Sumpah Pemuda; Pemuda 1928 dan Mimpi Indonesia
Pra-Kemerdekaan yang menentukan pilihan- pilhan politik Bapak- Ibu bangsa kita selanjutnya adalah Kongres Pemuda I dan II.
Tetapi juga harus berbareng bergerak secara formal- diplomatis.
Mimpi Indonesia ini juga sekaligus memberikan teladan bagi kita kaum muda saat ini untuk tidak apatis pada segala peluang. Zaman yang begitu memudahkan kita mendapatkan ”pendidikan” baik secara formal, informal maupun non formal seharusnya menjadi ruang tanpa batas bagi kita untuk bisa berbuat lebih besar demi mamajukan rakyat dan bangsa ini.
Sebab jika tidak dengan begitu, betapa celakalah negeri ini yang telah terberkahi dengan ledakan jumlah kaum muda yang seharusnya menjadi potensi besar, namun mandul karya.
Seperti yang ditulis sarkas oleh Datuk Tan Malaka dalam Madilog
“Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali”.
Kaum Muda dan Pesan Trisakti
Ledakan kuantitas kaum muda atau bonus demografi seharusnya beriring dengan pertumbuhan kualitasnya.
Kaum muda dengan usia produktifnya melalui berbagai macam pergaulan institusional dibidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya harus lebih mempertegas diri untuk mengambil peran dalam pembangunan ekonomi nasional, perkembangan pergerakan politik domestik maupun percaturan global.
Termasuk dalam usaha peningkatan ketahanan nasional dalam segala bidang.
Sumpah historis kaum muda atas nama bangsa yang satu, tanah air yang satu, dan bahasa yang satu, seharusnya diinterpretasikan lebih fungsional dan strategis lagi oleh kaum muda dan generasi milenial.
Pesan Trisakti Bung Karno yaitu Berdaulat secara politik, Mandiri secara ekonomi dan berkepribadian secara budaya, sepatutnya menjadi penyemangat sekaligus rambu bagi kita agar semakin mengasah kemampuan untuk selanjutnya mewujudkannya dalam karya dibidang keahlian kita masing- masing.
Berdaulat secara politik, haruslah dimulai dengan konsitensi sikap dan perbuatan kaum muda.
Kita tidak akan pernah bisa berdaulat secara politik sebagai negara jika kaum muda sebagai pondasi masa depan sibuk memupuk keterbelahan, perpecahan dan cenderung senang mencari titik pisah dan tidak gandrung mencari titik temu dan persamaan.
Hal itu justru berbanding terbalik dengan cita- cita dan semangat Sumpah Pemuda.
Mandiri secara ekonomi, sebagai pondasi kedua Trisaksi haruslah dimulai dengan kemerdekaan pikir dari kaum muda.