Headline Tribun Timur
Choirul Anam: Ferdy Sambo Emosi Disinggung Magelang dan Saguling
Komnas HAM mendapat keterangan soal adanya motif pelecehan atau perselingkuhan dari sejumlah saksi yang periksa atas kasus pembunuhan Brigadir J.
TRIBUN-TIMUR.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan bahwa motif pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J tidak keluar dari dugaan pelecehan atau perselingkuhan.
Penegasan itu disampaikan Kapolri Sigit saat menghadiri pemanggilan Komisi III DPR RI, Jakarta pada Rabu (24/8) lalu. Menurutnya, dugaan itu masih dalam pendalaman Timsus Polri.
Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam mengatakan, bahwa keterangan yang disampaikan Kapolri sama dengan data pendalaman yang dilakukan Komnas HAM.
Di mana, Komnas HAM mendapat keterangan soal adanya motif pelecehan atau perselingkuhan dari sejumlah saksi yang periksa. Choirul Anam juga telah melakukan pemeriksaan terhadap kekasih Brigadir Yosua, Vera Simanjuntak.
Hasilnya, didapati ada nada ancaman pembunuhan yang menjurus ke arah motif yang diungkapkan Kapolri itu.
Hal itu disampaikan Choirul Anam saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (25/8/2022).
"Kayanya Pak Kapolri dengan Komnas HAM itu soal itu sama. Karena memang kata-katanya Josua ke Vera, 'jangan naik ke atas, kalau naik ke atas membuat Ibu sakit. Kalau buat Ibu sakit, diancam dibunuh' kurang lebih begitu," kata Choirul Anam.
Menurutnya, keterangan itu pula menjadi patokan dalam mendalami dugaan motif pembunuhan Josua. Komnas HAM, kata Anam, juga melakukan pemeriksaan terhadap sopir keluarga Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf, asisten rumah tangga Susi dan para Adc.
Saat menggali keterangan kepada orang-orang tersebut, Komnas HAM mendengar soal kisah bermacam-macam di Magelang. "Sebenarnya sejak awal indikasi ada isu yang dinyatakan Kapolri itu duluan Komnas HAM daripada Kapolri," terang Chorul Anam.
Ia juga mengungkapkan bahwa tersangka Ferdy Sambo sempat diperiksaan oleh Komnas HAM. Anam menyebut, Ferdy Sambo terlihat sangat sedih dan menyesali perbuatannya.
Namun, saat disinggung soal peristiwa di Magelang, Jawa Tengah dan pembicaraan dengan sang istri Putri Chandrawathi di rumah Jalan Saguling III, Ferdy Sambo terlihat emosi.
Berdasarkan keterangan Kapolri, bahwa motif itu masih belum bisa dipastikan sebelum ada pemeriksaan lebih lanjut terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
"Ini tentunya akan kami pastikan besok setelah pemeriksaan terakhir. Jadi ini juga mungkin bisa mendapatkan gambaran secara lebih jelas," ujar Sigit.
Baca juga: 12 Jam Diperiksa, Putri Candrawathi Istri Ferdy Sambo Konsisten Mengaku Korban Asusila
Baca juga: Bocor Lewat WhatsApp, Siapa Sosok 2 Anggota DPR Bela Irjen Ferdy Sambo? FS Dizalimi, Diinjak-injak
Sementara ini, kata Sigit, Irjen Ferdy Sambo mengaku marah dan emosi lantaran dipicu permasalahan kesusilaan terhadap istrinya, Putri Candrawathi yang terjadi di Magelang.
Menurut Kapolri, hal itulah yang mendasari Irjen Ferdy Sambo melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
"Jadi ini juga mungkin bisa mendapatkan gambaran lebih jelas bahwa saudara Ferdy Sambo terpicu amarah dan emosinya pada saat saudari PC melaporkan adanya peristiwa yang terkait dengan masalah kesusilaan yang terjadi di Magelang," ucap Kapolri.
Berikut hasil wawancara khusus Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam:
Pada rapat dengan Komisi III DPR RI, Kapolri Didesak untuk mengungkapkan secara terang motif atau latar belakang pembunuhan Brigadir J. Dijawab oleh Kapolri, bahwa kemungkinan ada dua, yaitu pelecehan seksual atau perselingkuhan. Menurut Cak Anam dan Komnas HAM, apakah penting untuk menyampaikan motif itu atau nanti?
Kayanya Pak Kapolri dengan Komnas HAM itu soal itu sama. Karena memang kata-katanya Josua ke Vera, 'jangan naik ke atas, kalau naik ke atas membuat Ibu sakit. Kalau buat Ibu sakit, diancam dibunuh' kurang lebih begitu.
Ini patokan kita pertama kali, lalu kita depet dari Kuat Ma'ruf Susi dari Adc lain soal kisah Magelang macem-macem. Sebenarnya sejak awal indikasi ada isu yang dinyatakan Kapolri itu duluan Komnas HAM daripada Kapolri.
Berapa kali Komnas HAM berintsraksi dengan Ibu Putri?
Yang agak dalam, 1 kali. Yang bisa ngomong mendalam. Beberapa hari yang lalu.
Saat memberikan keterangan, Ibu Putri dalam kondisi tertekan atau biasa saja? Atau bagaimana?
Kebetulan bukan saya yang memeriksa, jadi hanya melalui audio. Komnas HAM memiliki 1 etik ketika meminta keterangan, ketika masuk ruang sensitif perempuan kita meminta staf maupun komisioner perempuan untuk melakukan pemeriksaan. Ini tidak hanya Bu Putri, tapi ke Vera juga.
Awalnya Vera saya sendiri yang periksa, tetapi ketika masuk ke ruang dengan isu perempuan, staf kami yang perempuan saya suruh periksa.
Bagaimana kondisi Ibu Putri saat pemeriksaan itu, saya belum detail. Tapi memang situasinya tertekan, dan kalau dibayangkan pada proses awal tidak bisa ngomong ya, sekarang sudah. Tidak lancar tapi sudah (ngomong).
Cak Anam, boleh diceritakan ketika bertemu dengan Ferdy Sambo, situasinya bagaimana? Apakah dia biasa saja atau dalam kondisi yang tertekan, penuh penyesalan? Atau seperti apa?
Kalau kita lihat foto-foto dia waktu jadi Kadiv Propam dengan baret biru dan pangkat, itu dibandingin saat kami periksa ya situasinya sedih. Sedih, ada penyesalan di situ, masih ada sedikit emosi.
Ketika kami tanya soal Magelang dan pembicaraan dengan Ibu Putri di Saguling (rumah pribadi), itu emosinya masih keliatan. Tapi diluar itu dia menunjukan sikap penyesalan.
Kalau kita dengar dia bicara di depan publik, minta maaf ke polisi, minta maaf ke teman-teman sejawatnya, itu memang ada. Mirip seperti itu. Misalnya di Bareskrim, masih emosi tinggi walaupun sudah turun saat di Mako.
Begitu disinggung soal Magelang dan pembicaraan dengan Ibu Putri di Saguling, dia naik lagi. Naik dengan emosi yang kaya dalem banget.
Bharada RE ini dianggap saksi mahkota sekaligus pelaku. Lalu dia dapat perlindungan dari LPSK sebagai justice collaborator. Tapi keterangannya beda-beda, kadang ngomong Pak Sambo nembak dulu baru dia, kadang dia ngomong nembak dulu karena mendapat instruksi. Ini menurut Cak Anam apa memang RE dalam kondisi labil?
Kita nggak bisa komentari karena status justice collaborator itu status teman-teman LPSK. Kalau misal ada perubahan signifikan yang disampaikan Kapolri depan publik, memang ada baiknya teman-teman LPSK melihat kembali mana konsistensi dari pengakuan dia.
Karena justice collaborator itu substansi intinya dia bisa nggak berkontribusi terhadap membuka kegelapan kejahatan jadi terang dengan satu jaminan dia konsisten terhadap keterangan.
Kalau tadi kami bilang, kami periksa, Bharada E ini orangnya tenang bahkan ketika periksa pertama kali kan kami tanya ini mana Bhrada E belum datang, oh ternyata sudah sekian hari di Mako Brimob misalnya. Orangnya konsisten.
Ketika Bharada E diminta keterangan oleh Komnas HAM, bagaimana situasi fisik, performancenya gimana?
Kami ceritakan dulu bagaimana kami memeriksa. Bersamaan lima orang. Itu lima orang itu masing-masing di tempat berbeda, diperiksa oleh orang yang berbeda. Satu orang diperiksa dua penyidik kami. Di saat yang bersamaan dan pertanyaan yang sama dan pertanyaan berbeda.
Saat pertanyaan sama ada simulasinya kita. Kita bikin map dari google map jarak Sangguling ke Duren Tiga.
Map kita foto, kita fotocopy terus mereka kita suruh isi kalian kalau dari Sangguling ke Duren Tiga lewat mana saja, itu salah satu contoh pertanyaan bersama. Ngecek orang ini bohong ataukah enggak dan sebagainya.
Pertanyaan yang sama kita juga melihat HP, boleh nggak HP mereka kita lihat. Nah ini juga yang sebelumnya kami dapatkan dari cyber, itu form konfirmasi metode baru atau tidak. Habis itu, barulah pertanyaan beda. Ada pertanyaan yang sama lagi, nggak bisa kami sebut di sini terus ada pertanyaan yang beda.
Kalau tadi apakah semua orang termasuk Bharada E di sini, kondisinya tangguh atau psikologinya mentalnya siap?
Rata-rata tidak siap, grogi di sini. Dengan berbagai wujudnya. Ada yang merokok lama. Kan kalau capek diperiksa, boleh ngerokok, boleh makan, yang muslim silakan salat jadi kita enak. Kalau capek ya sudah istirahat.
Itu ada proses yang ketika ditanya itu mentalnya kuat, diputar-putar itu saja konsisten. Dan nggak terlalu grogi. Salah satunya Bharada E. Yang lain juga ada.
Bharada E itu mentalnya cukup untuk terus ngomong secara konsisten, padahal sudah kita puter, walaupun beberapa waktu saat istirahat ngerokoknya lama daripada yang lain.
Ada juga yang ketika tanya itu waktu di Sangguling misalnya, kamu bawain apa? Tas. Tasnya ada ini enggak, kita gali lah, maaf nggak bisa saya sebutin. Itu kaget dia ditanya begitu. Wajahnya langsung berubah. Yang gitu juga ada.
Tapi kalo pertanyaan lain, landai. Jadi situasi penggalian pertanyaan ke teman ADC maupun PRT, asisten rumah tangga, sopir, nuansa psikologi maupun bahasa tubuhnya itu berbeda-beda.
Cerita awal disebutkan Bharada E seorang jago tembak, apa dalam pemeriksaan Komnas HAM juga meneliti backgroundnya?
Iya digali, tapi kami juga alat ikut menggali itu apakah dia paham. Kan begini kalau orang pegang senjata itu, tidak hanya memahami bisa nembak titik sasaran atau tidak. Tapi seberapa jauh dia memahami pistolnya, dengan kondisi anatomi tubuhnya.
Itu juga kita tanya, soal latihan berapa kali, kalau ditembak di ukuran 1,2, 3 itu kena nomor berapa? Pernah nembak orang atau tidak? Itu kami tanya. Tapi kan juga anatomi tubuh. Ketika kamu tanya, ini salah satu ya, nggak perlu sebutin namakan.
Kamu pegang senjata apa? Oh saya pegang glock? Kamu apa? HS. Kenapa milih glock? Kamu punya kebebasan nggak memilih? Saya sih kepingin merk yang lain Pak. Lho kenapa bisa merk yang lain? Kita tanya. Coba lihat anatomi jarimu, kalau anatomi jari begitu kamu lebih nyaman enggak?
Megang glock atau mengang HS? Karena karakternya berbeda. Oh harusnya saya pegang HS pak, tapi karena pilihannya ada cuma glock ya kita terima saja.
Jadi ada pertanyaan yang menguji pemahaman orang ini terhadap kebutuhan anatomi tubuhnya dengan senjata.
Kalau menurut Komnas HAM apa Bharada RE pegangannya glock 17? Meskipun dok menunjukkan dia izin pegang glock 17?
Kalau pertanyaan itu misalnya yang juga pertanyaan di publik, kok itu Bharada E pangkatnya masih pakai senjata elite. Katanya jago nembak dan sebagainya. Sebenarnya pertanyaan itu nggak bisa serta merta kita jawab, kalau enggak kita lihat pertubuhan karakter lukanya.
Nah karakter lukanya yang ada di Josua (Brigadir J) ini tidak karakter luka yang tembakannya terarah. Memang ada tembakan terarah misalnya kepala. Tapi ada yang di sini, di tangan. Itu juga bisa menandakan bahwa menembak dengan jarak pendek begitu, tidak terlalu jauh.
Bukan ahli? Bukan jago tembak? Atau memang orang yang gak biasa nembak? Bisa jadi. Jadi mengukur orang nggak bisa nembak bisa kita lihat, kalau kami analisis begitu tidak hanya dari orang yang nembak tapi dari sasarannya.
Nah waktu itu yang sekarang adalah memang rekam jejak di lantai di rumah TKP sama yang ada di alamarhum Josua. Karakter lukanya ya tidak pada sasaran yang menentukan untuk kematian. Karena ada luka tembak sini, pasti nggak mematikan. Nah itu memang nggak ahli.(*)