Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Nadiem Makarim Tebar Ancaman soal Permendikbudristek Nomor 30 2021, Kampus di Makassar Harus Waspada

Bentuk kekerasan seksual sesuai Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, tindakan yang masuk dalam kategori tindak kekerasan seksual bisa berupa:

Editor: Edi Sumardi
DOK DISDIK JABAR
Mendikbudristek, Nadiem Makarim 

TRIBUN-TIMUR.COM - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI atau Mendikbudristek, Nadiem Makarim menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI atau Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.

Aturan ini dinilai sangat progresif dalam hal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang berperspektif korban.

Mengapa, karena alah satunya karena mengatur soal consent atau persetujuan.

Pegiat hak asasi manusia (HAM), Nisrina Nadhifah (27), belum ada peraturan yang memiliki aspek pencegahan dan penanganan yang berpihak pada korban.

"Bahkan sangat spesifik ada pasal yang menyebutkan bahwa definisi kekerasan seksual itu adalah ketiadaan consent atau ketiadaan persetujuan dari kedua belah pihak," kata Nisrina.

Bentuk kekerasan seksual

Bentuk kekerasan seksual sesuai Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, tindakan yang masuk dalam kategori tindak kekerasan seksual bisa berupa:

1. Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban.

2. Memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban.

3. Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban.

4. Menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman.

5. Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban.

6. Mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.

7. Mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.

8. Menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.

9. Mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi. 

10. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban.

11. Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual.

12. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban.

13. Membuka pakaian Korban tanpa persetujuan korban.

14. Memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual.

15. Mempraktikkan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual.

16. Melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi. 

17. Melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin.

18. Memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi.

19. Memaksa atau memperdayai korban untuk hamil.

20. Membiarkan terjadinya kekerasan seksual dengan sengaja.

21. Melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya.

Ancaman buat kampus

Nadiem Makarim meminta seluruh kampus mematuhi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.

Bagi yang melanggar, bersiaplah untuk mendapatkan sanksi.

Nadiem Makarim mengatakan, sanksi yang akan diterima kampus yang tak melaksanakan mulai dari sanksi keuangan hingga sanksi akreditasi.

"Sanksi untuk perguruan tingginya, sanksi administratif kalau tidak melakukan proses PPKS ini sesuai dengan Permen ini, ada berbagai macam sanksi. Dari keuangan sampai akreditasi," kata Nadiem Makarim dikutip dari YouTube Kemendikbud RI, Jumat (12/11/2021).

Sanksi diperlukan agar kampus dan perguruan tinggi di Indonesia sadar dengan keseriusan pemerintah dalam menangani kekerasan seksual.

"Kalau tidak melakukan ini. Banyak kampus tidak akan merasakan urgensi daripada dan keseriusan pemerintah untuk menangani kekerasan seksual," lanjut Nadiem Makarim.

Sanksi 

Terkait sanksi ini sebenarnya terekam dalam Pasal 19 Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021.

Pasal tersebut berbunyi perguruan tinggi yang tidak melakukan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dikenai sanksi administratif berupa.

a) penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana untuk Perguruan Tinggi; dan/atau

b) penurunan tingkat akreditasi untuk Perguruan Tinggi

Permendikbud Ristek ini merupakan langkah pemerintah untuk menghadirkan rasa aman bagi seluruh sivitas akademika kampus di Indonesia.

Nadiem Makarim menyebut bahea kekerasan seksual di lingkungan kampus telah menjadi momok bahaya.

Dia mengatakan bahwa kondisi ini adalah situasi darurat bahkan gawat darurat.

 "Kita dalam situasi darurat. Bisa dibilang situasi gawat darurat. Jadi kita ini dalam fenomena gunung es, yang kalau tinggal kita garuk-garuk sedikit saja, fenomena kekerasan seksual ini di semua kampus sudah ada," kata Nadiem Makarim.

Terlebih penyusunan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 ini berfokus pada perlindungan korban pelecehan seksual.

Dia meminta masyarakat untuk mengerti urgensi peraturan ini.

"Fokus daripada Permen ini adalah korban, korban, dan korban. Ini mohon dimengerti bagi banyak masyarakat. Kita melihat ini semua daripada perspektif korban," ujar dia.(*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved