Khazanah Tionghoa
Mengenang 100 Tahun Bhiksu Jinanago, Mati Suri Tahun 1970
Selain mendirikan cetya Sthanaga. Suhu Lim juga tercatat pimpinan ritual di Vihara Girinaga yang telah berdiri sejak tahun 1950an.
Oleh: Moeh David Arianto
Budayawan Tionghoa
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Inilah sekelumit riwayat Bhiksu Jinanago, Mahasthavira atau akrab disapa Suhu Liem, yang merupakan pendiri Cetya Sthanaga di Jalan Nuri, Makassar.
Menurut Erick, tepat pada hari Senin, 22 November 2021, genap 100 tahun usianya andai beliau masih hidup.
Suhu Liem atau Bhiksu Jinanago terlahir di Makassar, 22 November 1921, dan wafat di Slangor pada 5 April 1999.
Suhu Liem adalah pimpinan Sangha Agung Wilayah Timur Indonesia.

Selain mendirikan Cetya Sthanaga, Suhu Liem juga tercatat pimpinan ritual di Vihara Girinaga yang telah berdiri sejak tahun 1950an.
Diketahui, Vihara Girinaga dulunya terkenal sebagai sebutan San Kao atau Tridharma atau tiga aliran kepercayaan di dalam.
Masing-masing aliran Buddha Theravadha, Buddha Mahayana dan Kwankong.
Pada tahun kisaran 1970an masyarakat penganut Buddha Mahayana heboh.
Saat itu, Suhu Liem atau Bhiksu Jinanago menjalankan meditasi di Cetya Shanaga di depan altar Dewi Kwan Im.
Tiba-tiba Bhiksu Jinanago tak sadarkan diri.
Kejadian tersebut berlangsung beberapa hari.
Saat itu keluarga sudah memeriksa denyut nadinya.
Keluarga dan kerabat sudah menyakin bahwa Suhu Liem atau Bhiksu Jinanago sudah wafat.
Tapi setelah beberapa hari, Suhu Liem siuman lagi.
Suhu Liem termasuk tokoh pertama yang membawa ajaran Buddha Mahayana berbasis Dewi Kwan Im di Makassar.
Inilah kenangan sang cucu, Erick, pada tepat 100 tahunnya Suhu Liem kepada penulis.(*)