Kisah Inspiratif
Kisah Daeng Pande, Penjahit Sepatu di Jl Cendrawasih Makassar yang Tak Bisa Jalan
Pria itu bernama Daeng Pande. Usianya sudah 70 tahun. Di tempat itu, Daeng Pande setiap hari bekerja. Mulai pukul 08.00 wita hingga pukul 16.00 wita
Penulis: Wahyudin Tamrin | Editor: Sukmawati Ibrahim
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Arus lalu pintas di perempatan Jl Cendrawasih, Jl Baji Minasa, dan Jl Baji Ateka Kota Makassar tampak ramai, Senin (25/7/2022) siang.
Di perempatan jalan tersebut terdapat lampu lalu lintas.
Pengendara sepeda motor dan mobil silih berganti berhenti dan jalan. Sesuai warna lampu yang menyala.
Di sudut perempatan Jl Cendrawasih dan Jl Baji Minasa, terdapat sebuah lapak penjahit sepatu.
Seorang pria menggunakan topi sedang duduk di kursi, di lapak itu.
Di depannya, sepatu dan sendal bekas menumpuk. Jumlahnya puluhan.
Ada sudah dijahit dan juga ada yang belum.
Di sisi kiri pria itu, terdapat dua tongkat bersandar pada sebatang tiang tenda.
Sementara di sisi kanan terdapat benang, tali sinar, dan juga besi penjahit sepatu.
Pria itu bernama Daeng Pande. Usianya sudah 70 tahun.
Di tempat itu, Daeng Pande setiap hari bekerja.
Mulai pukul 08.00 wita hingga pukul 16.00 wita.
Ternyata, Daeng Pande tidak bisa berjalan dengan sendirinya. Sudah satu tahun.
Itu ia alami setelah terjatuh di sebuah jembatan. Tulang pinggang dan paha bagian kanan terbentur dipondasi.
Sehingga, selama setahun ini, Daeng Pande menggunakan tongkat saat berjalan.
"Sudah tidak ada yang bisa saya kerja selain ini. Karena tidak bisa ka jalan," katanya saat ditemui di lapaknya.
Daeng Pande tinggal di Jl Nuri. Hanya sendiri.
Istrinya sudah lama meninggal. Sementara anak perempuannya sudah menikah dan tinggal bersama suami.
Setiap pagi dan sore hari, Daeng Pande pergi dan pulang dari Jl Nuri ke lapaknya di Jl Cendrawasih menggunakan bentor.
"Ke sini naik bentor. Saya bayar Rp 25 ribu dan pulang juga begitu," ujarnya.
"Jadi setiap hari bayar bentor Rp 50 ribu," tambahnya.
Untuk menjahit sepasang sepatu, Daeng Pande mematok harga Rp 20 ribu.
Dalam sehari kebanyakan pelanggan yang datang tiap hari sekitar lima orang.
Namun kadang kurang dan kadang juga lebih.
"Biasa juga ada yang datang kasi Rp 50 ribu, kembaliannya langsung dia kasih," katanya.
Sebelum berkerja sebagai tukang jahit sepatu, Daeng Pande juga pernah menjadi buruh bangunan dan tukang becak. (*)