Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Wajo

Arkeolog Kritisi Langkah Pemkab Wajo Pasangi Cungkup di Masjid Tua Tosora

Polemik terkait "perlindungan" struktur cagar budaya Masjid Tua Tosora, di Kecamatan Majauleng, Kabupaten Wajo.

Penulis: Hardiansyah Abdi Gunawan | Editor: Suryana Anas
Pemkab Wajo
Rancangan pemasangan cungkup di atas reruntuhan struktur cagar budaya Masjid Tua Tosora, di Kecamatan Majauleng, Kabupaten Wajo. (Sumber Pemkab Wajo) 

TRIBUNWAJO.COM, SENGKANG - Polemik masih terus berlangsung terkait "perlindungan" struktur cagar budaya Masjid Tua Tosora, di Kecamatan Majauleng, Kabupaten Wajo.

Pihak Pemerintah Kabupaten Wajo tetap kekeuh dengan pemasangan cungkup di atas reruntuhan masjid tua yang diperkirakan dibangun pada 1621 M itu.

Praktisi dan pemerhati cagar budaya, Muhammad Ramli pun meminta agar langkah Pemkab Wajo melakukan "perlindungan" dihentikan sementara.

Pasalnya, pemasangan cungkup itu tidak melalui mekanisme tang telah diatur dalam undang-undang.

"Karena Kegiatan mengatapi bagian dari pelindungan salah satu aspek dalam pelestarian, harusnya ada kajian kelayakan atau studi kelayakan, layak secara adminstrasi, layak secara teknis dan layak secara akademis," katanya kepada Tribun Timur, Minggu (17/10/2021).

Tahap kajian kelayakan adalah hal awal yang mesti dilakukan sebelum ke kajian teknis dan dilanjutkan ke kegiatan fisik, seperti pemasangan cungkup.

Muhammad Ramli yang pernah berdinas sebagai Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jambi itu meminta agar kegiatan pemasangan cungkup itu dihentikan sementara sampai ada hasil rekomendasi dari kajian akademis maupun administratif.

"Sebaiknya, dihentikan dulu kemudian dilakukan kajian pelestarian, itu jalan terbaik," katanya.

Jadi, Ramli beranggapan bahwa sebenarnya apa yang dilakukan Pemkab Wajo tidak ada masalah sepanjang ada kajiannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi, akademis dan teknis.

"Sekalipun itu keinginan publik, dan saya pikir masyarakat bisa memahami jika disampaikan mekanismenya," katanya.

Mekanisme yang dimaksud Ramli tertuang dalam pasal 53 dan pasal 77 Undang-undang RI nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Ramli pun mempertanyakan tidak adanya kejelasan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dari Pemerintah Kabupaten Wajo yang mengeluarkan rekomendasi untuk perlindungan situs tua tersebut.

Diketahui, Ramli adalah satu dari anggota Tim Eskavasi Penyelamatan Situs Masjid Tua Tosora pada 1995 silam.

"Kemudian ada penggalian di dalam (kawasan Masjid Tua Tosora) harusnya ada arkeolog yang dampingi, karena waktu kami ekskavasi tahun 1994 ada temuan struktur soko guru, coin, genteng, dan lain-lain," katanya.

Senada dengan itu, Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komda Sulampapua, Yadi Mulyadi pun menyarankan Pemkab Wajo untuk melakukan identifikasi masalah sebelum melakukan pemasangan cungkup di atas kawasan Masjid Tua Tosora.

"Ada baiknya Pemda Wajo dalam hal ini OPD yang menaungi cagar budaya, melaksanakan sosialisasi cagar budaya, sehingga semua pihak khususnya masyarakat Wajo memiliki pemahaman yang benar terkait upaya pelestarian cagar budaya, bukan hanya Tosora saja tetapi juga objek-objek cagar budaya atau yang diduga cagar budaya yang ada di Wajo," katanya.

Dosen Departemen Arkeologi FIB Unhas itu pun menyebutkan, bahwa perlu adanya verifikasi dan klarifikasi dari Pemkab Wajo untuk memastikan apakah kegiatan pemasangan cungkup telah mendapatkan izin dari Bupati Wajo.

"Dalam prosesnya diidentifikasi bentuk pelestarian apa yang dilakukan, karena pelestarian itu meliputi pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan," katanya.

Sebelumnya, Bupati Wajo, Amran Mahmud berdalih bahwa pemasangan cungkup itu telah sesuai dengan aturan yang ada dan sebagai upaya melindungi cagar budaya.

"Itu kan cuma melindungi saja, cagar budaya yang ada di sana (Tosora)," katanya, saat diwawancara Tribun Timur, Rabu (13/10/2021) lalu.

Upaya perlindungan itu kemudian menjadi polemik lantaran tak sesuai dengan SK Bupati Wajo 836/2019 tentang penetapan Masjid Tua Tosora sebagai struktur cagar budaya Kabupaten Wajo.

Poinnya, dalam hal struktur cagar budaya Masjid Tua Tosora sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu, setiap orang dilarang melakukan pelestarian tanpa didasarkan pada hasil studi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara teknis, akademisi, dan administrasi.

Sejauh ini, upaya perlindungan telah berjalan tanpa adanya hasil kajian yang rampung dan menjadi rujukan kegiatan perlindungan, dan hal itu tak ditampik oleh Amran Mahmud.

"Tidak ada yang diganggu, hanya melindungi saja. Kasihan kalai hancur. Apa lagi yang mau dilindungi, habis waktu," katanya.

Menurutnya, upaya perlindungan itu seiring sejalan dengan proses kajian yang ada.

"Sambil berproses juga 2019 ini, karena saya sudah lihat. Bayangkan 2019 sampai sekarang ini belum ada hasilnya, sampai saya selesai tidak ada yang bisa dilihat, habis juga di sana tambah rusak. Makanya sambil kita jalan, melindungi, tanpa tidak ada menggangu sedikit pun, sambil berjalan juga kajian itu," katanya.

Alumni Pascasarjana UIN Alauddin Makassar itu menyebutkan, sumber dana yang digunakan untuk melakukan perlindungan cagar budaya masih bersifat swadaya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved