Denny Siregar
Novel Baswedan Minta Jokowi Tanggung Jawab, Denny Siregar: Mas Nopel,Emang Sudah Telat Berapa Bulan?
Denny Siregar menyoroti pernyataan Novel Baswedan yang meminta Presiden Joko Widodo bertanggung jawab dalam polemik pemecatan 56 pegawai KPK.
TRIBUN-TIMUR.COM - Pegiat media sosial Denny Siregar kembali berkomentar terkait penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non-aktif Novel Baswedan
Kali ini, Denny Siregar menyoroti pernyataan Novel Baswedan yang meminta Presiden Joko Widodo bertanggung jawab dalam polemik pemecatan 56 pegawai KPK.
"Mas Nopel, emang sudah telat berapa bulan ?," tulis Denny Siregar di akun Instagram @dennysirregar, Jumat (24/9/2021) pagi, seperti dilansir Tribun-timur.com.
Tampak Denny Siregar memposting capture artikel berjudul Novel Baswedan Minta Jokowi Tanggung Jawab.
Diberitakan, Novel Baswedan buka suara terkait Jokowi yang enggan turun tangan menyelesaikan polemik terkait pegawai KPK dipecat.
Novel Baswedan meminta tanggung jawab Presiden Jokowi lantaran menurutnya pimpinan KPK telah menentang putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pemecatan 56 pegawai lembaga antirasuah itu.
56 pegawai yang tak aktif akan segera diberhentikan dengan hormat per tanggal 1 Oktober 2021.
Olehanya, Novel meminta Jokowi menjalankan rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman RI.
"Pimpinan KPK telah menentang putusan MA, rekomendasi Komnas HAM, dan Ombudsman. Oleh karena itu, presiden harus melaksanakan rekomendasi,” ujar Novel Baswedan, Kamis (23/9/2021).
"Atasan Pimpinan KPK, menurut UU mempunyai kewajiban untuk melaksanakan rekomendasi tersebut. Atasan Pimpinan KPK adalah presiden, bukan langit-langit dan lampu atap," lanjutnya.
Jokowi Hormati Proses Hukum
Diberitakan sebelumnya, beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo mengatakan, dia tidak akan banyak berkomentar mengenai nasib 56 pegawai KPK yang akan diberhentikan.
Jokowi mengaku tak turun tangan menyelesaikan polemik alih status pegawai KPK yang berujung pada pemecatan 56 pegawai itu.
Ia menyatakan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Karena itu, Jokowi memilih menunggu keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) mengenai persoalan tersebut.
"Saya enggak akan jawab, tunggu keputusan MA dan MK," kata Jokowi ketika bertemu di hadapan sejumlah pemimpin redaksi media di Istana Kepresidenan pada 15 September 2021, sebagaimana dilansir dari pemberitaan KompasTV, Kamis (16/9/2021).
Putusan MA
Adapun menurut putusan MA terkait uji materi Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengalihan pegawai KPK menjadi ASN menyebutkan, tindak lanjut hasil asesmen TWK menjadi kewenangan pemerintah.
Menurut MA, gugatan terhadap Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 yang menjadi dasar TWK tidak tepat.
Sebab, hasil asesmen TWK itu bukan kewenangan KPK, melainkan pemerintah.
Atas dasar pertimbangan tersebut MA memutuskan untuk menolak permohonan uji materi Perkom Nomor 1 Tahun 2021 yang diajukan oleh pegawai KPK.
Begitu pula dengan MK yang juga memutuskan untuk menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (31/8/2021).
Perkara tersebut diajukan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia yakni Yusuf Sahide.
Pasal yang dimohonkan untuk diuji MK yakni Pasal 68B Ayat 1 dan Pasal 69C yang mengatur soal peralihan pegawai KPK menjadi ASN.
Pemohon menilai, hasil penilaian TWK pada pegawai KPK telah dijadikan dasar serta ukuran baru untuk menentukan status ASN pegawai KPK.
Sementara itu, bagi pegawai tidak tetap menjadi setidak-tidaknya pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Padahal, syarat TWK tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Oleh karena itu, MK menolak permohonan tersebut karena tidak beralasan menurut hukum.
Sebanyak 56 pegawai KPK itu akan diberhentikan dengan hormat per tanggal 1 Oktober 2021.
Pemberhentian itu dilakukan karena para pegawai KPK itu dinyatakan tidak lolos mengikuti tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN). (Tribun-timur.com/ Sakinah Sudin, Kompas TV/ Tito Dirhantoro)