Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pemilu 2024

Asa jadi Kuda Hitam Pemilu 2024, Ketua Demokrat Sulsel Tidak Boleh Gaduh

Teka-teki siapa Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Sulawesi Selatan masih belum terjawab.

Penulis: Ari Maryadi | Editor: Sukmawati Ibrahim
ARI MARYADI/TRIBUN TIMUR
Calon Ketua DPD Demokrat Sulsel Ilham Arief Sirajuddin dan Ni'matullah Rahim Bone. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Teka-teki siapa Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Sulawesi Selatan masih belum terjawab.

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) belum memilih antara Ni'matullah Rahim Bone atau Ilham Arief Sirajuddin (IAS).

Hingga Senin (21/3/2022) hari ini, tiga bulan sudah berlalu seusai gelaran Musyawarah Daerah (Musda) IV Partai Demokrat Sulsel Rabu (22/12/2021) lalu.

Spekulasi berkembang, apakah DPP Demokrat bimbang memilih ketua antara Ullah ataukah IAS?

Pengamat politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Dr Sukri Tamma menilai, ada dua pertimbangan DPP bimbang memilih ketua.

Pertama, Ketua DPD Demokrat Sulsel diharapkan sejalan dengan visi DPP dan bisa memaksimalkan kebijakan partai. Apalagi AHY ingin partai segitiga mercy jadi kuda hitam pada pemilu 2024.

Sulsel adalah salah satu barometer politik yang diperebutkan banyak partai. Sehingga calon Ketua DPD Demokrat Sulsel harus betul-betul bisa memaksimalkan kebijakan partai.

Kedua Ketua Demokrat Sulsel pilihan AHY tidak menimbulkan gejolak di internal partai. 

Mengacu pada hasil musda, IAS meraih 16 suara dukungan DPC, sementara Ullah meraih 8 dukungan DPC ditambah satu suara DPD.

"Saya kira dua hal ini dipertimbangkan DPP Partai Demokrat," kata Sukri saat dihubungi wartawan Senin (21/3/2022).

Sukri menilai, pertama DPD harus bersinergi dengan DPP. Apalagi ini Sulsel salah satu barometer politik yang diperebutkan banyak partai. Sehingga partai politik merasa harus pastikan orang memimpin DPD adalah orang-orang sejalan dan bisa memaksimalkan kebijakan partai.

Situasi ini di satu sisi ada aspek potensi bergejolak di intenral partai. Selain pastikan orang yang cocok kebijakan DPP, jadi harus juga pastikan tidak ada gejolak partai.

Bagi Sukri, kalau DPP tidak ingin menimbulkan pertanyaan dan kegaduhan, maka harus mengakomodir keinginan mayoritas DPC. Yaitu memilih IAS yang meraih 16 suara.

Pilihan ini bisa mencegah gejolak di internal kader.

"Tapi kalau DPP pilih sebaliknya, maka harus ada rasionalisasi lebih jauh, kenapa tidak ikuti kecenderungan internal kader. Jadi kalau memilih ketua yang didukung 8 suara (DPC), harus diikuti penjelasan rasional, harus pastikan betul," katanya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved