Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Irma Nur Afiah

Zakir Sabara, Profesor Muda Indonesia di Bidang Teknik Kimia

Ketika mengucapkan nama Zakir Sabara (ZS), yang ada di benak orang adalah sosok seorang Dosen, Aktivitas Kemanusiaan, influencer, guru besar.

DOK PRIBADI
Plt Kaprodi Teknik Industri FTI-UM Irma Nur Afiah, penulis opini Tribun Timur berjudul Zakir Sabara, Profesor Muda Indonesia di Bidang Teknik Kimia 

Oleh: Dr Eng Ir Irma Nur Afiah ST MT IPM ASEAN En
Plt Kaprodi Teknik Industri FTI-UM 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ketika mengucapkan nama Zakir Sabara (ZS), yang ada di benak orang adalah sosok seorang Dosen, Aktivitas Kemanusiaan, Dekan FTI UMI 2 periode, influencer, dan kini juga adalah seorang Guru Besar.

Salah satu Profesor muda bidang ilmu Teknik Kimia di Indonesia. Pak De, begitu sapaannya.

Bahkan Ketika Prof Zakir tidak lagi menjabat sebagai seorang Dekan, panggilan itu masih melekat di dirinya. 8 tahun masa Amanah sebagai Dekan bukan waktu yang singkat untuk melepas sapaan “Pak De” bagi sebagian besar orang.

Dan kini, sapaan “Pak De” pelan-pelan berubah menjadi Prof Zakir.

Di buku Cerita Liar Zakir Sabara karya Rachmat Faisal Syamsu ini, kisah perjalanan Prof Zakir dituliskan dengan apik dimulai dari masa mahasiswa hingga perjuangannya meraih gelar tertinggi dalam dunia akademik.

Penulis memulai buku ini dengan sebuah kalimat yang sangat tepat bagi mereka yang mengenal Prof Zakir dengan baik. “ZS adalah sosok nyata dari seorang individu yang Allah berikan banyak talenta di dalamnya. Dan talenta itu Allah perindah dengan kekuatan inovasi serta kreativitas tanpa batas.”

Lahir di Ujung Lamuru, Kabupaten Bone, tanggal 24 Mei 1975, Prof Zakir melalui masa mudanya dengan gemilang dan penuh tantangan.

Memulai pendidikan sarjana Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia (FTI-UMI) di tahun 1993, Prof Zakir lebih banyak menghabiskan waktunya di Kampus.

Baginya, membiarkan diri di kampus membuat jiwanya menyatu dan menemukan rasa yang kuat akan arti civitas akademika Kampus Hijau, Universitas Muslim Indonesia yang dibanggakannya.

Jejaknya sebagai seorang aktivitas kampus yang sering mengkritik kebijakan pimpinan hingga wakil rakyat membuat Prof Zakir kerap ditegur oleh 10 orang saudaranya yang mayoritas berprofesi sebagai Polisi.

Meski menuai kritikan dari keluarga, Prof Zakir yakin pada pilihannya. “InsyaAllah apa yang saya lakukan hari ini, akan mengukir masa depan saya 20-30 tahun kemudian,” ikrarnya di hadapan saudara(i) dan orangtuanya.

Mengawali karir sebagai Dosen di tahun 1999 bukanlah keputusan yang mudah bagi Prof Zakir.

Namun dukungan dari orang-orang hebat seperti Alm Prof Dr H Abdurahman A Basalamah, Prof Dr H Mansyur Ramly, dan Dr Dirgahayu Lantara membuat Prof Zakir yakin bahwa menjadi Dosen adalah salah satu cara untuk mengabdi kepada almamater yang dicintainya.

Mengiringi karirnya sebagai Dosen, beberapa amanah pernah diemban oleh Prof Zakir.

Diawali dengan Wakil Dekan III Fakultas Teknologi Industri dan Fakultas Ilmu Komputer yang saat itu berada di bawah satu naungan pada tahun 2010.

Saat itu Prof Zakir dilantik oleh Prof Dr Muh Nasir Hamzah SE MSi yang saat itu menjabat sebagai Rektor UMI dan Bapak HM Mokhtar Noer Jaya SE MSi sebagai Ketua Yayasan Wakaf UMI.

Amanah dengan periode yang cukup singkat ini merupakan batu loncatan amanah-amanah lain yang diterima oleh Prof Zakir di lingkup UMI. Yang sampai hari ini masih terkenang oleh Prof Zakir adalah ucapan Bapak H M Mokhtar Noer Jaya, “Orang yang hari ini saya lantik adalah orang yang hampir saya pecat saat menjadi mahasiswa karena kenakalannya di jalanan.” Ya, beliau adalah salah satu saksi perjalanan Prof Zakir sejak mahasiswa hingga pencapaiannya menjadi seorang Guru Besar.

Tidaklah heran Ketika di salah satu acara Wisuda UMI, Bapak Mokhtar Noer Jaya memasuki ballroom tempat wisuda dengan menggunakan kursi roda, refleks, Prof Zakir berlari ke pintu masuk dan mendorong kursi roda beliau. “Maafkan anak nakalta, Pak Aji,” ucap Prof Zakir di momen wisuda saat itu.

Amanah sebagai Asisten Wakil Rektor III diamanahkan oleh Prof Zakir di tahun 2011.

Jabatan yang telah lama vakum dan “dihidupkan” lagi oleh Prof Dr Hj Masrurah Mokhtar MA yang menjabat sebagai Rektor UMI saat itu. Prof Zakir menggagas beberapa momen penting dan dilaluinya Bersama jajaran Rektorat UMI.

Beberapa prestasi mahasiswa berhasil diantarkan oleh Prof Zakir, diantaranya juara 1 Debat Mahasiswa di TV-One dan juara 1 Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat nasional. Namun prestasi ini belum pernah terulang kembali sejak capaian di masa itu.

Beberapa terobosan juga dilakukannya, diantaranya memberi reward bagi mahasiswa berprestasi berupa hadiah Umroh.

“TIdak hanya pandai memberi hukuman jika mahasiswa melanggar, kita juga harus pandai memberi reward untuk yang berprestasi,” prinsipnya.

Titik kulminasi Prof Zakir dalam kepemimpinannya adalah menjadi Dekan FTI-UMI selama 2 periode.

Mengubah wajah FTI dari penampakan awalnya adalah anak tangga pertama yang beliau lakukan.

Dekanat yang dulunya dikelilingi rawa-rawa dan berlumut, bak disulap, FTI berubah menjadi Fakultas dengan tampilan yang modern khas generasi milenial.

Gedung-gedung dan sekitarnya diubah selayaknya tampilan sebuah Gedung Industri.

Lahan parkir yang sempit pun diubah mengadaptasi model parkiran perkantoran modern.

Pembenahan infrastruktur ini adalah untuk membuat civitas akademika “betah” di kampus.

Kualitas sumberdaya manusia (SDM) juga menjadi titik fokus pembenahan yang dilakukan oleh Prof Zakir.

Periode 1 Amanah sebagai Dekan berhasil mewujudkan FTI menjadi fakultas terbaik dan mewujudkan peradaban baru di Kampus tercinta UMI.

Memasuki period ke-2 kepemimpnan sebagai Dekan FTI, Prof Zakir mulai menggaungkan tagline Berbagi itu Peduli atau Sharing is Caring. Tagline ini lahir pada saat rapat kerja FTI di tahun 2018.

“Bismillah, kita ingin yang sederhana dan mendalam serta semua mau berkomitmen untuk mewujudkannya. Bukan hanya tagline semata,” ucap Prof Zakir Ketika rapat kerja FTI.

Nama Prof Zakir di kegiatan kemanusiaan sudah tidak diragukan lagi. Mulai dari bencana gempa bumi, tsunami, banjir, hingga Pandemi Covid-19 menjadi perhatian Prof Zakir dengan Tim Relawan FTI yang dibentuknya sebagai langkah implementasi tagline FTI UMI “Sharing is Caring” untuk masyarakat.

Baginya, kegiatan kemanusiaan seperti ini untuk menyentuh dan melihat seberapa peka persaudaraan kita antar sesama.

Hal inilah yang membuat Prof Zakir disebut sebagai Dekan di Medan Bencana.

Keterlibatan mahasiswa di aktivitas kerelawanan yang digagas oleh Prof Zakir kemudian bersinergi dengan keputusan Menteri Pendidikan yang mengeluarkan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang mengonversi kerja kerelawanan dengan hitungan SKS.

Prof Zakir memberikan contoh bagi masyarakat bahwa bumi yang dipijak adalah kampus baginya, dan setiap manusia yang ditemui dalam perjalanan hidup dalah guru kehidupannya. Hingga di akhir masa Amanah sebagai Dekan FTI selama 2 periode, Prof Zakir menghaturkan terima kasih kepada keluarga, rekan sejawat dosen, pimpinan, mahasiswa, hingga rekan-rekan yang dikenalnya.

Sewindu memimpin, Prof Zakir menitipkan FTI, rumah tempatnya mengabdi, agar selalu tumbuh dan berbagi serta peduli.

Dalam puisi Secarik Puisi Penutup, Prof Zakir menuturkan, “Tidak kunamai dia datang atau kembali, karena aku tumbuh di sini. Dan tidak pula ku izin pamit apalagi pergi, karena ini rumah tempatku mengabdi. Hanya saja tugasku telah usai.”

Menjadi Guru Besar adalah tujuan tertinggi seorang Dosen. Secara rentetan waktu, proses Prof Zakit menuju Guru Besar melalui beberapa tahapan.

Sejak tahun 2020, beliau sudah fokus pada pencapaian ini. Salah satu yang memicu semangat Prof Zakir adalah ketika menerima SK Guru Besar salah satu dosen FTI (Prof A. Aladin) dari Ketua Kopertis Wilaya IX saat itu Prof Dr. Jasrudddin, M.Si. Prof Jas memberikan sambutan pada saat penyerahan SK dan berkat, “Itu Dekan FTI, jangan lagi terima di sini kalau dia belum masukkan berkas Guru Besarnya. Sudah layak jadi Profesor tapi tidak masukan berkas. Orang saja dia urus.” Kalimat ini seolah menjadi cambuk dan senantiasa tergiang di benak Prof Zakir. 2 tahun berlalu, tepat di tanggal 6 Juni 2022, Prof Zakir menerima SK penetapan sebagai seorang Guru Besar.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved