Kerja Sama
FIKP Unhas dan FPIK Universitas Brawijaya Sepakat Kolaborasi
Safruddin menjelaskan, kehadiran civitas akademika FPIK UB di Unhas selain untuk menandatangani nota kesepahaman MoA
Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Muh. Irham
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Rombongan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, datang berkunjung ke Fakultas Kelautan dan Ilmu Perikanan Unhas, Selasa (12/10/2022) lalu.
Pertemuan pimpinan kedua fakultas berlangsung di Ruang Sidang FIKP Unhas.
‘’Kolaborasi ini akan saling menguatkan sebagai salah satu solusi terhadap berbagai tantangan yang dihadapi di instansi masing-masing, terutama pelaksanaan tridarma perguruan tinggi menjadi lebih berkualitas,’’ kata Safruddin S Pi MP PhD ketika menyambut tamunya.
Safruddin menjelaskan, kehadiran civitas akademika FPIK UB di Unhas selain untuk menandatangani nota kesepahaman MoA ( Memorandum of Agreement) antara FIKP Unhas dan FPIK Univ Brawijaya (UB), kedua belah pihak juga melaksanakan webinar Masyarakat Akuakultur Indonesia dan Uji Kompetensi Akuakultur Indonesia.’
’Kami berharap kerjasama ini nantinya akan menyediakan SDM yang unggul untuk pembangunan sektor kelautan dan Perikanan di Indonesia,’ kata ahli Oseanografi Perikanan itu.
Menurut Safruddin, kedua belah pihak sepakat bekerjasama dalam bidang penelitian kelautan dan perikanan, pengabdian kepada masyarakat, peningkatan kapasitas SDM, hingga penyelenggaraan pendidikan dalam skema Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Dekan FPIK UB Prof Dr Ir Maftuch MSi berharap kerjasama tersebut berpengaruh signifikan terhadap pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) perguruan tinggi.
Usai penandatanganan nota kesepahaman, acara dilanjutkan dengan webinar.
Webinar bertajuk Akselerasi Pembangunan Blue Economy melalui Penyiapan Tenaga Kerja Terdidik dan Kompeten dihadiri lebih 200-an peserta, sementara uji kompetensi diikuti 22 dosen Prodi Akuakultur UB.
Webinar ini digelar oleh Masyarakat Akuakultir Indonesia (MAI).
Prof Yushinta Fujaya salah satu pemateri menjelaskan, ketenagakerjaan masih menjadi masalah besar di republik ini.
Sebagai organisasi profesi, Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) berkomitmen ikut andil dalam mengatasi masalah ini dengan melaksanakan webinar dan uji kompetensi,
Webinar menghadirkan Ketua BNSP Kunjung Masehat, Ketua Umum MAI Rokhmin Dahuri, Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi Akuakultur Indonesia (LSP-AI) Yushinta Fujaya dan Matthew Ogburn dari Smithsonian Institution USA sebagai narasumber.
Webinar ini mengungkapkan penduduk usia kerja tercatat sebanyak 208,54 juta orang dari total penduduk Indonesia 275,36 juta orang pada tahun 2022.
Namun produktivitas tenaga kerja Indonesia paling rendah di antara tiga negara tetangga di kawasan ASEAN (Malaysia, Vietnam, Thailand),’’ ujar ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi, Kunjung Masehat.
Kunjung berharap pemerintah terus bekerja keras untuk mengatasi masalah ini melalui revitalisasi pendidikan dan pelatihan kerja serta sertifikasi kompetensi.
Yushinta, salah satu pemateri mengungkapkan, berdasarkan analisis dan laporan dari berbagai sumber, penduduk dunia diperkirakan akan mencapai 9 milyar pada tahun 2050, hal ini akan berimplikasi pada kebutuhan akan pangan dari sumber ikan.
Untuk itu, produksi perikanan dunia perlu meningkat hingga 133 persen dari angka yang diproduksi saat ini.
“Diperkirakan kebutuhan produk akuakultur akan meningkat hingga 140 juta ton pada 2050. Bisa dibanyangkan, betapa besar kebutuhan tenaga kerja akuakultur kompeten dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan ini. Perikanan budidaya tidak hanya memerlukan inovasi teknologi tapi juga tenaga kerja yang kompeten,’’ kata penerima beasiswa Fulbright Indonesia Program Visiting Scholar (FVSP) tahun 2022 itu.
Pada dasarnya, kata Ketua umum MAI Rokhmin Dahuri, SDM yang dibutuhkan untuk keberhasilan pembangunan dan bisnis akuakultur adalah SDM yang memiliki kompetensi teknis di setiap subsistem utama dan subsistem pendukung.
Menurut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI itu, sub sistem utama meliputi: kompetensi dalam site selection, teknologi, dan manajemen baik itu untuk hatchery maupun pembesaran.
Selain itu diperlukan juga formulasi, manufacturing, dan teknik pemberian pakan berkualitas unggul, pengendalian hama-penyakit, monitoring pengelolaan kualitas air, lay out dan pond engeneering, serta biosecurity.
Alumni Fakultas Perikanan IPB itu menjelaskan, sub sistem pendukung meliputi: industry pengolahan dan pemasaran, sarana produksi termasuk bibit, kincir air, pompa air, manajemen infrastruktur, logistik, konektivitas, keuangan, dan sistem bisnis akuakultur.
“Selain itu, mereka harus memiliki etos kerja unggul, kerja keras, disiplin, kolaborasi, dedikasi, dan akhlak mulia, jujur, amanah, ikhlas, tidak pendengki, saling menyayangi dan saling membantu,’’ jelas peraih
Matthew Ogburn dari Smithsonian Institution USA memberikan gambaran bagaimana kompetensi telah dibangun sejak dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi.
Kegiatan magang –internships- menjadi kewajiban sebelum lulus di perguruan tinggi baik itu program sarjana maupun pasca sarjana dan lembaga lembaga pengguna wajib memberikan ruang dan pelayanan kepada mahasiswa internships.
‘’Hal ini sangat menarik untuk diperhatikan oleh lembaga pendidikan tinggi, pendidikan vokasi, dan lembaga lembaga pengguna tenaga kerja akuakultur di Indonesia,’’ kata Ogburn.
‘’Banyak PR yang perlu kita kerjakan dan selesaikan untuk pembangunan tenaga kerja Indonesia kompeten khususnya di bidang akuakultur.Ayo bersinergi dan terus bergerak membangun Indonesia Kompeten," demikian Yushinta saat menutup rangkaian acara webinar dan uji kompetensi itu.(*)