Ahli Pidana 'Bela' Bharada E Sebut Tak Bisa Bertanggungjawab, Jubir RKUHP Sebut Sosok Lain
Terbaru, ahli hukum pidana Albert Aries menyebut orang yang melakukan tindak pidana atas perintah atasan, hanya merupakan alat dan tidak bisa
TRIBUN-TIMUR.COM - Keterangan ahli yang meringakan Bharada E hingga kini terus berdatangan.
Terbaru, ahli hukum pidana Albert Aries menyebut orang yang melakukan tindak pidana atas perintah atasan, hanya merupakan alat dan tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.
Hal tersebut dikatakan juru bicara (jubir) RKUHP, Albert saat menjadi saksi ahli meringankan untuk Bharada E.
Awalnya, kuasa hukum Bharada E bertanya kepada Albert soal perintah melakukan suatu tindak pidana apakah bisa dikategorikan sebagai orang yang menyuruh melakukan.
Albert menjawab jika orang yang disuruh dalam konteks ini Bharada E tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.
"Kalau kita melihat dari kapasitas, dari penyertaan tadi maka yang paling relevan menyuruh lakukan.
Karena menyuruh tadi bisa berupa perintah atau instruksi yang dilakukan oleh orang yang tidak sesungguhnya tidak bisa diminta pertanggung jawaban," kata Albert di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2022).
Albert menegaskan jika orang yang berada di bawah perintah melakukan tindak pidana hanya merupakan alat.
Artinya, Bharada E yang memang diperintah oleh Ferdy Sambo hingga Brigadir J tewas hanya merupakan alat melakukan tindak pidana.
"Orang yang disuruh melakukan tadi tidak bisa pertanggung jawabkan hanya karena merupakan alat," jelas Albert.
Selanjutnya, tim kuasa hukum Bharada E kemudian mempertanyakan bagaimana kedudukan seorang bawahan dalam sebuah kasus pidana jika diperintah melakukan suatu penembakkan.
Albert mengatakan bawahan tersebut sejatinya tidak melakukan sebuah kesalahan.
"Dalam Pasal 55 kaitannya dengan penyertaan dan pertanggungjawaban pidana orang yang disuruh lakukan itu sesungguhnya tidak memiliki kesalahan, tidak memiliki kesengajaan, tidak memiliki kehendak untuk melakukan suatu perbuatan pidana," terang Albert.
Sambo paling bertanggunjawab
Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo disebut menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal itu disampaikan Ahli Hukum Pidana Albert Aries saat dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang perkara pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2022).
Albert memberikan kesaksian untuk terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E.
"Kalau kita melihat dari kapasitas dari penyertaan tadi, maka yang paling relevan menyuruh lakukan, karena menyuruh tadi bisa berupa perintah atau instruksi yang dilakukan oleh orang yang tidak sesungguhnya tidak bisa diminta pertanggung jawaban," kata Albert.
Di sisi lain, Albert menilai Bharada E hanya dijadikan alat oleh Ferdy Sambo.
"Jadi dalam konteks yang tadi lebih tepat yang menyuruh melakukan ya?" tanya tim kuasa hukum Bharada E.
"Iya, karena caranya tidak bisa dibatasi, dan orang yang disuruh melakukan tadi tidak bisa pertanggung jawabkan karena hanya merupakan alat," ujar Albert.
Ia menjelaskan, Bharada E tidak memiliki kesengajaan dan kehendak untuk menembak Brigadir J.
"Jadi kalau kita lihat di Pasal 51 yang dihapuskan adalah elemen melawan hukum dari pelaksanaan perintah jabatan yang dilakukan oleh si penerima perintah," ujar dia
"Tapi dalam Pasal 55 kaitannya dengan penyertaan dan pertanggung jawaban pidana orang yang disuruh lakukan itu sesungguhnya tidak memiliki kesalahan, tidak memiliki kesengajaan, tidak memiliki kehendak untuk melakukan suatu perbuatan pidana," kata dia.
Sebelumnya, ahli hukum pidana dari Universitas Andalas Elwi Danil mengemukakan pendapat yang berbeda.
Ia menilai Bharada E adalah orang yang bertanggung jawab atas kematian Brigadir J jika salah mengartikan perintah Ferdy Sambo.
Elwi dihadirkan oleh tim kuasa hukum Ferdy Sambi sebagai saksi ahli pada sidang Selasa (27/12/2022).
Yang bertanggung jawab sepenuhnya kalau seandainya orang yang digerakkan itu melakukan perbuatan melebihi apa yang dianjurkan, maka dialah yang bertanggung jawab, bukan yang menggerakkan yang bertanggung jawab," kata Elwi.
Namun, menurut Elwi, perintah hajar yang diklaim Ferdy Sambo masih perlu dipahami lewat penjelasan dari ahli bahasa.
"Pendapat saya yang harus didudukkan terlebih dahulu adalah pemahaman kata hajar. Apa yang disebut kata hajar itu. Apakah hajar itu dipukul, ditembak, atau dianiaya atau bagaimana," ujar dia.
"Tentu hal ini harus diminta kejelasan pada ahli bahasa tentang apa yang disebut dengan kata hajar itu," tambahnya.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Dianggap Cuma Alat, Bharada E Disebut Jubir RKUHP Tak Bisa Dimintai Pertanggungjawaban.