Ayah Cabuli Putrinya
UPDATE Kasus Dugaan Pemerkosaan di Luwu Timur, Mabes Polri: Ada Peradangan di Alat Vital Korban
Tim Asistensi Mabes Polri menemukan bukti peradangan yang dialami tiga terduga korban pemerkosaan di Luwu Timur.
Adapun Polres Luwu Timur kemudian menyatakan bahwa reportase Project Multatuli itu merupakan hoaks. Pihak kepolisian mengklaim penyelidikan dihentikan karena tidak ditemukan cukup alat bukti.
Kasus Dihentikan Terlalu Cepat
Kepolisian Resor Luwu Timur dianggap tidak berpihak kepada ketiga anak korban dugaan pemerkosaan. Musababnya, penyidik menghentikan kasus tersebut terlalu cepat hanya dua bulan setelah korban melaporkan ke polisi.
“Kasus ini dihentikan sangat awal sekali, prematur selang dua bulan setelah dilaporkan,” kata penasihat hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Rezky Pratiwi, Jumat 8 Oktober 2021.
Menurut dia, polisi tidak menemukan fakta atau petunjuk dalam kasus tersebut lantaran tak memeriksa saksi-saksi dan terlapor.
Bahkan saat korban di assesment dan melaporkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Luwu Timur tidak didampingi pengacara atau pekerja sosial.
Ironisnya, P2TP2A mempertemukan korban dan terlapor, sehingga hasilnya tidak objektif. Prosesnya pun sangat singkat yakni 15 menit, padahal ketentuan dalam proses hukum ada tahapan dan melibatkan lebih dari dua dokter.
“Sayangnya assesment itu yang dipakai penyidik menghentikan penyelidikan dan itu diaminkan Polda Sulsel,” ucap Rezky. “Ada dugaan maladministrasi, semua proses berlangsung sangat cepat,” tambahnya.
Oleh karena itu, kata Rezky, pihaknya mendesak polisi membuka kembali perkara ini. Apalagi, saat pihaknya membawa korban ke psikolog untuk assesment hasilnya sebaliknya.
Terjadi kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh bapaknya, bahkan ada pelaku lain. “Itu seragam semua dikatakan tiga anaknya, paling kecil bisa peragaan juga apa yang dilakukan bapaknya,” ucap Tiwi sapaan Rezky. Polisi juga tidak menindaklanjuti surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan.
Saat ini pihaknya sedang berupaya agar kasus dibuka kembali dan menyeret pelaku ke persidangan. Karena yang memiliki kewenangan memproses perkara adalah kepolisian.
“Kami berupaya anak ini mendapat keadilan dan penegak hukum bisa melindungi anak,” tuturnya.
Terpisah, ibu korban mengaku jika tim P2TP2A, penegak hukum, dan pelaku mencoba mengintimidasi dengan mendatangi rumahnya. Seharusnya mereka ini berpihak kepada korban pemerkosaan bukan sebaliknya.
“Sangat susah keadilan di Luwu Timur, ini fakta,” ucap dia dengan singkat.
Semetara, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sulsel, Komisaris Besar E. Zulpan mengaku pihaknya memang memeriksa aduan dari RA (ibu korban) 9 Oktober 2019.