Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ayah Cabuli Putrinya

Berikut Kejanggalan Penghentian Kasus Ayah Rudapaksa 3 Anaknya di Luwu Timur

Banyak kejanggalan penerbitan SP3 kasus rudapaksa tiga anak di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Sudirman
TRIBUN WOW
Ilustrasi korban pemerkosaan 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Banyak kejanggalan penerbitan SP3 kasus rudapaksa tiga anak di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Kejanggalan Surat Penetapan Penghentian Penyelidikan (SP3) itu disampaikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.

Lembaga pendamping hukum kasus dugaan tindak asusila seorang ayah terhadap anaknya.

"Kasus ini harus dilanjutkan," kata Pendamping Hukum LBH Makassar, Rizky Pratiwi ditemui di kantornya, Kamis (7/10/2021) malam.

Pasalnya, perjalanan singkat kasus itu sangat singkat.

"Sangat prematur, dua bulan setelah dilaporkan langsung dibuatkan adminstrasi penghentian penyelidikan," ujarnya.

Berikut temuan kejanggalan LBH Makassar:

Mulai dari rekomendasi P2TP2A

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Luwu Timur.

Tempat LI, ibu dari ketiga anak yang menjadi korban dugaan tindak asusila mengadu.

Dianggap tidak mendapatkan layanan yang semestinya.

"Bahkan, kami menduga ada maladministrasi," kata Rezky Pratiwi.

Dugaan itu bukan tanpa sebab. Pasalnya, ketiga korban anak dipertemukan langsung dengan terlapor, sang ayah.

"Pendampingan dari P2TP2A Lutim kami anggap berpihak (kepada terlapor). Sehingga hasil assessmennya pun tidak objektif," ujarnya.

Hasil assessment itu, pun digunakan polisi untuk menghentikan penyelidikan kasus.

"Sayangnya asesmen P2TP2A Luwu Timur dipakai oleh penyidik sebagai bahan juga untuk menghentikan penyelidikan," beber Tiwi sapaan Rizky Pratiwi.

Berbanding Terbalik Pemeriksaan Psikolog Makassar

Dugaan hasil assessmen kurang objektif P2TP2A Luwu Timur dikuatkan oleh hasil pemeriksaan Psikolog di Kota Makassar.

"Hasil assessmen justru mengatakan sebaliknya," kata Tiwi sapaan Rizky Pratiwi.

Para anak lanjut Tiwi, menjelaskan secara gamblang ke Psikolog kasus rudapaksa yang dialaminya.

"Bahwa terjadi kekerasan seksual yang dilakukan bapaknya. Bahkan ada pelaku lain yang melakukan kekerasa seksual kepada tiga anak," ungkap Tiwi.

Ketiga korban anak itu, kata Tiwi seragam saat menceritakan perlakuan ayah ke psikolog.

"Bahkan, yang paling kecil bisa memperagakan juga bagaimana itu bisa dilakukan," ucapnya.

Delegitimasi Penyidik

Tiwi yang konsen mendampingi kasus itu, mengendus dugaan adanya upaya delegitimasi penyidik.

Dugaan itu bukan tanpa sebab.

Pasalnya, sang ibu selaku pelapor, diperiksakan kejiwaan ke psikiater dalam waktu yang singkat.

"Pemeriksaan itu sangat singkat, cuman 15 menit, tau-tau dinyatakan punya wahab (gangguan)," terang Tiwi.

Sementara kata dia, acuan pemeriksaan kejiwaan dalam proses hukum terdapat beberapa tahapan.

Salah satunya, harus ada tim yang terlibat. Tidak hanya dua dokter psikiater.

"Kami menduga ada upaya deligitimasi pelapor dengan memeriksakannya ke sikiater," terangnya.

Proses Penyelidikan Terburu-buru

"Kalau penyidik mengatakan tidak cukup alat bukti, ya, karena memang prosesnya sangat cepat, tidak digali baik-baik," kata Tiwi.

