Pemkot Makassar Kehilangan Aset
Aset Pemkot Hilang, Sekolah di Pajjaiang Sudiang Makassar Digugat dan Dimenangkan Oknum, Kok Bisa?
Danny Pomanto mengatakan, lahan tersebut telah lama digugat, setelah dua tahun meninggalkan Pemkot Makassar.
Penulis: Siti Aminah | Editor: Muhammad Fadhly Ali
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pemerintah Kota Makassar lagi-lagi kehilangan aset.
Lahan sekolah yang berada di kompeks Pajjaiang Sudiang Kecamatan Biringkanaya, Makassar telah hilang karena kalah di pengadilan.
Hal itu disampaikan oleh Wali Kota Makassar Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto.
Danny Pomanto mengatakan, lahan tersebut telah lama digugat, setelah dua tahun meninggalkan Pemkot Makassar.
"Alasan kalahnya belum tahu pasti. tidak jelas, itu kan digugat setelah saya berhenti," beber Danny, Selasa (1/2/2022).
Untuk menangani masalah aset, pihaknya membentuk tim pemburu aset bersama dengan kepolisian dan kejaksaan.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanahan Kota Makassar, Akhmad Namsum mengaku belum mengecek dan memastikan hal tersebut di bagian hukum.
Ia mengaku, kasus ini sudah lama bergulir. Hilangnya aset Pemkot menjadi pelajaran bahwa pemerintah harus memperkuat dan mempermantap koordinasi guna mempertahankan aset dan lahan milik pemerintah.
Ia pun berharap penuh kepada Bidang Aset BPKAD Pemkot Makassar untuk lebih mencermati pencatatannya.
"Kalau hanya dicatat tidak ada alas haknya maka ini yang harus dikeroyok agar punya kekuatan alas hak," tegasnya.
Di samping itu, peranan Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga penting.
Ia mengaku telah melakukan koordinasi dengan BPN agar sesegera mungkin mengamankan aset yang hadi intaian mafia.
"Karena kalau hanya pencatatan maka lemah. Yang tidak punya dasar kita segera menelusuri apapun caranya," paparnya.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 30 sekolah dasar di Kota Makassar terancam lepas karena tak punya alas hak.
Aset Pemkot Makassar yang merupakan hibah dari orang-orang di masa lalu hanya sekadar di catat tanpa ditelusuri asal muasalnya.
Sehingga itu berpotensi besar digugat oleh oknum tertentu yang punya hubungan keluarga dengan pihak yang menghibahkan.
"Kan dahulu banyak yang menghibahkan lahannya maupun bangunannya untuk pembangunan, seperti sekolah contohnya ada kesepakatan dengan pemerintah, misalnya keluarganya dijadikan bujang sekolah, bermacam-macam lah," sebut Akhmad Namsum,.
"Ternyata di kemudian hari setelah berjalan sekitar 30-40 tahun, cucu kesekiannya ini yang punya menuntut. Nah solusinya gimana? Ini kan karena hanya dicatat oleh bidang aset. Tidak ada sertifikatnya," sambungnya.
Seharusnya kata Akhmad Namsum, bidang aset tak berdiam diri melihat masalah tersebut.
Harusnya ada tindak lanjut untuk mengeksekusi dengan cara menelusuri keluarga pemberi hibah sekaligus menelusuri saksi dari penyerahan lahan yang dilakukan bersangkutan kepada pemerintah.
"Tugasnya pemerintah di bidang masing-masing, bidang aset dulu yang bekerja untuk mensertifikatkan ini. Tapi ini bidang aset harus menelusuri kenapa bisa tercatat. SD Inpres apa namanya," tegasnya.
Setidaknya ada dua orang saksi yang harus di cari.
Jika tak bisa menemukan, maka opsi lainnya adalah mendatangi pemerintah setempat, baik lurah maupun desa untuk membuat sporadik.
"Ini sekolah kita banyak begini. Persis yang dicontohkan menteri agraria. Jadi semua, riwayat aset ada. Tugasnya siapa untuk mencari yah bidang aset," tuturnya.
Jika riwayatnya telah diidentifikasi, barulah hal tersebut dikoordinasikan dengan OPD teknis, dalam hal ini dinas Pertanahan.
"Kalau sudah ada riwayatnya maka koordinasikan dengan OPD teknis untuk ditindaklanjuti sebagai penguatan daripada alas haknya. Inilah dasar kita untuk mensertifikatkan," tuturnya.(Tribun-Timur.com)