Ingat Jenderal TNI Djaja Suparman? Eks Panglima Jual Aset Negara untuk Belanja, Kini Surati Jokowi
Djaja Suparman disidang pada tahun 2013. Beberapa tahun, kini Djaja Suparman baru mendapat surat eksekusi penjara dari Oditor Militer (Otmil)
Selain itu, Djaja juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 13,2 miliar.
Sebelumnya, pada 9 September 2013, Djaja mengajukan peldoi setebal 150 halaman.
Pleidoi itu mengungkapkan beberapa bukti untuk membantah tuduhan korupsi tersebut. Bantahan itu, antara lain, terkait pelepasan tanah milik Kodam V/Brawijaya kepada PT CMNP dan hibah kepada Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Jatim.
Alasannya, tanah yang dimaksud masih milik Kodam V/Brawijaya dan tercatat dalam daftar inventaris kekayaan negara.
Djaja dan penasihat hukumnya juga mempertanyakan bahwa pembangunan tol di atas tanah yang disengketakan mulai berjalan selama 2006-2008.
Menurut Djaja, seharusnya Pangdam V/Brawijaya pada periode itu juga melarang pembangunan jalan tol itu.
Kini Surati Presiden Jokowi setelah Menerima Surat Eksekusi Penjara
Kini, setelah menerima surat eksekusi penjara dari Mahkamah Agung , Letjen (Purn.) TNI Djadja Suparman menyurati Presiden RI Joko Widodo untuk memohon keadilan. Resiko jabatan sebagai Pangdam Brawijaya dan Pangdam Jaya 1997–1999 dirinya harus menerima perlakuan tidak adil dan menghancurkan hidupnya.
Di mana pada tanggal 13 Mei 2022 lalu, Letjen (Purn.) TNI Djadja Suparman, menerima surat panggilan dari Kepala Oditur Militer Tinggi Surabaya (Ka Odmilti) untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Agung pada tanggal 30 Mei 2022. “Kenapa baru sekarang? Kemana saja selama 6 tahun ini?” ujar dalam surat kepada Presiden Jokowi.
Sejak keluarnya Putusan Mahkamah Agung, Letjen (Purn) Djadja sudah meminta kepada Kepala Oditur Militer Tinggi tahun 2016 agar dieksekusi, tapi ditolak karena katanya perkara ini salah alamat. “Akhirnya terjadi pembiaran selama 6 tahun. Siapa yang bertanggung jawab dan apa kompensasinya bila harus masuk penjara selama 4 tahun dan harus mati dalam penjara,” tegasnya.
Selama 22 tahun sejak tahun 2000, mantan Pangkostrad ini mengalami pembunuhan karakter untuk menghambat dan menghancurkan karir dan eksistensi dalam kehidupan bermasyarakat setelah purna bhakti. “Sehingga tanpa disadari oleh pejabat terkait dalam perkaranya Negara telah melakukan pelanggaran hukum dan HAM berat,” ujarnya dalam surat yang tertuju kepada Presiden Joko Widodo itu.
Menghadapi eksekusi putusan MA, Djadja Suparman menyatakan bahwa dirinya tetap menolak kesimpulan Majelis hakim dan vonis hukum penjara, karena dirinya tidak pernah melakukan Ruislag atau hibahkan tanah Kodam Brawijaya pada tahun 1998 kepada pihak manapun. Karena berdasarkan bukti dan fakta tahun 2006 – 2013 tanah tersebut masih milik Kodam Brawijaya. “Otomatis tidak ada kerugian Negara,” ujarnya.
Disisi yang lain Mantan Komandan Sesko TNI ini mengatakan sebagai warga negara yang taat hukum maka dirinya akan mengikuti prosedur dan ketentuan hukum. “Saya siap masuk Lembaga Pemasyarakatan Militer Cimahi tanggal 16 Juli 2022,” tegasnya.
Djadja Suparman menjelaskan bahwa jalan yang akan ditempuh nanti adalah konsekwensi dari sikapnya selama ini. “Mungkin karena saya menolak gabung dengan elit perubahan pada masa euphoria reformasi makanya saya dinilai pantas untuk dihancurkan. Semoga kasus yang menimpa saya ini menjadi bahan pembelajaran dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk menjadi lebih baik,” ujarnya.

Jejak Karier Djadja Suparman di Militer: