Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

HUT ke 414 Makassar

Pakai Baju Adat, Rudianto Lallo Bacakan Sejarah Kota Makassar

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar Rudianto Lallo tampil energik di HUT ke-414 Makassar.

Penulis: Siti Aminah | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM/MUHAMMAD ABDIWAN
Ketua DPRD Makassar Rudianto Lallo tampil di panggung HUT City of Makassar Anjungan Pantai Losari membacakan sejarah berdirinya Kota Makassar, Selasa (9/11/2021). 

Pada zaman itu jumlah penduduk Amsterdam, yang termasuk kota kosmopolitan dan multikultural baru mencapai sekitar 60.000 orang.

Perkembangan bandar Makassar yang demikian pesat itu, berkat hubungannya dengan perubahan-perubahan pada tatanan perdagangan internasional masa itu. 

Pusat utama jaringan perdagangan di Malaka, ditaklukkan oleh Portugal pada tahun 1511, demikian juga di Jawa Utara semakin berkurang mengikuti kekalahan armada lautnya di tangan Portugal dan pengkotakkotakan dengan kerajaan Mataram. Bahkan ketika Malaka diambil alih oleh Kompeni Dagang Belanda (VOC) pada tahun 1641, banyak pedagang Portugis ikut pindah ke Makassar.

Sampai pada pertengahan abad ke-17, Makassar berupaya merentangkan kekuasaannya ke sebagian besar Indonesia Timur dengan menaklukkan Pulau Selayar dan sekitarnya, kerajaan-kerajaan Wolio di Buton, Bima di Sumbawa, Banggai dan Gorontalo di Sulawesi bagian Timur dan Utara serta mengadakan perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Seram dan pulau-pulau lain di Maluku. 

Secara Internasional, sebagai salah satu bagian penting dalam dunia Islam, Sultan Makassar menjalin hubungan perdagangan dan diplomatik yang erat dengan kerajaan-kerajaan Banten dan Aceh di Indonesia Barat, Golconda di India dan Kekaisaran Otoman di Timur Tengah.

Hubungan Makassar dengan dunia Islam diawali dengan kehadiran Abdul Ma’mur Khatib Tunggal atau Dato’ Ri Bandang yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat yang tiba di Tallo (sekarang Makassar) pada bulan September 1605. Beliau mengislamkan Raja Gowa ke-XIV I-MANGNGARANGI DAENG MANRABIA dengan gelar SULTAN ALAUDDIN (memerintah Tahun 1593-1639), dan dengan Mangkubumi I-MALLINGKAANG DAENG MANYONRI KARAENG KATANGKA yang juga sebagai Raja Tallo. 

Kedua raja ini, yang mulai memeluk Agama Islam di Sulawesi Selatan. Pada tanggal 9 Nopember 1607, tepatnya hari Jum’at, diadakan shalat Jum’at pertama di Mesjid Tallo dan dinyatakan secara resmi bahwa penduduk Kerajaan Gowa-Tallo telah memeluk Agama Islam, pada waktu bersamaan pula, diadakan shalat Jum’at di Mesjid Mangallekana di Somba Opu. 

Tanggal inilah yang selanjutnya diperingati sebagai Hari Jadi Kota Makassar sejak Tahun 2000, yang sebelumnya hari jadi kota Makassar diperingati pada tanggal 1 April setiap tahunnya. 

Para ningrat Makassar dan rakyatnya dengan giat ikut dalam jaringan perdagangan internasional, dan interaksi dengan komunitas kota yang kosmopolitan itu menyebabkan sebuah “creative renaissance” yang menjadikan Bandar Makassar sebagai salah satu pusat ilmu pengetahuan terdepan pada zamannya. 

Koleksi buku dan peta, zaman itu masih langka di Eropa namun di Makassar sudah banyak terkumpul. 

Makassar merupakan salah satu perpustakaan ilmiah terbesar di dunia, dan para sultan tak segan-segan memesan barang-barang paling mutakhir dari seluruh pelosok bumi, termasuk bola dunia dan teropong terbesar pada waktunya, yang dipesan secara khusus dari Eropa. 

Ambisi para pemimpin Kerajaan Gowa-Tallo untuk semakin memperluas wilayah kekuasaan serta persaingan Bandar Makassar dengan Kompeni Dagang Belanda (VOC) berakhir dengan perang paling dahsyat dan sengit yang pernah dijalankan Kompeni. 

Pasukan Bugis, Belanda dan sekutunya dari Ternate, Buton dan Maluku memerlukan tiga tahun operasi militer di seluruh kawasan Indonesia Timur. Baru pada Tahun 1669, akhirnya dapat merata-tanahkan kota Makassar dan benteng terbesarnya, Somba Opu. 

Bagi Sulawesi Selatan, kejatuhan Makassar di tangan federasi itu merupakan sebuah titik balik yang berarti bahwa Bandar Niaga Makassar menjadi wilayah kekuasaan VOC, dan beberapa pasal perjanjian perdamaian membatasi dengan ketat kegiatan pelayaran antar-pulau Gowa-Tallo dan sekutunya. 

Pelabuhan Makassar ditutup bagi pedagang asing, sehingga komunitas saudagar hijrah ke pelabuhan-pelabuhan lain. 

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved