Mengenal Johanis Tanak, Jaksa Asal Toraja yang Kini Jadi Pimpinan KPK
Pimpinan KPK Johanis tanak ini berasal dari daerah Bangkelekila, kab. Toraja utara (Kamis Pagi, 29/9/22)
Penulis: Freedy Samuel Tuerah | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM, TORAJA - Johanis Tanak terpilih menjadi pimpinan KPK menggantikan Lili.
Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi ini terpilih lewat pemungutan suara di Komisi III DPR yang melibatkan 53 anggota dewan yang hadir pada Rabu 28 September kemarin.
Pimpinan KPK Johanis tanak ini berasal dari daerah Bangkelekila, kab. Toraja utara (Kamis Pagi, 29/9/22)
Johanis terpilih menjadi pimpinan KPK menggantikan Lili. Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi terpilih lewat pemungutan suara di Komisi III DPR yang melibatkan 53 anggota dewan yang hadir.
Sebelumnya diketahui bahwa Lili Pintauli Siregar mundur dari kursi komisioner KPK di tengah pusaran kontroversi dugaan pelanggaran etik.
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak H Panggabean menyatakan penggantian Lili ada di tangan Presiden Jokowi. Aturannya tertera pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Jokowi pun mengeluarkan surat presiden (surpres) terkait calon pimpinan KPK pengganti Lili. Dua nama calon pengganti Lili Pintauli berada di kalangan anggota DPR RI.
Kedua calon Pimpinan KPK adalah Pertama, I Nyoman Wara adalah auditor utama investigasi di BPK pada 2018, dia pernah menjadi saksi ahli auditor BPK dalam kasus BLBI yang menjerat Syafruddin Arsyad Temenggung di Tipikor Jakarta.
Kedua, Johanis Tanak merupakan Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara. Dia juga pernah menjabat Direktur Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung.
Johanis memperoleh sebanyak 38 suara, sementara calon lainnya I Nyoman hanya mendapatkan 14 suara. Sedangkan, satu suara dinyatakan tidak sah.
Johanis memegang prinsip penerapan restorative justice.
Restorative justice adalah sebuah pendekatan untuk menyelesaikan konflik hukum dengan menggelar mediasi diantara korban dan terdakwa, dan kadang-kadang juga melibatkan para perwakilan masyarakat secara umum.
Begitupun antara Tersangka dugaan kasus korupsi dan Negara.
Johanis menyebut setiap proses hukum membutuhkan anggaran yang tak sedikit.
Menurutnya, penerapan restorative justice membuat negara tak perlu mengeluarkan biaya dalam memproses kasus korupsi.
Dan Tersangka wajib mengembalikan kerugian Negara sesuai dengan kerugiannya.(*)