DPRD Solok Berkelahi
Ternyata Ini Awal Mula DPRD Solok Ribut, Hari Ini Puncaknya Saling Lempar Asbak Ketua Tak Didengar
Apa penyebab nya? Ternyata Ini awal mula atau kronologi DPRD Solok Ribut, Hari Ini Puncaknya wakil rakyat Berkelahi Video Viral pun beredar
Penelusuran tribun-timur.com, Ternyata Ini awal mula atau kronologi DPRD Solok Ribut, karena terjadi dualisme pimpinan di internal
TRIBUN-TIMUR.COM -Ketua DPRD Solok Dodi Hendra berulang kali berteriak menenangkan anggotanya saat sidang paripurna Rabu (18/8/2021).
Namun teriakan politisi Partai Gerindra itu tak didengar lagi.
Benarkah Dodi Hendra tak lagi berpengaruh di parlemen Kabupaten Solok?
Kericuhan saat rapat di DPRD Solok benar-benar mencoreng institusi tersebut.
Penelusuran tribun-timur.com, Ternyata Ini awal mula atau kronologi DPRD Solok Ribut, karena terjadi dualisme pimpinan di internal.
Video keributan sesama legislator mulai muncul di media sosial.
Ironisnya, kericuhan hanya sehari setelah peringatan HUT Ke-76 Kemerdekaan RI.
Sejatinya, potensi konflik di DPRD Solok sudah berlangsung sejak beberapa bulan lalu.
Dimulai dengan kisruh dualisme kepemimpinan.
Pantauan tribun-timur.com, video DPRD Solok ribut mulai ramai muncul di media sosial.
Kericuhan terjadi saat wakil rakyat rapat membahas laporan hasil pembahasan Ranperda RPJMD 2021-2026 Kabupaten Solok.
Kericuhan disaksikan Bupati Solok Epyardi Asda dan Wabup Solok, Jon Firman Pandu dan unsur Forkopimda.
Bahkan di video yang beredar, bupati nyaris terkena lemparan asbak yang terbuat dari kaca.
Ketua DPRD Solok Dodi Hendra berulang kali menenangkan peserta rapat namun tak digubris.
Rapat yang dimulai 11.00 memang sudah memanas karena insiden-insidne sebelumnya.
Ketua DPRD Dodi Hendra didampingi Wakil Ketua Ivoni Munir memimpin forum setelah rapat ditunda.
Begitu skore rapat dicabut untuk memulai agenda paripurna, anggota DPRD dari Fraksi PKS Nazar Bakri melakukan interupsi tentang peralihan pimpinan rapat dari Wakil Ketua Ivoni Munir kepada Dodi Hendra.
Atas pertanyaan tersebut, ketua Fraksi Gerindra Hafni Hafiz menegaskan tidak ada yang salah pada pimpinan rapat DPRD.
Bagaimanapun juga sampai hari ini Dodi Hendra masih tercatat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok.
Namun saat Hafni Hafiz menyampaikan argumentasinya tentang posisi Dodi Hendra sebagai ketua DPRD. Suasana makin gaduh karena terjadi hujan interupsi.
Kondisi tampak semakin liar ketika tiba-tiba salah seorang anggota DPRD Kabupaten Solok menghempaskan mik.
Suasana makin ribut, lantaran sejumlah anggota dewan semakin tersulut emosi.
Faktanya beberapa orang diantara wakil rakyat tersebut terlibat saling dorong untuk memisahkan dan meredakan agar tidak terjadi aksi saling pukul.
Guna menghindari aksi pukul antar anggota dewan di dalam ruang sidang, pimpinan sidang DPRD Dodi Hendra mengambil inisiatif untuk menghentikan sidang dengan menskor rapat untuk melakukan rapat internal dewan.
Awal Mula Kasus, Berawal Dualisme
Internal DPRD Solo sudah mulai kisruh sejak Juni 2021 lalu.
Kekisruhan terjadi di internal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Solok, Sumatera Barat.
Masalah yang terjadi mulai dari mosi tidak percaya kepada Ketua DPRD, hingga dualisme pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Dari total 35 anggota DPRD, sebanyak 22 orang mengajukan mosi tidak percaya pada 8 Juni 2021.
Mosi tidak percaya disampaikan kepada Ketua DPRD Solok Dodi Hendra.
Awalnya, ada 27 orang yang mengajukan. Namun, 5 orang dari Fraksi Gerindra menarik diri setelah mendapat instruksi dari pimpinan partai.
"Sekarang sedang kita proses di Badan Kehormatan DPRD," kata Ketua BK DPRD Kabupaten Solok M Syukri, Senin (9/8/2021).
Syukri menyebutkan, saat ini proses di BK sudah hampir selesai, karena sejumlah pihak sudah dimintai keterangan.
"Dalam waktu dekat segera kita keluarkan rekomendasi," kata Syukri.
Dalam surat mosi tidak percaya tersebut, disampaikan ada empat alasan.
Pertama, karena Dodi dianggap arogan dan otoriter, serta mengabaikan asas demokrasi dan kolektif kolegial dalam kepemimpinannya.
Kedua, anggota DPRD menilai, Dodi sering memaksakan kehendak yang menimbulkan rasa tidak nyaman di kalangan anggota DPRD Kabupaten Solok.
Ketiga, dalam prinsip kolektif kolegial, Dodi Hendra dinilai sering mengabaikan peran para wakil ketua DPRD Kabupaten Solok.
Keempat, tindakan yang dilakukan Dodi Hendra dianggap sangat bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Pasal 33, 35, dan Peraturan DPRD Kabupaten Solok Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Solok Pasal 39 dan 44.
Terjadi dualisme di internal DPRD
Setelah mosi tidak percaya, kisruh berlanjut pada pembahasan RPJMD yang terjadi dualisme.
Pembahasan pertama dipimpin Wakil Ketua DPRD Ivoni Munir di Cinangkiek, pada 30 Juli 2021, yang dihadiri sejumlah anggota DPRD dari Fraksi PAN, Golkar, Demokrat, PKS, PDI-P, Hanura dan Gerindra.
Sedangkan, pada waktu yang sama, Ketua DPRD Dodi Hendra juga menggelar pembahasan di Gedung DPRD yang juga dihadiri sejumlah anggota DPRD dari Fraksi Gerindra dan PPP.
"Pembahasan di Cinangkiek itu sah, karena saya yang memimpin termasuk unsur pimpinan dan dihadiri mayoritas anggota DPRD," kata Ivoni.
Ivoni menyebutkan, pembahasan di Cinangkiek itu merupakan keputusan rapat paripurna sebelumnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Dodi Hendra mengakui dirinya disomasi sejumlah anggota DPRD.
Hanya saja, dia membantah tuduhan arogan dan mengabaikan peran wakil-wakil ketua.
"Saya ini baru 5 bulan jadi ketua menggantikan Jon Firman Pandu yang terpilih menjadi Wakil Bupati. Saya tidak mengabaikan peran wakil ketua, karena kita kolektif kolegial," kata Dodi Hendra yang dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (10/8/2021).
Dodi mengatakan, mosi tidak percaya hanya dinamika politik yang seharusnya tidak sampai membuat kondisi di Kabupaten Solok menjadi tidak kondusif.
Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, soal pembahasan RPJMD, dirinya sudah terlebih dahulu memasukan surat perintah tugas (SPT) ke Sekretariat DPRD.
"Waktu itu saya memasukan SPT sekitar pukul 10.00 ke Sekretariat, tapi sekitar pukul 10.30 masuk laporan ke meja saya, ada SPT ke Cinangkiek," kata Dodi.
Setelah itu, menurut Dodi, paripurna yang dipimpin Ivoni Munir memutuskan pembahasan RPJMD di Cinangkiek. "Ini kan aneh, seperti sudah dikondisikan saja. Makanya saya tetap menggelar pembahasan RPJMD di Gedung DPRD," kata Dodi.
Dodi mengharapkan, dinamika politik yang terjadi di Kabupaten Solok dapat segera berakhir dan tidak berkepanjangan, karena bisa mengganggu roda pemerintahan dan pembangunan.
"Saya sangat berharap ini segera berakhir. Saya ini Ketua DPRD dan merupakan unsur Forkompinda. Saya minta hanya dudukan saya di posisi saya," kata Dodi.
Wakil Bupati Solok Jon Firman Pandu mengakui bahwa situasi politik di kabupaten Solok memanas.
Namun, menurut Jon, hal itu hanya dinamika politik dan diharapkan segera berakhir.
"Mosi tidak percaya hingga dualisme pembahasan RPJMD hanyalah dinamika politik saja," kata Jon.
Jon menyebutkan, sebagai Ketua DPC Gerindra Kabupaten Solok, pihaknya tidak ada persoalan dengan partai lain. "Kita tetap komunikasi dengan PAN. Tidak ada persoalan partai, tapi ini murni dinamika politik saja. Saya berharap ini dapat segera berakhir. Selesaikan dengan kepala dingin, sehingga tidak mengganggu pemerintahan dan pembangunan di Solok," kata Jon seperti dikutip tribun-timur.com dari kompas.com dengan judul "Kisruh DPRD Solok, Situasi Internal Mulai Memanas ",
(*)