose gelar perkara yang digelar pada Kamis, 20 Juli 2023 lalu. 

Penyidik kata Leonard, telah menemukan adanya peristiwa pidana dalam pembangunan bendungan yang telah diresmikan Presiden Joko Widodo, pada 9 September 2021 itu.

Penyidikan pun kata dia, akan mengumpulkan bukti-bukti agar membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi.

Begitu juga untuk menemukan siapa yang bertanggungjawab secara pidana.

"Kasus ini ditingkatkan ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print–664/P.4/Fd.1/07/2023 Tanggal 20 Juli 2023," jelas Leonard. 

Dijelaskan Leonard, duduk perkara kasus dugaan mafia tanah itu dimulai pada Tahun 2015.

Saat itu kata dia, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang melaksanakan pembangunan fisik Bendungan Paselloreng di Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo.

Dan untuk kepentingan pembangunan bendungan tersebut, Gubernur Sulawesi Selatan (Gubernur Sulsel) mengeluarkan Keputusan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Pembangunan Bendungan Paselloreng.

Lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Paselloreng, lanjut Leonard, memerlukan lahan atau tanah.

Lahan yang dibutuhkanterdiri dari lahan yang masih masuk dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) Lapaiepa dan Lapantungo.

Lokasinya terletak di Desa Paselloreng dan Kabupaten Wajo yang sebelumnya telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai Kawasan Hutan HPT.

Selanjutnya melalui proses perubahan kawasan hutan dalam rangka Review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulawesi Selatan.

Salah satunya untuk kepentingan Pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo

"28 Mei 2019 terbit Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesian Nomor: SK.362/MENLHK/SETEN/PLA.0/5/2019 tentang perubahan kawasan Hutan menjadi bukan Hutan Kawasan Hutan seluas 91.337 Ha," terang Leonard.

"Perubahan fungsi kawasan hutan seluas 84.032 Ha dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 1.838 Ha di Provinsi Sulawesi Selatan," sambungnya.

Ia menyebutkan setelah dikeluarkan sebagai kawasan hutan dan mendengar bahwa dalam lokasi tersebut akan dibangun Bendungan Paselloreng, tiba-tiba ada oknum yang memerintahkan beberapa honorer di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Wajo membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) secara kolektif.

Sporadik itu sebanyak 246 bidang tanah, pada 15 April 2021.

Sporadik tersebut lalu diserahkan kepada masyarakat dan Kepala Desa Paselloreng dan Kepala Desa Arajang untuk ditandatangani.

Sehingga dengan sporadik itu seolah-olah masyarakat telah menguasai tanah tersebut, padahal diketahuinya bahwa tanah yang dimaksud adalah kawasan hutan.

"Sebanyak 246 bidang tanah kemudian dinyatakan telah memenuhi syarat untuk dilakukan pembayaran ganti kerugian oleh satgas A dan Satgas B yang dibentuk dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum tersebut," bebernya. 

Dia mengatakan, berdasarkan foto citra satelit yang dikeluarkan pada Tahun 2015 oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), tampak bahwa eks kawasan hutan tersebut, pada Tahun 2015 masih merupakan kawasan hutan dan bukan merupakan tanah garapan sebagaimana klaim masyarakat.

"Dengan demikian lahan tersebut tidak termasuk dalam kategori sebagai lahan garapan sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan," ungkapnya.

Setelah Satgas A dan Satgas B menyatakan 246 bidang tanah yang dimaksud telah memenuhi syarat untuk dilakukan pembayaran ganti kerugian, selanjutnya dituangkan dalam Daftar Nominatif Pengadaan Tanah Bendungan Paselloreng.

Lalu berikutnya diserahkan kepada Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk dinilai baik harga tanahnya, tanaman, jenis serta jumlahnya. 

"Namun dalam pelaksanaannya KJPP yang ditunjuk hanya menilai harga tanah dan tidak melakukan verifikasi jenis dan jumlah tanaman tetapi hanya berdasarkan sampel," terangnya.

Berdasarkan hasil penilaian harga tanah dan tanaman tersebut, BBWS Pompengan kemudian meminta LMAN (Lembaga Manajemen Aset Negara) Kementerian Keuangan sebagai lembaga yang membiayai pengadaan tanah tersebut. 

LMAN melakukan pembayaran terhadap bidang tanah sebanyak 241 bidang tanah seLuas 70,958 Ha dengan total pembayaran sebesar Rp75.638.790.623.

"Karena 241 bidang tanah tersebut merupakan eks kawasan hutan yang merupakan tanah negara dan tidak dapat dikategorikan sebagai lahan atau tanah garapan, maka pembayaran 241 bidang tanah telah berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp75.638.790.623," tuturnya.

Jokowi Resmikan Bendungan Paselloreng Wajo

Presiden RI, Joko Widodo meresmikan Bendungan Paselloreng di Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (9/9/2021).

Peresmian berlangsung singkat, mulai dari Jokowi memberikan sambutan lalu menekan tuas pintu air dan menandatangani prasasti.

"Hari ini sudah selesai dan sudah siap difungsikan," kata Jokowi.

Bendungan Paselloreng mulai dibangun sejak 2015 silam, dikerjakan oleh PT Wijaya Karya dan PT Bumi Karsa dengan menelan anggaran APBN sebesar Rp 793 M.

Pada peresmian itu, Jokowi sangat menekankan ketahanan pangan nasional.

"(Bendungan Paselloreng) sudah dilengkapi dengan bendung irigasi Gilireng yang akan sangat bermanfaat mendukung Sulsel sebagai lumbung pangan nasional," katanya.

Dengan diresmikannya bendungan terbesar di kawasan Indonesia bagian timur itu, suplai air untuk petani akan terairi sekitar 8.510 ha.

"Kita tahu ketahanan pangan itu butuh suplai air dan air itu akan ada kalau kita punya banyak-banyak bendungan sehingga bisa menyuplai air secara kontiniu dan berkelanjutan," katanya.

Dengan suplai air yang besar bisa meningkatkan frekuensi tanam petani.

"Mungkin satu, bisa tiga atau dua," sebut mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Dengan meningkatnya produktivitas lahan petani, juga berimplikasi meningkatnya kesejahteraan petani.

Bendungan Paselloreng sendiri, selain dimaksudkan untuk mengairi area persawahan warga di 6 kecamatan, juga memiliki beberapa manfaat.

Bendungan ini juga bermanfaat untk ketahanan air baku.

Mereduksi banjir Sungai Gilireng 1.000m3/detik dan menyediakan air baku 200liter/detik yang melayani kecamatan.

Selain itu, juga berfungsi sebagai konservasi air.

Luas genangan Bendungan Paselloreng ditaksir mencapai 169 ha dengan kapasitas tampung 138 juta m3.

Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan akan menyelesaikan pembangunan 17 bendungan hingga Desember 2021 mendatang.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved