Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

The Next JK

Tabe, The Next JK?

Lugas, cekatan, dan lincah. Tak berlebihan bila mantan Ketua PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif pernah menyebut JK sebagai the Real President.

Editor: AS Kambie
zoom-inlihat foto Tabe, The Next JK?
dok tribun timur
Mulawarman, Alumni Universitas Hasanuddin

oleh Mulawarman
Jurnalis, Alumni FE Unhas

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Di Warkop dan Resto Lago’ta Parepare Sabtu pekan lalu, tokoh IKM Parepare, H Fattah Maskur, Muhamadong Sukawati, dan tentang siapa pengganti kepemimpinan Jusuf Kalla (JK) di puncak kepemimpinan nasional.

Sehari setelahnya, Ketua Ikatan Sarjana Asal (ISA) Sidrap Mahmud Lakaya dan Sekjen IKM Sidrap Maryono di kediaman H Pilli Ketua Golkar Sidrap, mengajak saya berdiskusi dengan tema yang sama, meski Maryono memulai diskusi dengan pertanyaan sudah berakhirka era JK?

Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya.

Saya kutip pemeo yang mashur di masyarakat kita itu, untuk menjawab singkat kedua pertanyaan itu, siapa pengganti JK dan sudah berakhirka era Jk.

Pameo mashur ini, saya ingin kaitkan dengan topik tulisan soal JK yang saya tulis atas pernintaan teman-teman saya itu.

Karena berakhirnya era JK di panggung politik nasional, adalah fakta sejarah yang memang pasti terjadi. Karena itu pertanyaannya H Fattah Maskur, Muhammadong Sukawati, Syafar dan Ketua ISA Sidrap serta Maryono, seperti mewakili pertanyaan publik daerah ini; Siapa setelah JK? Who is the next JK?

Mengapa publik Sulsel penting mengajukan pertanyaan ini? Menurut saya kemungkinan besarnya ada dua pertimbangan.

Pertama, yang terkait dengan politik pemerataan. dan representasi. Kedua, prospek pembangunan kawasan Indonesia Timur di masa depan.

Sejak reformasi, politik keterwakilan di pemerintahan Indonesia dibagi berdasarkan prioritas zonasi, yaitu. Indonesia bagian Barat dan Timur.

Sejauhmana dari ketiga area itu memiliki representasi figur-figur di panggung politik nasional.

Sejak zaman Orde Baru, keterwakilan Indonesia timur baik di pemerintahan maupun di parlemen sangat kuat mewarnai.

Pada masa Orba ada menteri BJ Habibie, menteri Perindustrian M. Jusuf, Quraish Shihab, Tanri Abeng, dan masih banyak yang lainnya.

Pasca reformasi representasi Indonesia Timur melekat cukup kuat salah satunya pada sosok JK. Ketokohannya mampu menjadi magnet bagi politik elektoral baik saat masa Pemilu bersama Presiden SBY maupun bersama Presiden Jokowi.

Perimbangan perolehan suara pemilih baik di timur maupun di barat menjadi kesempatan tersendiri dalam pemenangan di dua kali pemilu.

Isu lumbung suara di timur dan barat akan tetap menjadi pertimbangan para kandidat memilih wakil atau menteri para pembantunya.

Representasi politik

Indonesia Timur di lingkup nasional, harus turut diikuti oleh pemerataan pembangunannya.

Karena itu perlu ada orang yang secara latar belakang maupun concern-nya terhadap berbagai permasalahan yang terjadi di kawasan ini.

Mereka adalah orang-orang Timur sendiri yang bisa mengawal setiap program dan kegiatan pemerataan pembangunan.

Hal ini bukan berarti orang non Timur tidak mampu, namun, dengan adanya wakil orang Timur akan memiliki banyak kelebihan.

Sebagai orang yang pernah lama kesana-kemari bersama JK, ketokohan JK saya tau berhasil memenuhi dua ekspektasi itu.

Kapasitas dan pengalaman leadershipnya selevel para tokoh nasional lainnya yang berasal dari kawasan Indonesia lain, bahkan diakui internasional.

Pun halnya dia mampu mengawal konsep dan program pemerataan pembangunan di kawasan Indonesia Timur yang dibuat dan dibangunnya lewat berbagai seminar dan forum ilmiah tentang pembangunan Indonesia Timur ketika JK menjadi Ketua Kadin Sulsel.

Karena JK menjadi sosok tokoh daerahnya, Indonesia Timur yang cukup mengerti asal usul daerah asalnya, sehingga menjadi lebih mudah merumuskan proritas program.

Waspada Syndrom JK

Era JK boleh jadi sudah berakhir, namun seperti saya katakan di atas, yang paling penting adalah siapa setelah ini?

Ada banyak tokoh-tokoh Sulsel yang banyak disebut-sebut sebagai pelanjut estafet leadership JK di level nasional.

Dan mereka telah memiliki kiprahnya masing-masing, seperti Syahrul Yasin Limpo, Erwin Aksa dan Andi Amran Sulaiman yang dengungkan relawannya sebagai The Next JK layak masuk bursa wakil presiden 2024 mendatang.

Sebagai wacana sah-sah saja dilontarkan ke publik. Selebihnya tentu saja publik yang menilai.

Pasalnya, menyebut the Next JK tentu saja bukannya tanpa beban. Kita tahu bahwa JK diakui leadershipnya tumbuh bukan dalam waktu yang sebentar. JK bukan anak kemarin sore, atau orang yang ketiban pulung, orang yang tidak dikenal publik luas, tiba-tiba jadi menteri karena hak perogratif Presiden.

Tapi JK telah menempuhnya sejak lama, baik saat masih di organisasi mahasiswa menjadi aktivis pergerakan maupun di organisasi profesi dan sosial kemasyarakatan.

JK dikenal masyarakat baik di Timur maupun di kawasan Indonesia lain seorang politisi cum pengusaha dan aktivis. JK adalah aktivis HMI, Kahmi, PMI, dan DMI. JK juga aktif dari Hipmi, Kadin, hingga sejumlah organisasi profesi pengusaha lainnya.

Karena aktivitas organisasinya yang luas membuat luasnya jaringan dan relasi dengan kolega dengan beragam latar belakang. Mulai dari aktivis mahasiswa, aktivis masjid, basis tradisional NU, aktivis kesehatan, hingga pengusaha jejaring organisasinya.

Yang paling membuat dirinya besar tentu saja adalah “kendaraan politiknya”. Dimana JK berdiri sejak awal, yakni Golkar. Adalah partai besar yang turut membesarkan dan dibesarkannya. Aktivitasnya di Golkar memberikan nilai lebih bagi JK bila dibandingkan dengan sesama politisi dari Timur.

Golkar sebagai partai pendukung pemerintah memberikan jalan politik yang lebih mudah bagi JK untuk berkiprah lebih jauh di level nasional. Jadilah JK hingga seperti saat ini.

Hal lain yang menarik dari JK adalah style politiknya yang kerap berani melawan arus.

Sesuai dengan profesi sebelumnya sebagai pengusaha, memberikan keberanian untuk membuat langkah-langkah politik yang tidak biasa. Termasuk dalam membuat berbagai gebrakan yang berani dan efektif di pemerintahan.

Lugas, cekatan, dan lincah. Tak berlebihan bila mantan Ketua PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif pernah menyebut JK sebagai the Real President.

Jelas karakter-karakter di atas adalah kekhasan atau keunikan JK.

Artinya bila orang-orang yang disebut sebagai the next JK dituntut memiliki karakter yang sama dengan JK tentu saja berlebihan. Karena mereka jelas memiliki latar belakang dan kiprahnya sendiri-sendiri.

Tapi kalau pun ada orang yang mau mengharap seperti JK, sdengan kapasitas sama, tapi rupanya pada orang-orang yang disebut-sebut tidak memenuhi, tidak apa bila kecewa. Sah-sah saja.

Pun halnya, dengan para tokoh-tokoh yang selama ini banyak digadang-gadang sebagai the next JK itu, tidak perlu terjangkit apa yang saya sebut syndrom JK. Yaitu merasa ingin tampil seperti JK.

Karena pastinya anda berbeda dengan JK. Karena itu, sebaiknya, tampillah apa adanya, sesuai diri anda dan sesuai dengan kapasitas anda. Jadilah lebih baik dari JK, agar terbaik dari JK. Tabe.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved