Sutera Bugis
Ternyata Filosofi Sutera Bugis Ada pada Warnanya Bukan Motif, Jingga Dipakai Janda
Kain sutera Bugis dapat dikategorikan sebagai produk kerajinan tenun khas Sulsel yang memiliki corak dan warna yang khas.
TRIBUN-TIMUR.COM - Indonesia kaya akan ragam seni dan budayanya.
Salah satu yang terkenal adalah kain tradisional.
Tiap daerah punya kain tradisional khas. Termasuk Sulawesi Selatan (Sulsel).
Baca juga: Dari Ulat Jadi Kain yang Indah, Inilah Sutera Sengkang, Diminati Pasar Lokal hingga Mancanegara
Baca juga: Mengenal Kain Sutra atau Lipa Sabbe Khas Wajo Kini Disenangi Turis, Menenun Kebiasaan di Sengkang
Di Sulsel, kain sutera Bugis sangat terkenal.
Kain sutera Bugis dapat dikategorikan sebagai produk kerajinan tenun khas Sulsel yang memiliki corak dan warna yang khas.
Sebagai kain tradisional, sarung sutera Bugis tidak pernah lepas dari fungsi sebagai pelengkap kebutuhan budaya.
Untuk wanita paling umum sarung sutera ini dipadukan dengan baju bodo, baju khas Sulsel.
Sementara untuk laki-laki dipadukan dengan jas tutu.
Daerah Sengkang, Kabupaten Wajo dikenal sebagai sentra sutera Bugis.
Konon, kegiatan produksi kain sutera ini sudah dilakukan secara turun temurun, baik dilakukan sebagai usaha sampingan maupun dikelola dalam skala industri.
Baca juga: BNI Dukung Pengrajin Kain Sutra Sengkang
Baca juga: Ahmadi Puji Peran Andi Etti Kembalikan Kejayaan Sutera Soppeng
Sutera Bugis kerap jadi incaran wisatawan sebagai buah tangan.
Namun, biasanya kain sutera Sengkang dibeli berdasarkan konsep motif dan warna tanpa mengetahui makna yang terkandung dalam motif kain sutera tersebut.
Faktanya, di balik warna ada filosofi tersendiri. Apakah itu?
Seperti diketahui, berbeda dengan kain tradisional Indonesia lainnya, filosofi sebenarnya kain sutera Bugis bukan terletak pada ragam hias atau motifnya.
Nyatanya, filosofi kain sutera Bugis terletak pada warnanya.
Dikutip dari berbagai sumber, secara umum ada lima kategori warna yang memiliki arti berbeda-beda.
1. Warna Merah atau hijau
Diperuntukkan bagi kaum ningrat atau bangsawan.
2. Warna muda atau lembut.
Warna lembut ini bisa seperti merah muda atau hijau muda.
Ini menandakan bahwa pemakaianya adalah seorang gadis remaja.
3. Warna hitam
Hanya dipakai para orang tua maupun wanita yang sudah berkeluarga.
4. Warna putih
Digunakan oleh inang pengasuh yang berada di lingkungan kerajaan.
5. Warna cerah
Seperti Jingga menandakan bahwa pemakainya adalah seorang janda.
Sengkang Sentra Penghasil Sutera
Kota Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil kain sutera terbesar di Indonesia.
Di sini tempatnya produk tenun sutera bukan mesin dihasilkan.
Motifnya yang khas membuat Sutera Sengkang diminati, tak hanya pasar lokal tapi juga mancanegara.
Sengkang adalah ibu kota Kabupaten Wajo yang berjarak sekitar 190 kilometer dari Kota Makassar.
Wajo berbatasan langsung dengan Teluk Bonepunya.
Daerah ini memiliki industri tenun sutera, mulai dari hulu hingga hilir.
Dari petani ulat sutera hingga perajin tenun sutera.

Di Sengkang, tepatnya di Desa Pakanna, Kecamatan Tanasitolo dikenal sebagai kampung penenun.
Di kampung ini, ulat 'disulap' jadi kain yang indah.
Tak heran jika berkunjung di Desa Pakanna Sengkang, pengunjung disambung dengan dengan suara khas alat tenun.
Berdetak-detak begitu keras.
Kain tenun inilah yang dikenal dengan nama kain tenun Sengkang yang menjadi salah satu buah tangan jika berkunjung ke Provinsi Sulawesi Selatan.
Kain tenun Sengkang ini memiliki motif yang khas antara lain cobo, makkalu, balo tettong, dan balo renni.
Ada pula motif serupa ukiran Toraja dan aksara Bugis.
Beraneka motif itu dirangkai benang sutera dengan warna menyala, seperti oranye dan kuning.
Tapi, tenun sengkang masih mengandalkan kelihaian tangan.
Dari tenunan itu bisa lahir tiga macam tenun, yakni ikat, polos, dan variasi.
Tenun sutera polos tidak bermotif, hanya bermain di satu warna benang.
Sedangkan tenun ikat memakai dua hingga tiga warna benang yang disatukan.
Sedangkan tenun variasi adalah perpaduan ikat dan polos.(*)