Semestinya, lanjut Tiwi, penyidik harus membuka perkara itu secara terang benderang.

Yaitu dengan mengali bukti sedalam mungkin, dan juga memeriksa saksi lain.

"Kami juga sudah memasukkan dokumen-dokumen argumentasi kami di Polda Sulsel pada bulan Maret 2020," tegas Tiwi.

Ia pun menganggap kasus itu sudah layak dibuka kembali untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya.

Sikap Polda Sulsel dan Polri

Tiwi menyayangkan sikap Polda Sulsel yang turut mengaminkan SP3 yang berdasar pada hasil assesmen P2TP2A Luwu Timur yang dinilai kurang objektif.

Pihaknya, pun melanjutkan kasus itu ke Mabes Polri. Namun respon yang sama ditemui.

"Setelah penghentian penyelidikan diaminkan oleh Polda Sulsel, kami minta Polri melanjutkan proses penyelidikan tapi tidak merespon sama sekali," beber Tiwi.

Melihat respon Polri yang tidak kunjung membuka kasus itu kembali, LBH Makassar pun melaporkan ke beberapa lembaga terkait.

Seperti, Komnas Perempuan, Komnas HAM dan Kemen PPA.

"Nah, kemarin ada rekomendasi dari Komnas Perempuan untuk melanjutkan kasus ini tapi tidak juga ditindaklanjuti oleh Polri," tuturnya.

Hingga saat ini, pihaknya mengaku belum mendapat keterangan resmi dalam bentuk surat oleh Mabes Polri setelah kasus itu viral di media sosial.

Pernyataan Polda Sulsel

Jurnalis Tribun-Timur.com telah mengonfirmasi langsung ke Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol E Zulpan.

Ia membenarkan munculnya SP3 atas penangana kasus dugaan rudapaksa itu.

"Itukan kasus lama 2019, kok diungkit sekarang. SP3 kan tentunya ada pertimbangan hukum," kata Zulpan.

Pihaknya mengklaim, tidak menemukan adanya unsur pidana seperti yang dilaporkan sang ibu ke Polres Luwu Timur.

"Sudah digelar perkara, memang tidak ditemukan (tindak pidana)," ujar perwira tiga bunga melati itu.

Keabsahan SP3 yang dimunculkan Polres Luwu Timur, lanjut Zulpan sudah terkonfirmasi ke Polda Sulsel.

"Kalau yang namanya SP3 itu, sudah sampai Polda, kan direktur Polda yang tandatangan. Tidak sembarang SP2 itu, udah digelar (perkara)," ujarnya.

"Jadi sudah ada kekuatan hukum tetap, tidak bisa. Intinya kalau mau gugat, mestinya di tahun 2019," sambungnya.

Pihaknya juga mengklaim, tudingan polisi tidak berpihak pada keadilan, tidaklah benar.

"Dia main medsos, terus viralkan seolah-olah polisi tidak berpihak pada keadilan, padahal salah, tidak seperti itu," ungkap Zulpan.

"Bukan karena bapaknya (terduga pelaku) pejabat di Pemda atau bukan, memang tidak ada (unsur pidana)," tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, Trending di Twitter, hastag atau tagar (#) Tiga Anak Saya Diperkosa.

Postingan itu menjadi trending teratas populer di Indonesia, Kamis (7/10/2021), pukul 14.57 Wita.

Tercatat ada 6.004 Tweet yang menongkrongi unggahan itu.

Bahkan beberapa pengguna, Twitter menandai akun @DivHumas_Polri dan @KomnasPerempuan.

Postingan itu mengunggah curhatan seorang ibu di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Ia menceritakan terkait perjalanan kasus dugaan rudapaksa yang dialami tiga anaknya.

Pelakunya disebutkan adalah mantan suami sendiri.

Namun, seiring perjalanan kasus yang mulai bergulir sejak 2019, polisi rupanya menerbitkan Surat Penetapan Penghentian Penyidikan (SP3).

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved