Tatang Koswara
Kisah Tatang Koswara, Sniper Terbaik Indonesia yang Mampu Menembak Tepat di Jarak 900 Meter
Dilansir dari Intisari, sebagai seorang sniper, kehidupan Tatang Koswara sangat dekat dengan senjata.
TRIBUN-TIMUR.COM - Indonesia pernah memiliki seorang sniper terbaik yang diakui dunia. Bahkan, ia masuk dalam daftar 14 besar Sniper's Roll of Honour.
Sniper tersebut bernama Tatang Koswara.
Dilansir dari Intisari, sebagai seorang sniper, kehidupan Tatang Koswara sangat dekat dengan senjata.
Nasib berkata lain. Pada 1967, Tatang disuruh ibunya mengantar sang adik untuk mendaftar anggota TNI.
Saat melakukan tes, dia bertemu dengan sejumlah perwira Dandim di Banten yang mengenalnya. Tatang pun ditanya kenapa tidak ikut daftar.
"Saya kenal dengan perwira Dandim karena sebelumnya juara sepak bola. Karena juara sepak bola itu juga dan beberapa prestasi lainnya, saya diminta para perwira Dandim untuk daftar jadi anggota TNI," ujar Tatang Koswara.
Adapun Tatang Koswara saat itu sempat bingung. Hingga keesokan harinya, dia menyiapkan semua persyaratan dan mendaftarkan diri lewat jalur tamtama.
Tahun 1974-1975, Tatang bersama tujuh rekannya terpilih masuk program mobile training teams (MTT) yang dipimpin pelatih dari Green Berets Amerika Serikat, Kapten Conway.
Prajurit Green Beret, atau dikenal dengan prajurit “Baret hijau”, merupakan unit tempur yang siap untuk segala jenis peperangan inkonvensional dan misi-misi rahasia.
Dikenal sebagai United States Army Special Operations Command (USASOC)
"Tahun itu, Indonesia belum memiliki antiteror dan sniper. Muncullah ide dari perwira TNI untuk melatih jagoan tembak dari empat kesatuan, yakni Kopassus (AD), Marinir (AL), Paskhas (AU), dan Brimob (Polri). Namun, sebagai langkah awal, akhirnya hanya diikuti TNI AD," imbuhnya.
Dalam praktiknya, Kopassus kesulitan memenuhi kuota yang ada.
Setelah seleksi fisik dan kemampuan, dari kebutuhan 60 orang, Kopassus hanya mampu memenuhi 50 kursi.
Adapun Tatang Koswara dan tujuh temannya pun dilibatkan menjadi peserta.
Dia dan 59 anggota TNI AD dilatih Kapten Conway sekitar dua tahun.
Mereka dilatih menembak jitu pada jarak 300, 600, dan 900 meter.
Tak hanya itu, mereka juga dilatih bertempur melawan penyusup, sniper, kamuflase, melacak jejak, dan menghilangkannya.
Dari dua tahun masa pelatihan, hanya 17 dari 60 orang yang lulus dan mendapat senjata Winchester model 70.
Dikutip majalah Angkasa dan Shooting Times, Winchester 70 yang disebut Bolt-action Rifle of the Century ini juga digunakan sniper legendaris Marinir AS, Carlos Hathcock, saat perang Vietnam.
Senjata ini memiliki keakuratan sasaran hingga 900 meter.
Senjata dan ilmu yang diperoleh dari pasukan elite Amerika Serikat ini membantu Tatang dalam pertempuran.
Tak lama kemudian, Tatang Koswara ditarik Kolonel Edi Sudrajat, Komandan Pusat Pendidikan Infanteri (Pusdiktif) Cimahi, menjadi pengawal pribadi sekaligus sniper saat terjun ke medan perang di Timor Timur (1977 – 1978).
Ada dua tugas rahasia yang diemban oleh Tatang Koswara beserta rekannya, Ginting.
Pertama, melumpuhkan empat kekuatan musuh, yaitu sniper, komandan, pemegang radio, dan anggota pembawa senjata otomatis.
Kedua, menjadi intelijen. Intinya masuk ke jantung pertahanan, melihat kondisi medan, dan melaporkannya ke atasan yang menyusun strategi perang.
Bahkan, ada kalanya sniper ditugaskan untuk mengacaukan pertahanan lawan untuk mengurangi jatuhnya korban.
"Lawan kita itu Pasukan Fretilin yang tahu persis medan di Timtim. Mereka pun punya kemampuan gerilya yang hebat, makanya Indonesia menurunkan sniper untuk mengurangi jumlah korban," ujar Tatang Koswara.
Selamat Karena Merah Putih
Dilansir dari Kompas.com, suatu ketika, Tatang Koswara ditugaskan masuk ke jantung pertahanan lawan.
Tanpa disadari, Tatang Koswara berada di tengah kepungan lawan.
Ada 30 orang bersenjata lengkap di sekelilingnya. Tatang Koswara terperangkap dan tak bisa bergerak sama sekali.
Dalam pikirannya hanya ada satu bayangan, kematian. Namun, sebelum mati, ia harus membunuh komandannya terlebih dahulu.
"Posisi komandannya sudah saya kunci dari pukul 10.00 WIB. Tapi, saya juga ingin selamat, makanya saya menunggu saat yang tepat. Hingga pukul 17.00 WIB, komandan itu pergi ke bawah dan saya tembak kepalanya," tuturnya.
Namun, ternyata di bawah jumlah pasukan tak kalah banyak. Tatang Koswara dihujani peluru dan terkena dua pantulan peluru yang sebelumnya mengenai pohon.
"Darah mengalir deras hingga sudah sangat lengket. Tapi, saya tidak bergerak karena itu akan memicu lawan menembakkan senjatanya," ucapnya.
Adpaun Tatang Koswara baru bisa bergerak malam hari. Ia mencoba mengikatkan tali bambu di kakinya dan dengan bantuan gunting kuku, dia mencongkel dua peluru yang bersarang di betisnya.
Namun, darah tak juga berhenti mengalir.
Ia pun melepas syal merah putih tempat menyimpan foto keluarga. Sambil berdoa, dia mengikatkan syal tersebut di kakinya.
"Saya memiliki prinsip, hidup mati bersama keluarga, minimal foto keluarga. Saya pun berdoa diberi keselamatan agar bisa melihat anak keempat saya yang masih dalam kandungan, lalu mengikatkan syal merah putih. Ternyata, darah berhenti mengalir. Merah putih menjadi penolong saya," ungkapnya.
Selama empat kali masuk ke medan perang, Tatang Koswara mengatakan, pelurunya telah membunuh 80 orang.
Bahkan, dalam aksi pertamanya dari 50 peluru, 49 peluru berhasil menghujam musuh.
Satu peluru sengaja disisakannya. Ini untuk memenuhi prinsip seorang sniper yang pantang menyerah.
Sebagai seorang sniper, dalam keadaan terdesak dia akan membunuh dirinya sendiri dengan satu peluru tersebut.
Tatang didaulat menjadi salah satu sniper terbaik dunia, seperti dituliskan dalam buku yang ditulis Brookesmith itu.
Ia mencetak rekor 41 di bawah Philip G Morgan (5 TH SFG (A) MACV-SOG) dengan rekor 53 dan Tom Ferran (USMC) dengan rekor 41.
Tatang memperoleh rekor tersebut dalam perang di Timor Timur pada 1977-1978.
Momen Terakhir Tatang Koswara
Tatang Koswara meninggal karena serangan jantung, Selasa (3/3/2014), sekitar pukul 20.00 WIB.
Istri almarhum, Tati Hayati, mengatakan, suaminya memiliki riwayat penyakit jantung.
Almarhum pernah dioperasi pemasangan ring di jantungnya.
"Menurut dokter, bapak meninggal terkena serangan jantung," ujar Tati di rumah duka, di daerah Komplek TNI AL, Cibaduyut, Bandung, Rabu (4/3/2015).
Tati mengatakan, kegiatan suaminya sebulan terakhir lebih padat dari biasanya.
Tamu silih berganti datang, di antaranya wawancara dengan berbagai media massa.
"Bapak kecapean sekaligus begitu bahagia kayaknya, jadi penyakit jantungnya kambuh," ucap Tati.
Dari cerita Tati, Tatang bertolak dari Bandung menuju Jakarta pada Selasa (3/3/2014) pagi.
Sesampainya di Jakarta, Tatang mengunjungi Mabes TNI AD dilanjutkan wawancara. Seusai itu, almarhum ke hotel untuk istirahat dan persiapan live di Hitam Putih.
"Jam 17.00, bapak masih mencari makan sendiri. Setelah itu kami pergi ke Trans 7 untuk acara Hitam Putih," imbuhnya.
Saat diwawancara Dedi Corbuzier, Tatang sudah menunjukkan perbedaan.
Nafas almarhum terlihat tersenggal dan kata-katanya kadang terbata. Namun, keluarga tidak menaruh curiga.
"Beres segmen pertama ada istirahat sholat Maghrib. Bapak diajak ngobrol Dedi dan anak kami yang bungsu mengingatkan Bapak untuk meminum obat," ucapnya.
Tatang menunjukkan obat yang diminum ke anak bungsunya. Tak lama berselang, Tatang sesak nafas dan pingsan. Dalam perjalanan ke rumah sakit, Tatang meninggal.
Almarhum meninggalkan istri dan empat orang anak.
Dalam wasiatnya Tatang menolak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Padalarang.
"Bapak dapat jatah di Taman Makan Pahlawan Padalarang. Tapi kasihan kejauhan, jadinya dimakamkan di TPU terdekat saja," tutupnya.
Anak tak tahu kalau ayahnya sniper terbaik dunia
Tubagus Abdi Yudha (39), anak ketiga almarhum Peltu (Purn) Tatang Koswara tak menyangka jika ayahnya merupakan salah seorang sniper terbaik di dunia.
Sang ayah diakui Yudha baru menceritakan pengalaman hidupnya menjelang akhir hayatnya. Selama puluhan tahun ayahnya menyimpan rahasia bertugas menjadi seorang sniper. Yudha pun bangga ayahnya menorehkan sejumlah prestasi semasa menjadi anggota TNI.
"Dulu bapak cuma cerita kalau tugas di TNI. Enggak nyangka kalau punya misi jadi seorang sniper," ujar Yudha di rumah duka usai pemakaman almarhum, Rabu (4/3).
Selama ini Yudha hanya tahu jika ayahnya pernah menjalani beberapa misi perang. Salah satunya di Timor Timur (Timor Leste). Selebihnya, almarhum tak pernah bercerita banyak soal kehidupannya.
"Baru sekarang-sekarang saja tahumya setelah diangkat media. Dari dulu sampai sekarang bapak hanya cerita tugas di kesatuan saja," katanya.