Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Human Interest Story

Kisah Hasrul Tunanetra Perantau Asal Kendari, Jadi Tukang Pijat hingga Dijahili saat Jualan Kripik

"Dari pijit saja berapa ji saya dapat, mungkin ada Rp 100 ribu," kata Hasrul sambil menyelah nafas.

Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Muslimin Emba
zoom-inlihat foto Kisah Hasrul Tunanetra Perantau Asal Kendari, Jadi Tukang Pijat hingga Dijahili saat Jualan Kripik
Tribun Timur
Hasrul saat menjajaki kripik jualannya di Jl Dg Tata 1, Kecamatan Tamalate, Makassar, Kamis, Sulawesi Selatan, Sabtu (27/8/2022).

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Malang niang nasib Hasrul, pria tunanetra asal Kendari yang merantau ke Kota Makassar.

Di perantauan, Hasrul menyambung hidup menjadi tukang pijat panggilan sambil berjualan kripik.

Saban hari, pria 45 tahun itu berkeliling menyusuri jalanan di selatan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Seatan ini.

Dihampiri tribun di Jl Dg Tata 1, Kecamatan Tamalate, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (27/8/2022).

Ia duduk di tepi jalan menyelah nafas setelah seharian berkeliling menawarkan jasa pijat dan kripik yang ditenteng.

Saat istirahat itulah, hasrul bersedia berbagi kisah kepada tribun.

Hasrul bercerita, ia mulanya terlahir dengan penglihatan yang normal. 

Namun setelah melewati masa balita, tepatnya di umur tujuh tahun, Hasrul mengaku sakit. 

Badan Hasrul panas tinggi dan membuat matanya perlahan kehilangan fungsi yang akhirnya mengalami kebutaan.

Masa kecil Hasrul pun harus dilalui dengan keterbatasan indera penglihatan.

Namun, Hasrul yang beranjak remaja hingga dewasa tak ingin meratapi nasib.

Ia pun nekat meninggalkan kamping halaman ke tanah rantau, Makassar. pada Tahun 2007 lalu.

"Dari pijit saja berapa ji saya dapat, mungkin ada Rp 100 ribu," kata Hasrul sambil menyelah nafas.

Hasrul mengakui, penghasilan dari tukang pijat panggilan serba pas-pasan.

Sementara untuk membayar sewa kontrakan saja, Hasrul harus merogoh kocek Rp 5 juta per tahun.

Demi menambah penghasilan, Hasrul pun rela menjadi penjual kripik keliling.

Setiap satu pack kripik yang ia jajakan, dibanderol Rp 10 ribu.

"Kalau kripik, saya juga ambil dari orang. Selisih yang saya dapat itu Rp 6 ribu," ujarnya sambil menawarkan.

Sudah dua tahun Hasrul berjualan kripik di ujung Jl Dg Tata 1.

Setiap hari, ia datang dengan ojol pesanannya sendiri.

Sebagai disabiltas, Hasrul tak mau menggantungkan harapan kepada orang.

"Oh, saya semua mandiri. Ini hp saya khusus memang, bisa bicara kalau saya sentuh," ucap Hasrul sambil memperlihatkan ponsel genggamannya.

Hasil penjualan kripik juga tak menentu kata Hasrul. Untuk sehari saja, jika banyak pembeli, dirinya hanya bisa menjual 10 pack kripik.

Meski kondisi Hasrul cukup memprihatinkan, rupanya masih saja ada pembeli yang berbuat jahil.

Hasrul mengaku pernah ditipu soal uang kembalian dari pembelinya yang curang.

Pembelinya dengan sengaja mengelebuhi Hasrul dan mengambil kripiknya tak sesuai harga.

"Nah, setelah saya kembalikan, saya ternyata salah tarik, itu uang 50, langsung na tarik dari tangan ku baru pergi. Apa boleh buat, kalau dia mau seperti itu," kenang Hasrul dengan nada pasrah.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved