Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Mulawarman

Menyambut Pelantikan Rektor Unhas:  Siasat di Balik Rencana Pelepasan Fakultas Teknik Unhas

Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu diam-diam mengirim surat permintaan pelepasan Fakultas Teknik Unhas ke Mendikbud, tanpa sepengatahuan Senat Akademik

Editor: AS Kambie
zoom-inlihat foto Menyambut Pelantikan Rektor Unhas:  Siasat di Balik Rencana Pelepasan Fakultas Teknik Unhas
DOK
Mulawarman, Alumni Universitas Hasanuddin

Menyambut Pelantikan Rektor UnhasSiasat di Balik Rencana Pelepasan Fakultas Teknik Unhas
Oleh: Mulawarman
Jurnalis, Alumni FE Unhas

TRIBUN-TIMUR.COM - Beberapa pekan terakhir, segelintir elite civitas akademika Unhas diam-diam kasak-kusuk, bermanuver dan bersiasat untuk melepas Fakultas Teknik Unhas (FT-UH) menjadi Institut Teknologi. Infonya, bukan hanya wacana, tapi Rektor Unhas, Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu, sudah bersurat resmi ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI untuk pengajuan pelepasan. Isunya - agar segera diresmikan pelepasannya - Mendikbud Nadien Makarim meminta persetujuan Senat Akademik Unhas sesuai aturan statuta yang belum terlampir di surat permintaan pelepasan itu.

Belum hilang dari ingatan aksi Rektor Unhas Prof Dwia dengan segelintir koleganya, mengambil keputusan strategis memberikan gelar Profesor Kehormatan ke Menteri Pertanian RI. Kini sisa beberapa hari lagi Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu demisioner, tetapi kembali bertindak tidak bernurani, jauh dari tindakan seorang guru besar Sosiologi yang mestinya tanggap terhadap proses sosial yang mengitarinya.

Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu diam-diam mengirim surat permintaan pelepasan Fakultas Teknik Unhas ke Mendikbud, tanpa sepengatahuan dan persetujuan Senat Akademik. Surat dan proposal pelepasan itu, diserahkan oleh mantan Wapres RI, Drs HM Jusuf Kalla (JK) ke Mendikbud Nadiem Makarim di kediaman JK di Jakarta disaksikan Rektor Unhas dan Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Unhas. Sekali lagi, tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari Senat Akademik Unhas.

Tindakan Rektor ini, jelas mengabaikan akal sehat, licik, otoriter, seperti Unhas adalah miliknya bersama segelintir koleganya. Jelas, kelakuan dan tindakan Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu ini, akan menimbulkan kontroversi.
Tulisan ini akan menyoroti siasat dibalik rencana pelepasan FT Unhas. Apa konsekuensi dan implikasinya terhadap masa depan institusi pendidikan yang paling disegani di Indonesia Timur ini?

Awal Wacana

Dulu, ketika mahasiswa Unhas kerap tawuran antar fakultas dan hampir selalu melibatkan mahasiswa FT, elite Unhas mulai frustasi dan tidak tau dengan cara apa lagi mencegah tawuran yang terjadi saban tahun.

Akhirnya muncullah ide memisahkan tempat kuliah FT dari Kampus Unhas di Tamanlarea. "Pisahkan tempat kuliahnya, barangkali bisa mencegah mereka tawuran," kata JK saat peristiwa pembakaran gedung perkuliahan FT di tahun 1992 sebagai buntut tawuran mahasiswa fakultas teknik melawan mahasiswa beberapa fakultas dari ilmu sosial; Fisip, Hukum, Ekonomi dan Sastra.

Akhirnya Gedung FT Unhas yang baru dibangun di Kabupaten Gowa atas biaya APBN. Pemisahan FT dari kampus Tamalanrea bukan menjadi satu-satunya alasan pihak Rektorat dan Kemendikbud membangun gedung perkuliahan bagi FT yang baru. Pemisahan tempat perkuliahan dengan berbagai macam fasilitas teknologi dan laboratorium mutakhir, turut memperkuat reputasi Unhas sebagai kampus kelas dunia (World Class University), sekaligus mengukuhkan posisi Unhas sebagai salah satu universitas negeri terbaik di luar Pulau Jawa.

Sejak pemisahan, sekitar 15 tahun yang lalu kegiatan belajar mengajar berjalan lancar apa adanya. Unhas secara konsisten melakukan pengembangan dan peningkatan berbagai fasiltas, sarana dan prasarana pendidikan hingga menghasilkan alumni-alumni yang semakin kompetitif dan berdaya saing. Fasilitas risetnya pun semakin canggih dan modern. Di perjalanan, kurang lebih di tahun ke-7 dan ke-8, berkembang di internal FT, yaitu wacana membangun Institute Teknologi yang terpisah dari induknya (Unhas). Di sinilah letak masalahnya.

Pemisahan FT dari Unhas tidak semudah yang dibayangkan oleh segelintir elit ini. Alur pikirnya sederhana. Mengapa FT yang sudah terintegrasi lahir-batin dengan Unhas begitu saja mau dipisahkan? Kalau berkaitan dengan prospek dan kebutuhan pasar tenaga kerja, mengapa tidak membuat proposal untuk mendirikan FT yang baru ke pemerintah? Bukankah penggabungan dua atau beberapa institusi pendidikan justru akan meningkatkan daya saing dan memperkuat positioning institusi yang bersangkutan?

Dulu sempat beredar sekitar empat nama dari institute yang akan dibentuk; Institute Teknologi Gowa, Institute Teknlogi Karaeng Pattingaloang, Institute Teknologi Makassar, dan institute Teknlogi Jusuf Kalla.

Nama-nama Institute itu menggaung beberapa tahun lalu, namun kemudian tak terdengar lagi. Civitas akademika Unhas pun kembali adem. Dosen dan mahasiswa FT pun tidak lagi dibuat cemas dengan rencana pemisahan dan pergantian nama tempat belajarnya itu.

Potensi Pelanggaran

Menjelang pemilihan Rektor Unhas pengganti Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu, gaung pemisahan FT kembali menggema. Sejumlah kecil elit bersekongkol untuk kembali mengusung ide pemisahan FT kuat dugaan, terdapat vested interest dari Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu yang masih kerabat dekat Jusuf Kalla.

Bahkan ada spekulasi yang menyatakan bahwa Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu terlibat aktif memuluskan pemisahan itu. Rekomendasi Rektor dan MWA yang telah dikirim ke Mendikbud, bisa dipastikan dikeluarkan secara tergesa-gesa tanpa pembahasan dan pertimbangan dari Senat Akademik. Di sinilah terdapat potensi pelanggaran statuta Unhas yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 53 Tahun 2015.

Di bagian Keempat mengenai Senat Akademik (SA), di pasal 32 sangat jelas mengurai tugas dan wewenang dari SA yaitu menyusun dan menetapkan kebijakan akademik mengenai: 1. Kurikulum Program Studi, 2. Persyaratan akademik untuk pembukaan, perubahan dan penutupan Program Studi. Pada poin 2 di atas sangat jelas mengenai kewenangan SA yang diabaikan oleh Rektor karena bersurat mengenai persetujuan pelepasan FT ke Kemendikbud tanpa meminta pertimbangan dari Senat Akademik. Sekadar informasi, apabila FT secara formal terpisah dari induknya, maka Unhas akan kehilangan/menutup sekitar 30 Program Studi.

Ada apa di balik egoisnya Rektor Unhas, menandatangani persetujuan pelepasan FT tanpa pertimbangan dan persetujuan dari SA? Beberapa banyak anggota SA yang merasa tersinggung sekaligus akan menolak pelepasan FT sekiranya Rektor meminta pertimbangan dari SA. Makanya, Rektor langsung by pass dengan meminta persetujuan MWA saja. Itu pun dengan tidak melalui proses yang seharusnya. Dari sumber yang dapat dipercaya menyebutkan bahwa surat persetujuan Rektor yang dikirim ke Menteri tanggalnya sama dengan surat persetujuan dari MWA, tanpa melalui rapat pleno sebagaimana yang harus dilakukan untuk pengambilan keputusan stratejik.

Rektor terpilih Prof Jamaluddin Jompa konon kabarnya tidak pernah dimintai pendapat mengenai rencana pemisahan FT ini. Pernyataannya dipublik tersebar, kalau Prof Jamaluddin Jompa mendukung, tapi perlu proses yang tidak tergesa-gesa dan butuh waktu panjang untuk menganalisis untung ruginya baik bagi Unhas maupun bagi masa depan FT.

Prof Jamaluddin Jompa infonya memberi saran agar membentuk tim independen untuk mengkaji tepat tidaknya melepaskan FT dari Unhas, tetapi pendapatnya tidak diakomodir.

Isu pelepasan itu terus saja bergulir. Hingga tulisan ini diserahkan ke Redaksi, Rektor bahkan mendesak agar anggota MWA melakukan rapat koordinasi untuk mengeluarkan rekomendasi penguatan mengenai pelepasan FT, sebagai salah satu syarat yang diminta oleh Kemendikbud. Jusuf Kalla yang memberi tekanan ke Rektor Unhas agar segala urusan persuratan dirampungkan sebelum pelantikan Prof  Jamaluddin Jompa sebagai Rektor yang baru pada tanggal 27 April mendatang. Mengetahui rencana pelepasan FT dari rahim yang melahirkannya, keluarga besar civitas akademika Unhas sontak bertanya-tanya. Bagaimana bisa langsung sampai ke tahap persetujuan Menteri? Proses apa yang telah dilakukan baik ke internal FT maupun lingkungan Unhas termasuk mahasiswa, pemerintah daerah mengenai rencana pemisahan FT ini?

Saya tertarik menelusuri rencana dibalik itu. Dari pihak akademik Unhas didapati informasi bahwa rupanya terdapat tahapan yang tidak matang dalam perencanaannya.

Semua tahapan dilakukan secara tergesa-gesa. Rencana pemisahan FT bahkan tidak melalui tahapan studi kelayakan yang dilakukan pihak yang independen serta tidak dikonsultasikan ke SA. Hal lain yang patut dipertimbangkan adalah Keputusan Dirjen Dikti perihal pembukaan program studi haruslah memenuhi studi kelayakan, mulai dari animo masyarakat untuk kuliah, prospek kerja lulusan, dan kebutuhan penggunanya terutama dari kalangan pelaku usaha.

Lebih tepatnya harus melibatkan opini kebutuhan masyarakat, pemda dan pelaku usaha. Ini harus dilengkapi. Upaya ini agar ada titik temu antara supply and demand perguruan tinggi dan pihak stakeholders. Dapat dibayangkan bila ada kampus yang berdiri tapi tanpa ada kebutuhan dari masyarakat/kalangan usaha sebagai penggunanya. Lulusannya pasti tidak akan terpakai.

Konsekuensi tragis yang tidak dipikirkan secara matang baik oleh Rektor maupun segelintir elit yang bersiasat melepas FT adalah cita-cita Unhas untuk mencapai rekognisi 500 besar dunia (QS-WUR) dan bertahan di ranking 5 perguruan tingi terbaik di Indonesia akan menjadi sia-sia.

Artinya, upaya yang dilakukan Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu selama dua periode kepemimpinannya akan set back jauh ke belakang. Konsekuensinya, reputasi dan peringkat Unhas baik di level Internasional dan nasional akan anjlok. Reputasi yang merosot akan berpengaruh terhadap hilangnya kebanggaan alumni dan segenap civitas akademika terhadap almamaternya.

Dalam mengambil keputusan strategis, kiranya Rektor Unhas dan MWA mengedepankan rasionalitas, akal sehat dan objektivitas. Keputusan yang tergesa-gesa dan terkesan dipaksakan hanya beberapa hari sebelum Rektor baru dilantik, bukanlah langkah yang bijaksana.

Apabila Rektor dan MWA memaksakan kehendak, maka sejarah akan mencatat bahwa capaian dua periode kepemimpinanya menjadi sia-sia oleh keputusannya yang keliru merekomendasi pemisahan FT dari ibu kandung yang meahirkannya.

Prospek FT

Sejumlah pihak yang menghendaki agar FT lepas dari Unhas beralasan bahwa belum ada Institut Teknologi di kawasan Indonesia Timur. Bila di Jawa ada ITB, ITS, dan IPB, maka di Timur perlu juga ada.

Sayangnya, Parepare terlebih dahulu mendirikan Institute Teknologi Habibie (ITH) yang sejak tahun lalu sudah dapat izin dari Kemendikti dan tahun ini menerima mahasiswa barunya. Dengan beroperasinya ITH di Parepare, maka pemisahan FT dari Unhas menjadi semakin tidak relevan. Kehadiran ITH justru menjadi peluang bagi FT-UH untuk menjadi mitra strategis ITH dalam memasok dosen dan alumninya untuk bersama-sama dengan pemerintah kota Parepare membina dan membesarkan ITH.

Alasan lain, FT dengan menjadi institut akan fokus pada ilmu terapan. Argumentasi ini terkesan mengada-ngada, dan boleh jadi yang menyampaikan ini bukan orang Unhas, apalagi alumni Teknik.

Toh FT sejak dulu di Unhas sudah mengembangkan studi riset dan terapannya. Sebetulnya era sekarang prospek perguruan tinggi mengarah ke universalitas bidang ilmu. Artinya, kampus mulai banyak yang membuka prodi-prodi baru yang diluar core rumpun ilmunya. Seperti ITB dan IPB yang membuka sekolah manajemen bisnis dan ekonomi dan kedokteran dan kedokteran hewan.

Artinya, pilihan FT dalam rumpun Universitas bernama Unhas, sudah ada di jalur yang tepat. Terlebih lagi bila ingat sejarah Unhas, yang mensyaratkan harus membuka semua bidang ilmu, termasuk teknik sebagai syarat pembukaannya.

Selain pertimbangan-pertimbangan di atas, saya kira penting merawat kewarasan kita. Agar kalau saja rencana ini kekeuh dijalankan, maka paling tidak akan dihadapkan beberapa tantangan. Pertama, FT adalah aset unhas sejak awal. Artinya, seluruh sarana dan prasaranan, dosen dan pegawai adalah aset Unhas.

Apabila terjadi pemisahan, implikasi dan konsekuensinya tidaklah sederhana. Status dosen dan pegawai sebagai ASN akan berkaitan langsung dengan Kemenpan-RB, Mendiknas dan Menkeu serta pengalihan asset yang berkaitan dengan Kemenkum-HAM.

Demikian pula kompleksitas proses transfer status mahasiswa, kelangsungan finansial Unhas, hingga prospek peringkat Unhas sebagai perguruan tinggi bereputasi dunia. Untuk yang terakhir ini Unhas terus berjuang agar level kampusnya naik di level nasional maupun internasional.

Isu pemisahan FT ini akan menjadi PR rektor baru ke depan. Alih-alih fokus merealisasikan janjinya, Rektor baru justru akan sibuk mengurusi bengkalaian dari Rektor sebelumnya. Ketimbang berpolemik mengurus pelepasan FT yang sangat berpotensi melanggar statuta Unhas, Rektor baru seharusnya fokus memperjuangkan mutu pengajaran dan pendidikan dosen dan mahasiswanya dengan harapan reputasi akademiknya dikenal dan disegani baik di level nasional maupun di level dunia.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved