Hari Tani
Tak Dibukakan Pagar DPRD Sulsel, Pengunjukrasa: Assalamu Alaikum ya Ahlil Kubur
Teriakan ucapan salam untuk ahli kubur itu, terlontar saat massa aksi tidak diperbolehkan memasuki gedung wakil rakyat.
Penulis: Muslimin Emba | Editor: Muh. Irham
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Seorang orator berteriak 'Assalamu'alaikum Ahlil Kubur (Keselamatan bagimu wahai penghuni kubur) saat berunjukrasa rasa di depan DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Selasa (27/9/2022) sore.
Teriakan ucapan salam untuk ahli kubur itu, terlontar saat massa aksi tidak diperbolehkan memasuki gedung wakil rakyat.
Massa aksi dari Aliansi Gerakan Rakyat Makassar yang didalamnya tergabung mahasiswa, kaum tani dan buruh.
Mereka ditutupkan pagar yang dijaga personel Polisi Wanita (Polwan) dan Satsabhara Polrestabes Makassar.
Seorang pria yang diketahui sebagai pengais barang bekas diperkenankan naik ke mimbar suara.
Pria yang tidak diketahui indentitasnya itu pun berorasi layaknya pengunjuk rasa.
Ia menyayangkan sikap DPRD Sulsel yang tidak menerima kehadiran massa berjumlah ratusan orang itu.
"Bapak ibu DPRD yang terhormat, ini masyarakat mu yang datang, temuilah," ucapnya.
Pria itu lalu mengucapkan beberapa salam ke arah gedung dewan.
"Assalamualaikum ya Ahlil Kubur, kulihatimako, berarti semua sudah mati hatinya," ujarnya dengan nada lantang.
Unjuk rasa peringatan Hari Tani Nasional itu menyoroti sejumlah persoalan.
Diantaranya terkait konstitusi agraria yang dianggap belum dijalankan secara maksimal oleh pemerintah.
"Kita merayakan dan memperjuangkan 62 tahun lahirnya UU Pokok Agraria, berarti dari 6 dekade UU Pokok Agraria lahir," kata Koordinator Wilayah KPA SulSel, Rizki Anggriana Arimbi.
"Tapi konflik Agraria, ketimpangan struktural dan perampasan-perampasan tanah rakyat dan program-program proyek pembangunan terus melaju," sambungnya.
Rizki juga menyinggung soal dugaan perampasan lahan pertanian oleh PTPN yang terjadi di beberapa kabupaten Sulsel.
Diantaranya di Kabupaten Enrekang, Wajo dan Takalar.
Catatan KPA Sulsel pada Tahun 2021 kata Rizki, 65 persen konflik agraria terjadi di tujuh kabupaten.
"Konflik-konflik agraria itu disebabkan PTPN XIV. Ada tujuh kabupaten di Sulawesi Selatan itu tanah-tanah masyarakat dirampas, diambil," ujar Rizki.
"Hampir tiap hari kita mendengar PTPN di Enrekang, PTPN di Wajo sudah hampir 20 tahun tidak memiliki HGU melakukan aktivitas ilegal," tuturnya.
Adapun pernyataan sikap massa aksi yaitu:
1. Tegakkan konstitusionalisme Agraria sesuai UUD Pasal 33 Ayat 3, UU Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 dan TAP MPR IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
2. Wujudkan agenda politik bangsa reforma agraria sejati bukan sekedar Sertifikasi.
3. Hentikan kapitalisasi dan binsisasi sumber-sumber agraria dan ruang hidup dalam berbagai program proyek Strategis Nasional dan Ibu Kota Negara-IKN.
4. Cabut perda UU/RUU yang anti terhadap reforma agraria, rakyat dan lingkungan antara lain Omnibus Law Cipta Kerja, RKUHP dan Perda RTRW Sulsel No 3 Tahun 20222.
5. Batalkan kenaikan harga BBM/Pencabutan subsidi yang menyengsarakan rakyat miskin.
6. Jamin kehidupan semua elemen masyarakat dengan mewujudkan upah layak nasional bagi buruh serta pendidikan gratis yang berkualitas.
7. Mengakui dan memperkuat indentitas politik rakyat khususnya perempuan nelayan dan petani.
8. Batalkan dan boikot konsolidasi kapitalis di Forum G20.(*)