'Terima Kasih Pak' Tangis Nurul Pecah Bisa Sekolah Masuk Pesantren Berkat Kombes Pol Budhi Haryanto
Bocah 11 tahun itu akhirnya bisa kembali mengenyam pendidikan setelah sempat terputus seusai tamat SD.
Penulis: Muslimin Emba | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Mimpi Nurul untuk tetap melanjutkan pendidikan di bangku sekolah menengah pertama (SMP) akhirnya terwujud.
Bocah 11 tahun itu akhirnya bisa kembali mengenyam pendidikan setelah sempat terputus seusai tamat di sekolah dasar (SD).
Himpitan ekonomi sempat membuat anak ke empat dari lima bersaudara itu pupus harapan.
Sebab ia terlahir dari keluarga yang kurang berkecukupan.
Nurul hidup bersama lima saudaranya di sebuah kontrakan di Jl Pelita Lorong 3, Makassar.
Kontrakan itu beralas anyaman bambu dengan disekililingi dinding dan atap seng yang tampak karatan.
Ayahnya, Sahabuddin, hanya seorang pengemudi becak motor (bentor), sementara sang ibu, Nurhayati, hanya ibu rumah tangga yang sesekali menjadi buruh cuci pakaian.
Sekali menerima orderan cucian, Nurhayati diupah Rp 15 ribu- Rp 30 ribu untuk waktu kerja dua hingga empat jam.
Pendapatan yang tak sebanding dengan kebutuhan hidup, membuat ibu Nurul, Nurhayati nekat Nyambi jadi buruh cuci.
Terlebih, beberapa bulan terakhir Nurhayati yang tengah hamil anak ke limanya, ditinggal pergi sang suami.
Nurhayati yang menjadi ibu untuk anak-anaknya pun harus merangkap menjadi sosok ayah yang tangguh.
Meski hamil tua, rutinitas Nurhayati sebagai kuli jasa cuci pakaian tetap dilakoni.
Berkeliling dari satu rumah ke rumah lain menerima orderan yang tidak menentu.
Hari-hari suram itu dilalui perempuan tangguh bernama Nurhayati.