Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Presiden Joko Widodo

Addie MS: Hati Kecil Ingin Jokowi 3 Periode

Komposer Addie Muljadi Sumaatmadja atau Addie MS berbicara mengenai wacana Presiden Joko Widodo atau Jokowi tiga periode

Editor: Muh. Irham
jogja.tribunnews.com
Addie MS 

TRIBUNTIMUR.COM - Komposer Addie Muljadi Sumaatmadja atau Addie MS berbicara mengenai wacana Presiden Joko Widodo atau Jokowi tiga periode. Addie MS merupakan pendukung Presiden Jokowi. Ia melihat Jokowi sebagai sosok yang amanah. Diyakininya, telah memberikan banyak manfaat kepada masyarakat Indonesia.

"Sampai detik ini, saya melihat konsistensi itu. Orientasi Pak Jokowi kerja, kerja, dan kerja," ujar Addie MS kepada Tribun Network.

Disampaikan Addie saat berbincang demgan tema "Lebih Dekat dengan Addie MS, Twilite Orchestra". Acara dipandu Staf Direksi Tribun Network Hasanah Samhudi dan Manajer Pemberitaan Tribun Netwrok Rachmat Hidayat

Selain amanah, menurut Addie, Jokowi memiliki kesabaran yang patut diteladani. Meski kerap dicerca, namun tetap fokus bekerja. Ketika ditanya soal wacana masa jabatan presiden tiga periode, hati kecil seorang Addie MS, menginginkan hal tersebut.

"Pak Jokowi sudah dua periode. Sebenarnya PR belum selesai-selesai amat. Hati kecil kalau tambah satu periode, tuntas. Tapi kita punya UU ada pembatasan. Orang kalau dikasih kekuasaan terlalu lama, terganggu, tergoda, manusiawi," imbuh Addie.

Sebab, Addie berpandangan apa yang telah dikerjakan Jokowi selama dua periode ini perlu dilanjutkan. Setidaknya, lanjut dia, penerus Jokowi nantinya bisa 'seirama' melanjutkan pembangunan agar Indonesia maju.

Berikut wawancara khusus Tribun Network bersama Addie MS:

Kedepan Twilite Orchestra akan seperti apa?

Dari awal sudah merasa bahwa apa yang saya lakukan cukup out of the box. Sesuatu yang seperti melakukan pembabatan hutan. Orkes simfoni itu suatu aktivitas high cost. Tidak ada orkes yang bisa making money.Kalau tidak ada bantuan dari pemerintah pasti rugi, pasti defisit. Kalau untung hebat. Dengan menggarap orkestra yang jelas tidak making money, bodoh kalau tujuan saya untuk bisa kaya bikin orkestra.

Untungnya ada Indra Bakrie yang mendukung. Dan ada pengusaha-pengusaha lain yang juga mau bantu. Jadi dari awal saya sudah sadar istilahnya barang tidak jelas, tapi kok saya merasa cinta dengan barang ini. Dan bisa memberikan manfaat pada bangsa saya. Jadi menjalani ini menggelinding saja. Kalau dibilang sampai kapan apa yang akan diwariskan ke anak, tidak ada. Saya tidak lihat dua anak saya ingin jadi konduktor.

Kalau saya tidak ada ya mungkin selesai. Yang penting yang saya inginkan selama saya hidup, saya menggunakan Twilite Orchestra memberikan manfaat untuk masyarakat banyak.

Orchestra identik dengan mahal dan kurang merakyat?

Gimana bisa merakyat instrumennya saja mahal. Kalau mau instrumen benar itu memang mahal. Tidak sama dengan kecrek-kecrek dengan gitar, ukulele kan bisa murah.

Orkestra itu terompet, pianonya, pasti mahal. Belajarnya masuk conservatory prosesnya panjang, mahal, tapi di luar sana di negara-negara maju. Di semua negara maju itu, musik ini mendapat bantuan dari pemerintah, subsidi. Seperti musik daerah sebenarnya harusnya dipelihara pemerintah, supaya musik terpelihara.

Musik simfoni suka tidak suka menjadi modernitas suatu bangsa dianggapnya. Di kita tidak ada hal itu, tidak ada bantuan yang cukup dari zaman Soeharto sampai sekarang.Zaman Soekarno perhatiannya lumayan. Bung Karno sering mampir ke RRI, ada studio 5, latihannya saja Bung Karno menikmati sambil makan singkong pagi-pagi. Sudah selesai dia kerja ke Istana. Di kita belum ada perhatian seperti itu.

Kalau dikatakan mahal memang mahal, yang kita harapkan bisa bikin mahal itu teratasi yaitu dengan bantuan pemerintah itu belum ada. Bisa juga pemerintah tidak sepenuhnya bantu, tapi bikin sistem seperti di negara maju, ada insentif bagi perusahaan yang sponsori seni. Itu tidak ada.

Jadinya gantung sendiri, jadinya mahal, sering kali saya bikin out of the box, bikin flashmob di jalan. Setiap konser yang kita lakukan berbayar, tempo hari Star Wars, tiket 3 Minggu sebelumnya sudah habis.

Sorenya, sebelum malamnya konser, saya berikan kursi kosong itu untuk 1.000 anak sekolah dari 10 sekolah, saya mainkan dari sebagian malamnya. Tapi pakai interaksi siapa yang ingin jadi konduktor, bikin mereka bersahabat. Siapa yang mau main biola, terompet.

Apa saja akan saya lakukan demi mencairkan kekakuan wah itu eksklusif. Saya masih tidak terima sementara bangsa-bangsa lain memaksakan musik simfoni ini untuk konteks pendidikan. Kita membatasi diri dengan itu barat, itu haram. Jadi sedih. Mempersempit wawasan seperti katak dalam tempurung.

Anda sempat mencuit di Twitter, saya ingin menjadi musisi bukan komisaris?

Sejak saya tentukan sikap saya mendukung Pak Jokowi. Pastilah ada yang tidak suka. Wajar mereka tidak suka ke saya. Apalagi difitnah. Sehebatnya serangan saya tidak seberapa. Dibanding serangan ke Pak Jokowi. Dibilang komunis, planga plongo, dan luar biasa sadisnya,

Masif dan lama sekali. Zaman Pak Harto tidak mungkin lah itu terjadi. Ini terus menerus. Kalau saya di China, sering kali dapat istilah, saya penjilat, menunggu jatah komisaris, menteri, atau BuzzerRP. Dapat proyek ini itu.Tapi ada kalanya saya capek juga ya. Sering kali ketawa-ketawa saja. Tapi ada satu waktu, capek juga, murahan banget si seolah-olah apa yang dilakukan untuk mendukung presiden seolah-olah tujuan komisaris, sesempit itu.

Kenapa bisa berpikir sekerdil itu. Memang tidak ada hal lain, di luar bumi ini, cuma ada komisaris tujuan akhir hidup. Saya merasa being conductor maintaining Twilite Orchestra 30 tahun hal yang saya syukuri.

Makanya saya tweet itu, menjelaskan bahwa dari dulu yang saya inginkan menjadi musisi bukan jadi komisaris. Tapi digoreng lagi. Saya tulis, saya tegaskan saya musisi dan tidak bercita-cita menjadi pejabat. Tolong screenshot ini.

Kalau saya berubah, tiba-tiba saya jadi komisaris, pakai ini untuk bully saya ramai-ramai. Untuk meyakinkan tujuan hidup saya bukan itu. Semua orang memiliki kecerdasan untuk jadi menteri. Itu syarat kompetensi tertentu. Saya merasa tidak cocok dan tidak punya kompetensi.

Kalau saya dipanggil Pak Jokowi ditawarkan, jelas saya tidak akan mau. Saya tidak bisa ngomong pernah ditawarkan atau tidak. Suka ada survei, nama saya jadi calon menteri, siapa ini yang naruh. Saya tidak pernah kepengin. Harusnya sih sudah sejak lama, Pak Jokowi dan stafnya tahu saya tidak akan mau.

Bagaimana Anda melihat sosok Preiden Jokowi?

Ya, itu saya hanya melihat orang yang berusaha amanah. Menjalankan kepercayaan dengan sebaik mungkin. Ada orang ambisi kekuasaan dengan cara apapun. Yang penting berkuasa, kalau abis berkuasa, bisa dapat untung yang banyak dan kehormatan luar biasa.

Nah, itu tidak saya lihat di Pak Jokowi. Pertama menjabat, pakaiannya tidak mencerminkan pejabat. Loh kok begini, pakai sepatu kets. Ada penolakan diawal. Apalagi saya terbiasa kalau kerja formal. Pak Jokowi kok, tapi itu mencerminkan banyak hal.

Dia sedang berusaha amanah dengan bekerja. Bekerja tidak mungkin dengan jas tapi mobilitas tinggi. Jadi pakai pakaian kerja. Saya amati keluarganya, kalau sampai ada indikasi, tiba-tiba anaknya punya perusahaan besar.

Wah pasti saya udahan. Tapi saya lihat memang ada semacam larangan si anak mendapat proyek dari pemerintah, saya amati. Alhamdulillah sampai sekarang martabak, pisang goreng. Oke Gibran jadi wali kota urusan dia, saya tidak mendukung, tapi lihat langkah-langkahnya ada integritas juga.

Jokowi ingin memberikan manfaat sebanyak mungkin kepada rakyat. Seperti Ahok ngomong, saya bisa bantu dengan kekayaan saya sebagai pengusaha. Tapi kalau saya jadi pejabat, dia memiliki kewenangan kebijakan, itu memberi dampak yang lebih besar ke masyarakat.

Jokowi itu digunakan untuk kepentingan kebaikan sebanyak-banyaknya rakyat. Itu sampai detik ini, saya melihat konsistensi itu. Orientasi Pak Jokowi kerja-kerja. Dan dia juga tahan banting, artinya belum pernah saya melihat orang dihina, tapi tetap bisa ketawa, senyum. Pak Jokowi luar biasa, fokus. Saya kagum, salut sama Pak Jokowi.

Bagaimana respon Anda soal wacana jabatan tiga periode?

Pak Jokowi sudah dua periode. Sebenarnya PR belum selesai-selesai amat. Hati kecil kalau tambah satu periode, tuntas. Tapi kita punya UU ada pembatasan. Sebaiknya orang kalau dikasih kekuasaan terlalu lama, terganggu, tergoda, manusiawi.

Hati kecil ingin Jokowi, daripada yang meneruskan nanti seperti yang sudah kita lihat kepala daerah seolah-olah hasil kerja sebelumnya dihapus, disamarkan, atau dihilangkan.Bayangkan apa yang Jokowi kerjakan, berikutnya itu menafikan apa yang dicapai. Takut kemunduran yang terjadi. Kalau bisa memang terus. Tapi situasi tidak mendesak. Jadi ada calon lain, kenapa tidak calon lain.

Siapa saja yang kalau bisa agak seirama dengan Pak Jokowi. Artinya bukan anti sehingga bekas Pak Jokowi dihapus, diobrak-abrik, saya berharap penerus nanti melanjutkan. Jadi singkatnya sebaiknya Pak Jokowi tetap dua periode sesuai konstitusi, fokus presiden berikutnya yang kalau bisa satu chemistry. Pembangunan yang sudah ada diteruskan. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved