Calon Wagub Sulsel
Pertemuan Satu Jam di Rujab Gubernur Sulsel, Elite PDI Perjuangan & Sudirman Bahas Cawagub?
Pertemuan berlangsung di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel Jalan Jenderal Sudirman Kota Makassar Rabu (8/12/2021) kemarin.
PAN adalah partai politik pengusung utama Prof Andalan kala itu dengan sembilan kursi.
Sementara itu, PKS dan PDIP masing-masing enam dan lima kursi.
Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Makassar Andi Luhur Priyanto menilai sejumlah nama yang dinilai layak seperti Ashabul Kahfi, Usman Lonta, Irfan AB maupun Andi Yusran Paris dari PAN.
Dari PKS, Luhur menyebut nama Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Muh Amri Arsyid, ketua fraksi Sri Rahmi, maupun Wakil Ketua DPRD Sulsel Muzayyin Arif.
Dari PDIP, Luhur menyebut nama seperti Andi Ridwan Wittiri, Rudy Pieter Goni serta Andi Ansyari Mangkona.
Namun Luhur mengatakan ketua-ketua partai punya previlege atau keistimewaan pertama sekali, untuk mengakses peluang politik tersebut.
Seperti Ketua PAN Sulsel Ashabul Kahfi, Ketua PDIP Sulsel Andi Ridwan Wittiri, serta Ketua PKS Sulsel Amri Arsyid.
"Tapi bisa juga mereka memberi kesempatan pada kader atau figur lain. Figur yang lahir dari konsensus internal dan bersyarat bisa mengamankan dukungan di DPRD Sulsel," katanya.
Luhur mengatakan, pengusulan calon wagub baru bisa dilakukan jika Plt Gubernur Andi Sudirman Sulaiman telah didefenitifkan jabatannya.
Hal itu pun baru bisa terjadi jika status Gubernur nonaktif Nurdin Abdullah sudah berhalangan tetap, dari proses hukum yang dijalani.
"Soal siapa kader atau tokoh dari partai apa yang potensial mengisi jabatan Wagub, tergantung konsensus di partai koalisi," kata Luhur.
"Fatsoen politiknya adalah pemilihan figur cawagub tetap mempertahankan formasi dan komposisi partai pendukung gubernur dan Wagub," sambung Luhur.
Pada Pilgub Sulsel 2018 lalu, PAN mengontrol 9 kursi parlemen Sulsel, PKS 6 kursi, dan PDIP 5 kursi.
Luhur menilai, selama ini status kekaderan Nurdin Abdullah di PDIP tidak pernah dideklarasikan secara terbuka.
Menurutnya, sikap politik Nurdin Abdullah juga tidak selalu sejalan dengan pilihan PDIP.