Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

CEO Business Forum 2022

Pertumbuhan Ekonomi Sulsel 2 Persen di Atas Nasional, Ekonom: Berhasil Dongkrak Situasi Indonesia

Sulsel suatu keajaiban, pertumbuhan ekonominya rata-rata selalu dua persen dari pertumbuhan nasional.

Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM/KASWADI
Ekonom Wijayanto Samirin saat jadi pembicara di CEO Business Forum 2022 di Saoraja Wisma Kalla, Makassar, Selasa (4/10/2022). Wijayanto memaparkan pertumbuhan ekonomi Sulsel yang tumbuh rata-rata dua persen dari pertumbuhan nasional. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ekonom Wijayanto Samirin menyebut pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) tumbuh rata-rata dua persen dari pertumbuhan nasional.

Hal ini disampaikan Wijayanto saat jadi pembicara CEO Business Forum 2022 di Saoraja Wisma Kalla, Makassar, Selasa (4/10/2022).

Dia memaparkan, tahun 2019 pertumbuhan ekonomi Sulsel 6,9 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi nasional 5,0 persen.

Saat pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Sulsel turun minus 0,7 persen, dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional minus 2,1 persen.

Lalu di tahun 2021 pertumbuhan ekonomi Sulsel mulai naik 4,7 persen, sedangkan secara nasional hanya 3,7 persen.

"Sulsel suatu keajaiban. Pertumbuhan ekonominya rata-rata selalu dua persen dari pertumbuhan nasional," jelasnya.

Jika ditarik sebelum tahun 2011, Sulsel pertumbuhan ekonominya beberapa kali capai 10 persen. Bahkan jika dicermati data pemerintah pusat angka kemiskinan menurun.

"Prestasi Sulsel berhasil mendongkrak situasi Indonesia," sebutnya.

Sulsel juga mampu menunjukkan resiliensi ekonomi. Standar deviasi pertumbuhan ekonomi mencapai 2,5 persen, hanya sedikit di atas nasional yang angkanya 2,15 persen.

"Resiliensi ini disebabkan pasar Sulsel yang besar, produk yang lengkap dan  peran strategis Sulsel sebagai hub Indonesia Timur," ungkap komisaris Independen PT Indosat Tbk ini.

Wijayanto juga menerangkan grafik pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2000 datar-datar saja.  Beda dengan grafik negara lain, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Eropa, dan Amerika Serikat naik turun.

Menurutnya, grafik datar ini menggambarkan by nature ekonomi Indonesia lebih resiliensi dari negara lain.

"Ketika negara lain naik-turun, kita lebih stabil," ujarnya.

Wijayanto coba menghitung standar deviasi GDP Growth (2000-2021) dari pertumbuhan ekonomi. 

Standar deviasi Indonesia  hanya 1,17 persen. Sementara negara lain seperti Amerika Serikat 1,87 persen, Cina 2,49 persen, Eropa 2,50 persen, Thailand 3,09 persen, Malaysia 3,11 persen dan Singapura 4,12 persen.

"Indonesia lebih  resilent dibanding negara, terlihat dari standar deviasi pertumbuhan  PDB yang lebih rendah," sebutnya.

Menurutnya, hal ini terjadi karena ekonomi Indonesia tergantung permasalahan di dalam negeri. Kalau di luar negeri tidak terlalu berpengaruh.

Dari sisi inflasi juga begitu. Inflasi Indonesia 4,7 persen. Sementara negara maju capai 10 persen. 

Muncul pertanyaan dari kejadian ini, apakah resilient sesuatu positif atau tidak.

Wijayanto mengatakan resilient Indonesia cukup bagus. Makanya tidak perlu takut jika terjadi kriris global, karena ekspor dan impor Indonesia jika dijumlahkan hanya 39 persen GDP.

"Kita tidak banyak berdagang dengan negara lain, kalau ada turbulensi di negara lain, kita tenang-tenang saja," jelasnya.

Cuma ketika ada opportunity global, Indonesia gagal manfaatkan peluang tersebut.

"Makanya ketika recovery yang lain melejit, kita stabil saja. Ini jadi pekerjaan rumah bagaimana memanfaatkan peluang global ketika ekonomi membaik," pungkasnya.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved