Sisi Spiritual Andi Darussalam Tabusalla
Cerita Baharuddin Lopa, Bob Hasan dan Ibu Kehilangan Paspor di Kakbah
ADS memprotes. Namun diam-diam dia mengupayakan rangkaian lobi agar sahabat ayahnya tetap diterungku di LP Cipinang.
Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - MENINGGAL dunia jelang usia 71 tahun, Andi Darussalam Tabusalla (1950-2021), menyisakan banyak cerita dari banyak orang.
Selang sepuluh hari pasca-pemakamannya, kisah dan sisi spiritual dan kebaikannya masih diceritakan berantai.
Awal dekade 2000-an, konglomerat The Kian Seng atau Muhammad Bob Hasan (1931-2020), diterungku di LP Cipinang, Jakarta.
Ayah ADS, Andi Tabusalla Petta Tabbu bin Petta Tjalla (1929-2016) adalah sahabat sekaligus teman bisnis Bob Hasan.
Sebagai putra dari sahabat konglomerat Orde Baru itu, ADS pun menunjukkan bakti dan simpatinya, kala Menteri Hukum dan HAM Baharuddin Lopa (1935-Juni 2001), memutuskan memindahkan Bob Hasan ke LP Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
ADS memprotes. Namun diam-diam dia mengupayakan rangkaian lobi agar sahabat ayahnya tetap diterungku di LP Cipinang.
Untuk mendekati Baharuddin Lopa, lobihya memakai jaringan Bugis-Makassar.
Namun Lopa tak bergeming. Raja Kayu Indonesia itu tetap harus ke Penjara pulau tubiran karang Laut Selatan Jawa.
Tak lama setelah itu, 2001 Lopa diganti jadi menteri kehakiman.
Sebelum berangkat menunaikan tugas barunya sebagai Duta Besar RI di Arab Saudi, melalui seorang tokoh hukum asal Sulsel, Lopa menitip pesan ke ADS.
"Ambil hikmahnya. Ini susah takdir Tuhan. Saya sudah tahu, kalau Bob Hasan tetap di LP Cipinang, dia akan dibunuh sama jaringan mafia. kalau di Nusakambangan, Bob Hasan akan tetap aman."
Hikmah relokasi Bob Hasan itu, selalu dikenang ADS.
"Kalau di Cipinang, kita tak bisa tial minggu pergi membezuk Pak Bob Hasan. Di Nusakambangan, bisa." Kata ADS seperti dituturkan salah seorang teman dekatnya kepada Tribun, Kamis (27/8/2021).
Si teman dekat ADS ini berkisah, kedekatan ADS dengan Bob Hasan, laiknya anak angkat.
"Dokumen Departemen Kehakiman itu hanya 11 orang yang masuk daftar bisa membezuk Bob Hasan di Nusakambangan, bahkan anak dan istri Pak Bob Hasan pun tidak."
Kedekatan itu diungkapkan dengan kutipan lugas , "jika Bob Hasan dipenjara 8 tahun, berarti Pak Andi itu empat tahun masuk Nusakmbangan, bisa 3 kali satu minggu."
ADS memang sosok setia kawan.
Meski terlihat meledak-ledak, emosional, namun bukan sosok pendendam.
"Gampang marah, tapi tidak lebih dari 24 jam," kata Syamsuddin Umar (66), salah satu sahabat dan mantan pemain dan Manager PSM Makassar.
Penilaian Syamsuddin ini punya latar sejarah kuat.
Syam mengenal ADS saat masih bujang dan jadi pemain muda di PSM Makassar dan Makassar Utama, dekade tengah 1970-an.
ADS adalah salah satu manager pertama di Makassar Utama, di era perserikatan dan Galatama Indonesia.
Dia, ADS dipercaya Jusuf Kalla, --owner dan sponsor utama-- klub galatama pertama di Makassar itu.
Syam berkisah, almarhum ADS punya latar belakang ninggrat Bugis yang religus.
"Pak Andi itu, karakter Bugis perantau sejati. Tegas, Keras namun gampang terharu."
Dia mengumpamakan ADS hidup di equilibrium rock n roll dan trash metal namun hatinya sangat lembut
"Hidupnya keras, seperti lagu Rocknya Led Zepellin, tapi lagu hati dan kesukaannya justru Rinto Harahap, selembut salju."
Syam bahkan menghafal betul judul lagu favorit ADS.
"Kalau lagu Indonesia itu, Hatiku Selembut Salju, kalau lagu Makassar lagunya Iwan Tompo, kalau lagu barat Wonderful To Night-nya Eric Clapton." Ujarnya.
Syam mengenang, jika ADS marah, senewen atau sudah sehari tak menyapanya, maka Syam memutar salah satu lagu favorit ADS.
"Kalau sudah dengar salah satu lagu itu saya putar di HP, Pak Andi akan menoleh dan bilang," kasi besar-besarko sedikit itu lagu Tel*c*," ujar Syam menirukan kebiasaan almarhum.
Sisi spiritual paling menonjol yang disaksikan Syam, di bulan September 2017.
Kala itu, ADS tengah bersiap transplantasi ginjal dari organ putrinya, Isa Tabusalla (36).
Syam berdiri pas di sisi kanan ADS saat dokter RS Mount Elizabeth Parkway, Singapura bertanya, dalam bahasa Inggris-Melayu.
"Apa Pak Haji, tak takut ada efek fatal saat operasi?"
Dengan tatapan tajam dan tegas, ADS merespon, "Hai Pak Dokter, sejak dewasa saya tak pernah takut Dan sudah siap mati, Saya Punya Allah yang selalu saya yakini dalam hidup."
Jawaban tegas ADS itu, kata Syam, membuat dokter keturunan itu, terdiam, tertunduk dan meminta maaf.
Tentang sisi kelembutan hati dan gampang iba sosok ADS, Syam juga pernah melihat langsung di Masjidil Haram, Mekkah.
Di saat Syamsuddin Umar, menjabat Kepala Biro Pemerintahan dan ADS dipercaya keluarga Aburizal Bakrie, menangani dampak Lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur, mereka menunaikan ibadah umrah.
Saat itu, juga ikut Mappinawanng, lawyer dan mantan Komisioner Pemilu di Sulsel.
Sekitar 10 jam sebelum kembali ke Tanah Air, di moment thawaf wada' (perpisahan) di pelataran Kakbah, ADS melihat seorang ibu tua menangis tersedu-sedu di tembok Hijr Ismail.
ADS dan rombongannya tak ada yamg mengenal wanita yang kira-kira berusia 68 tahun.
Melihat moment itu, Syam melihat mata ADS berkaca-kaca.
Dia lalu memanggil pemandu umrah yang juga seorang mahasiswa asal Makassar di Mekkah.
ADS memintanya menanyakan pemicu kesedihan si wanita tua.
Ternyata, wanita asal Jawa Timur itu, kecopetan. Tas berikut isinya, hilang di dekat pasar Misfalah.
"Ini kau ambil, urus semua keperluannya. Ganti paspor, beri uang tiket hingga ke kampungnya, dan kasi uang saku." Kata ADS ke pemandu.
Di atas bus dalam perjalanan ke Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, Syam Memberanikan diri bertanya soal moment di pelataran Kakbah.
Dengan mata yang kembali berkaca-kaca, ADS menjawab. "Saya mengingat ibu saya (Hj Andi Sitti Maryam Mattalitti), saat melihat ibu itu.." (*/thamzil thahir)