Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Superman Is Dead

25 Tahun Perjalanan Band Superman Is Dead, Dapat Teriakan Caci Maki hingga Dituduh Rasis pada Jawa

Superman Is Dead, lahir 18 Agustus 1995. Eka, Bobby, dan JRX yang tergabung dalam band Superman is Dead dari "band kampung" hingga melanglang buana.

Editor: Arif Fuddin Usman
HAI
Band Punk Rock asal Bali, Superman Is Dead. Eka, Bobby, dan JRX yang tergabung dalam band Superman is Dead dari "band kampung" hingga melanglang buana. 

“Waktu itu kami main musik buat nyari bir sama makan gratis aja. Cari banyak teman, sampai tukeran kaset sama kawan-kawan komunitas. Itu serunya!” imbuh pemilik clothing line Bali, Rumble.

Perjuangan SID makin berat lantaran saat itu scene musik yang ada nggak terlalu berkembang.

Intinya, cari panggung yang membebaskan untuk membawakan lagu punk atau lagu sendiri terbilang sulit.

Maklum, musik yang mereka mainkan bukan musik mainstream. Makanya jangan kaget, saat kita tahu debut pertama SID as a band justru mulai di sebuah panggung kampung. Serius?

“Hahaha…, iya serius. Pertama kali SID main di Bali, tuh, di sebuah ulang tahun banjar (sebutan kampung dalam bahasa Bali). Kalau nggak salah, itu tahun baru 1996. Kami masih cover lagu-lagu band kayak Green Day, NOFX, sampai Bad Religion,” ujar Jerinx sambil menahan tawa.

Perjuangan nggak cuma di situ. Niat untuk ‘membumikan’ SID pun diikuti dengan semangat militan dari ketiga anggotanya.

Mulai dari cetak album sampai mengirimkannya sendiri ke distro-distro di Bali, maupun luar Bali, jadi beberapa langkah yang ditempuh SID untuk mengenalkan musik punk rock yang mereka mainkan.

Namun sayang. Rencana tersebut nggak berbuah manis. Alasannya ya itu tadi, industrinya masih nggak berkembang.

Alhasil, sistem titip-edar album di distro-distro malah membuat Jerinx dan kawan-kawan merugi.

Katanya, sih, karena saat itu sistem distro yang ada belum sebagus sekarang. Maksudnya, Bli?

“Tahun 1998 kami udah mulai ke distro. Saya naik motor buat titip kaset ke distro-distro. Tapi, uang kami nggak pernah balik! Hahaha…, entah itu dicuri staff atau pemilik distro yang kabur. Intinya, barang habis, tapi uangnya nggak ada. Sebagian besar hasil kerjasama kami dengan distro mengecewakan,” keluh Jerinx.

Hasilnya jelas. Kaset yang (katanya) ludes terjual, tapi nggak diimbangi dengan pendapatan yang mumpuni membuat Jerinx cs. putar otak biar hobinya ini bisa survive, bahkan semakin terangkat.

“Kami juga rugi. Independen, sih, independen. Tapi nggak bakal bisa survive kalau tiap titip edar di distro uang kami nggak balik. Itu sudah terjadi sampai belasan kali. Akhirnya, kami cari label yang mau ngurusin album kami. Dan kami sign up dengan Sony Music Entertainment Indonesia,” lanjutnya.

Dituduh Penghianat Sampai Rasis!

Langkah besar yang diambil ternyata nggak langsung memuluskan langkah mereka di kancah musik Tanah Air.

Halaman
1234
Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved