Wisata Sulsel
Air Terjun Tappalie Bone Sulsel dan Kisah Tempat Pengobatan Zaman Perang
Air Terjun Tappalie berada di Dusun Saliweng Padange, Desa Pattimpa, Kecamatan Ponre, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Penulis: Kasdar Kasau | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, BONE - Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) memiliki banyak objek wisata alam.
Satu di antaranya adalah wisata alam Air Terjun Tappalie.
Lokasinya berada di Dusun Saliweng Padange, Desa Pattimpa, Kecamatan Ponre, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Sekira 16 kilometer dari Kota Watampone.
Dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Jalan raya dari Bone Kota mulus beraspal.
Dapat ditempuh dengan waktu sekira 30 menit.
Jika Anda hendak ke sungai ini, harus melewati jalan setapak.
Kendaraan roda empat tidak mampu mencapai tepat pada titik wisata.
Sebab jalannya sempit dan tidak mulus.
Sedangkan kendaraan roda dua saja, berpikir dua kali jika memaksa masuk.
Pada musim hujan, kondisi jalan becek dan berlumpur.
Meskipun demikian, pada musim kemarau kendaraan roda dua bisa diajak kompromi, asal bukan matic.
Sangat disarankan jalan kaki menuju ke lokasi ini.
Ada tiga jalan untuk mencapai air Terjun Tappalie.
Di antaranya, dari arah Dusun Kelling, Desa Ajangpulu, Kecamatan Cina ada lorong disamping kiri Masjid Nurul Jihad.
Akses ini paling pertama dijumpai dari arah Bone Kota.
Lalu jalan tani di dekat jembatan sungai Lapra, Dusun Kelling jalan poros Bone-Ponre.
Kemudian di Dusun Saliweng Padange, Desa Pattimpa, Kecamatan Ponre.
Sebenarnya di jalan ketiga inilah jalan resmi menuju ke air Terjun Tappalie.
Sebab memang berada di wilayah Ponre itu sendiri.
Kemudian dari jalan poros masuk ke air Terjun Tappalie sekira 2 kilometer.
Cukup dekat untuk jalan kaki dari poros utama.
Setelah Anda sampai ke wisata yang baru di buka 2017 lalu ini.
Anda akan dimanjakan dengan hutan dan perbukitan hijau.
Belum tersentuh oleh peradaban modern.
Air Terjun Tappalie tingginya sekira 5 meter.
Airnya tidak dalam, masih aman bagi pengunjung yang tidak bisa berenang.
Namun tetap harus diawasi teman yang jago di air.
Satu hal lagi perlu diperhatikan, anak di bawah umur tidak aman ditempat ini.
Selain kondisinya yang terjal, kadang hujan di hulu menyebabkan banjir air bah.
Ada cerita menarik dari tetua di kampung terdekat.
Konon katanya, tempat ini mistis.
Tidak boleh bertingkah sembarang.
"Dulu di situlah tempat berkumpulnya pengobatan, ada juga khusus wanita melahirkan," kata warga setempat.
Pada jaman perang dulu, masyarakat di sana masih tinggal di hutan belantara.
Kemudian di titik inilah sesekali ada pemeriksaan kesehatan dari tentara Indonesia.
Waktu itu berlatar belakang perang gerilya Kahar Muzakkar.
Masyarakat tidak hidup tentram pada jaman transisi ini.
Harta dan barang berharga lainnya seringkali diambil paksa. (*)
Laporan Jurnalis Tribun-Timur.com, Kasdar