Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

KPK

Inilah Kasus Korupsi yang Ditangani Lakso Anindito Penyidik Muda KPK Sebelum Dipecat

Lakso dipecat setelah dinyatakan tidak lolos mengikuti tes wawasan kebangsaan (TWK) susulan pamit pada Selasa (5/10/2021).

Editor: Ansar
Kompas.com
Mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lakso Anindito yang dipecat usai dinyatakan tidak lolos mengikuti tes wawasan kebangsaan (TWK) susulan pamit pada Selasa (5/10/2021) 

TRIBUN-TIMUR.COM - Lakso Anindito adalah salah satu pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipecat.

Lakso dipecat setelah dinyatakan tidak lolos mengikuti tes wawasan kebangsaan (TWK) susulan pamit pada Selasa (5/10/2021).

Eks penyidik KPK kasus bantuan sosial Covid-19 ini datang ke KPK untuk membereskan barang-barang dan proses administrasi usai dipecat.

“Saya masuk ke dalam itu sudah diputus aksesnya, jadi kartu pegawai saya tidak lagi bisa digunakan, jadi harus pakai id (kartu identitas) tamu dan dijemput,” ujar Lakso di Gedung Merah Putih KPK, Jakata, Selasa.

Lakso diberhentikan pada 30 September 2021 bersama 56 pegawai KPK lain yang sebelumnya telah dinyatakan tak lolos TWK.

Ia mengikuti TWK susulan bersama dua orang pegawai lainnya yang tidak mengikuti TWK sebelumnya karena menempuh pendidikan di luar negeri.

Dua pegawai lainnya, kata Lakso, satu dari penyelidikan dan satu lagi dari direkrorat gratifikasi.

Lakso menempuh pendidikan di Swedia sedangkan dua lainnya melanjutkan pendidikan di Australia.

“Jadi tadi saya di dalem beres-beres meja sebentar, ada beberapa barang yang belum dibereskan sebelum saya berangkat ke Swedia,” ucap dia.

“Selanjutnya saya ke SDM membereskan semua kewajiban untuk mengembalikan laptop kantor dan juga kartu identitas dan serta perlengkapan-perlengkapan lain yang selama ini saya gunakan untuk mendukung proses penyidikan yang dilakukan di KPK,” kata Lakso.

Lakso menuturkan, dirinya sempat bertemu rekan-rekan pegawai KPK lainnya saat berpamitan dan membereskan barang-barangnya.

Menurut dia, sejumlah pegawai KPK yang kini menjadi pegawai ASN di KPK merasa bahwa 57 pegawai yang dipecat telah mendapatkan ketidakadilan.

“Saya ketemu dengan teman-teman pegawai ya, kita tahu bersama sebetulnya dari hati terdalam kawan-kawan pegawai KPK ini melihat ada ketidakadilan dalam proses tes wawasan kebangsaan,” ucap dia.

“Karena pun kita melihat dari 57 pegawai yang ada itu tidak satu pun ada catatan pelanggaran etik yang dilakukan serius, dalam konteks pelanggaran seperti melakukan kongkalikong seperti kasus belakangan yang terjadi kepada satu penyidik KPK dan lain-lain,” tutur Lakso.

Sekadar diketahui Menteri Sosial Juliari Batubara jadi tersangka suap Bansos setelah terima penghargaan 'Sosok Insipiratif' Gatra.

Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menetapkan Menteri Sosial ( Mensos ) Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial ( Bansos ).

Bansos tersebut terakit dengan penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun ini. 

Proyek Bansos Covid-19 berupa paket sembako Rp 300 ribu di Kemensos tahun 2020 yang bernilai total sekitar Rp 5,9 triliun, diduga dikorupsi sebesar Rp 20,8 miliar.

Juliari diduga mendapat fee dari proyek tersebut sebesar Rp 17 miliar.

Diberitakan Kompas.com, Minggu (6/12/2020), KPK menjerat Juliari P Batubara dengan sejumlah pasal.

Juliari P Batubara disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Lantas, seperti apa ancaman hukuman yang menanti Juliari P Batubara jika dinyatakan terbukti bersalah oleh hakim?

Menurut Pasal 11, hukuman yang menanti pelaku korupsi adalah penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 5 lima) tahun.

Selain itu, pelaku juga dikenakan pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling paling banyak Rp 250 juta.

Hukuman tersebut berlaku bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.

Sementara itu, Pasal 12 menyebut pelaku korupsi bisa dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling sedikit 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Pelaku juga bisa dikenakan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Pidana ini, sesuai bunyi Pasal 12 huruf a, berlaku bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji.

Padahal, diketahui atau patut diduga hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Sedangkan, Pasal 12 huruf b menyebut, pidana tersebut juga dikenakan pada pegawai negeri atau penyelenggara yang menerima hadiah sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri pernah mengancam para oknum yang melakukan praktik korupsi pada masa bencana dengan hukuman mati.

"Masa sih, ada oknum yang masih melakukan korupsi karena tidak memiliki empati kepada NKRI. Ingat korupsi pada saat bencana ancaman hukumannya pidana mati," kata Firli Bahuri dikutip dari pemberitaan Kompas.com, 21 Maret 2020.

Saat itu, Firli Bahuri menyebut bahwa semua pihak sedang fokus pada penanganan virus corona dan KPK mengambil peran dengan mengawasi kegiatan tersebut.

Diketahui, penetapan status tersangka terhadap Juliari merupakan tindak lanjut dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Jumat (5/12/2020) dini hari.

"KPK menetapkan lima orang tersangka. Sebagai penerima JPB, MJS dan AW. Kemudian sebagai pemberi AIM dan HS," kata Firli Bahuri saat konferensi pers, Minggu (6/12/2012).

Dalam kasus ini, selain Juliari P Batubara, KPK juga menyematkan status tersangka kepada MJS dan AW selaku pejabat pembuat komitmen di Kemensos, serta AIM dan HS selaku pihak swasta.

Sepak terjang Juliari P Batubara

Presiden Joko Widodo atau Jokowi secara resmi mengumumkan Juliari P Batubara sebagai Menteri Sosial di Kabinet Indonesia Maju pada 23 Oktober 2019.

Mantan wakil rakyat di Komisi IV periode 2014-2019 ini mendatangi Istana Kepresidenan pada 22 Oktober 2019 pukul 10.05 WIB, mengenakan kemeja putih lengan panjang dan celana hitam.

Pada 4 November tahun lalu, Juliari P Batubara pernah mendatangi Gedung Merah Putih KPK untuk memantapkan sinergi dalam rangka memberantas korupsi di lingkungan Kemensos.

Pandemi virus corona membuat pemerintah menggelontorkan sejumlah dana bantuan yang akan diberikan kepada masyarakat.

Bantuan-bantuan ini salah satunya disalurkan melalui Kemensos, yang memunculkan polemik.

Pada 6 Mei lalu, Juliari P Batubara sempat menjelaskan permasalahan bantuan sosial berlogo Presiden RI daam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR.

Menurutnya, bantuan berlogo presiden dan tas kemasan memang berasal dari Presiden Joko Widodo, dan tidak termasuk dalam anggaran program jaring pengamanan sosial untuk penanganan Covid-19 senilai Rp 110 triliun.

Adapun Kemensos mempunyai tas jinjing serupa dengan desain milik presiden, dan dipastikan berbeda karena tidak disertai logo Istana Kepresidenan.

Juliari P Batubara mengakui distribusi bantuan sosial berupa paket sembako sempat tersendat karena persoalan kemasan.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lakso Anindito, Eks Penyidik Kasus Bansos yang Tak Lolos TWK Pamit dari KPK…"

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved