Bitcoin Haram
Habis Mesir dan MUI, Nahdlatul Ulama Haramkan Mata Uang Kripto atau Bitcoin, Bagaimana Muhammadiyah?
PWNU Jawa Timur juga mengeluarkan fatwa haram bagi Cryptocurrency atau mata uang kripto lainnya.
TRIBUN-TIMUR.COM- Bitcoin haram! Itulah fatwa dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur.
Tak hanya Bitcoin, PWNU Jawa Timur juga mengeluarkan fatwa haram bagi Cryptocurrency atau mata uang kripto lainnya.
Hal itu merupakan keputusan forum bahtsul masail NU Jatim, Minggu (24/10) lalu.
Fatwa haram bagi kripto dikonfirmasi oleh Wakil Ketua PWNU Jatim KH Ahmad Fahrur Rozi atau yang akrab disapa Gus Fahrur.
Dalam kajiannya, kripto dianggap lebih banyak memiliki unsur spekulasi dan tidak terukur.
Hal itu, membuat NU Jatim berpendapat bahwa kripto tak bisa jadi instrumen investasi.
Baca juga: Ada Apa? Nomor HP Penyidik Senior KPK Novel Baswedan Dimasukkan di Grup Bitcoin, YLBH: Ini Teror
Dalam bathsul masail yang melibatkan para kiai dan sejumlah ahli hukum Islam itu, disimpulkan bahwa kripto tak memenuhi unsur jual beli, dan justru condong mengandung praktik penipuan dan perjudian.
Sementara itu, Pada tanggal 28 Desember 2017, lembaga fatwa Darul Ifta Al-Azhar Mesir merilis hasil kajian mereka bahwa mata uang kripto Bitcoin berstatus haram secara syariat.
Status haram menurut Darul Ifta muncul karena unsur gharar.
Unsur gharar sendiri adalah istilah fikih yang mengindikasikan adanya keraguan, pertaruhan (spekulasi), dan ketidakjelasan yang mengarah merugikan salah satu pihak.
Satu bulan pasca fatwa Darul Ifta Al-Azhar, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan 11 catatan tentang mata uang kripto Bitcoin.
Di antaranya, MUI menjelaskan bahwa Bitcoin memiliki dua hukum terpisah, yaitu mubah dan haram.
Baca juga: Apa itu Gharar? Bitcoin & Aset Kripto Lainnya Boleh Diperjualbelikan Sepanjang Tidak Terjadi Gharar
Hukum mubah diberlakukan jika Bitcoin digunakan hanya sebagai alat tukar bagi dua pihak yang saling menerima.
Sementara itu hukum haram diberlakukan jika Bitcoin digunakan sebagai investasi.
Respon Muhammadiyah
Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Fahmi Salim menyatakan bahwa di dunia Islam belum ada fatwa khusus yang dapat dijadikan pedoman untuk bersama-sama menyepakati hukum uang kripto.
Tingkat kebaruan yang cukup rumit, menurutnya membuat para ulama sebagian besar tidak tergesa-gesa memberi hukum, termasuk Muhammadiyah.
“Para fuqaha sangat berhati-hati untuk memfatwakannya,” ungkapnya dalam Pengajian Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Ahad (14/2/2021).
Secara pribadi, Fahmi Salim berpendapat bahwa hukum mata uang kripto tergantung pada penggunaannya apakah digunakan untuk kebaikan atau kejahatan.
Baca juga: Siapa Elon Musk? Orang Terkaya di Dunia yang Cuitannya Bikin Harga Bitcoin Ambruk
“Teknologi ‘kripto’ ini sebetulnya adalah bebas nilai. Kalau digunakan untuk melahirkan produk yang haram atau jasa yang haram, maka produknya haram. Kalau digunakan untuk menghasilkan yang halal maka produknya bisa tetap halal,” jelasnya.
Akan tetapi, Ulama muda jebolan Al-Azhar Kairo tersebut cenderung menghindari penggunaan mata uang kripto karena fungsi mata uang kripto belum diakui oleh negara sebagai alat tukar, timbangan ataupun komoditas.
Belum lagi, angka fluktuasi mata uang kripto yang dapat berubah secara tajam dalam waktu singkat.
“Jadi kita jangan ikut latah, ikut-ikutan, belum jelas, lalu karena mungkin sedang tren, lalu merasa nah ini alat investasi yang baru,” himbau Fahmi.
Ia juga berharap Majelis Tarjih dan Tajdid sebagai dapur fatwa Muhammadiyah semakin aktif memberikan kajian dan fatwa pada isu-isu kontemporer.
“Masalah ini menjadi perhatian, kita minta Majelis Tarjih harus menyikapi dan memberikan panduan keagamaan terhadap mata uang kripto ini,” ujarnya.(*)
Baca juga: Apa Itu Mata Uang Kripto? Jadi Tren Dunia, Muncul Lagi Dogecoin yang Siap Melawan Dominasi Bitcoin
Baca juga: Heboh Wanita Bulukumba Dilamar 2 Keping Bitcoin Seharga Rp 1,6 Miliar