Universitas Indonesia
UI Disorot Gegara Poster, Netizen Ini Ikut Sentil soal Kasus Pembunuhan Akseyna yang Mandek 6 Tahun
Universitas Indonesia disorot lantaran desain poster sambut Maba disebut mirip poster sinetron. Namun ada yang sentil soal kasus pembunuhan Akseyna.
TRIBUN-TIMUR.COM - Universitas Indonesia jadi sorotan lantaran desain poster penyambutan mahasiswa (Maba) yang disebut mirip poster sinetron.
Cuitan Sekelas UI bahkan trending di Twitter hari ini, Selasa (15/6/2021).
Penelusuran Tribun-timur.com, desain poster penyambutan Maba UI diposting akun Twitter Universitas Indonesia @univ_indonesia, Senin (14/6/2021) pukul 5.28 sore.
"Selamat bagi calon Mahasiswa Baru UI yang diterima melalui jalur SBMPTN.
Bagi kamu yang belum berhasil, tidak perlu kecewa karena masih ada jalur SIMAK UI. Yuk, bisa yuk!
Ikuti dan pantau akun Media Sosial Resmi UI untuk mendapatkan informasi resmi penerimaan mahasiswa baru.," dtulis akun @univ_indonesia.
Dalam desain tersebut, ada foto delapan mahasiswa memakai almamater kuning.
Tampak background berupa langit biru dan awan putih, lengkap dengan pacaran sinar matahari di sisi atas poster.
"Selamat Datang Mahasiswa Baru jalur SBMPTN 2021," demikian tertulis di poster tersebut.
Desain poster penyambutan Maba UI itu pun langsung disorot netizen.
Mereka menyoroti background atau latar belakang.
Berikut beberapa komentar netizen dirangkum Tribun-timur.com:
"@univ_indonesia Kenapa desainnya kayak org mau masuk surga sih," tulis pemilik akun @bayuadhytia.
"@univ_indonesia ni ngajak ke kampus apa akhirat," tulis pemilik akun @duadlmension.
"@univ_indonesia Saya yakin desain ini menyiratkan pesan agar selalu bermimpi setinggi langit, dan selalu berusaha menggapainya hingga nyawa kalian ikut naik ke langit. (emoji)," tulis pemilik akun @eghiize.
"@univ_indonesia Langit biru, awan putih, pose menghadap kamera
Sungguh vibe posternya sinetron sekaleee (emoji)," tulis pemilik akun @tywity.
"@univ_indonesia Halo UI gabisa hire desainer grafis apa yak,," tulis pemilik akun @indomiegorengkk.
"@univ_indonesia Maaf ya...sekelas UI yg kampus terbaik di negara ini ternyata masih belum profesional...makanya pendidikan di negara ini semakin merosot...," tulis pemilik akun @bagusirawan.
Netizen Ini Tanya Kasus Kasus Pembunuhan Akseyna
Namun di tengah sorotan soal desain poster tersebut, ada salah satu netizen yang justru mempertanyakan kasus pembunuhan Akseyna.
Enam tahun berlalu, pelaku pembunuhan Akseyna belum terungkap.
"Sekelas UI masa kasus akseyna ga kelar2, udah berjalan 6 tahun lohh. Why?," tulis pemilik akun @adeadean_, seperti dilansir Tribun-timur.com.
Dilansir dari Kompas.com, keseriusan Universitas Indonesia (UI) dalam pengusutan kasus pembunuhan salah satu mahasiswanya, Akseyna Ahad Dori alias Ace, dipertanyakan.
Tepat enam tahun sudah jasad Akseyna ditemukan mengambang di Danau Kenanga UI, diduga dibunuh oleh orang dekatnya.
Ayah Akseyna, Marsekal Pertama TNI Mardoto, menganggap UI tak pernah berpihak kepada korban.
"Bantuan dan dukungan dari netizen sangat banyak, (tapi) tidak ada bantuan/dukungan kampus. UI tidak mau membentuk tim investigasi sejak awal," kata Mardoto kepada Kompas.com, Kamis (25/3/2021).
Mardoto sempat meminta UI membentuk tim investigasi mengusut pembunuhan putranya melalui surat tertulis pada 6 September 2015.
Sebagai informasi, tim investigasi internal semacam ini juga pernah dibentuk Universitas Katolik Atma Jaya ketika seorang mahasiswanya, Danil Vinci Tambunan (18), meninggal usai berkegiatan di Resimen Mahasiswa (Menwa).
Dalam surat itu, selain meminta pembentukan tim investigasi, keluarga Akseyna turut meminta pendampingan hukum dari pihak kampus. Namun, harapan itu bertepuk sebelah tangan.
"Bantuan hukum malah diberikan kepada pihak-pihak yang lain, yang terkait kasus ini juga," sebut Mardoto.
Ia pun pernah menaruh curiga terhadap seorang dosen yang, dinilainya, cukup intens mengomentari kematian Akseyna pada masa-masa awal kasus itu merebak.
Mardoto juga melaporkan kecurigaan itu kepada kampus dalam surat yang sama.
"Ya, ada dosen yang aneh, di medsos nulis banyak tentang Ace, yang cenderung mendiskreditkan Ace. Sudah saya laporkan. Enggak tahu tindak lanjutnya," kata Mardoto.
Bahkan, ketika ditanya soal penyebab mandeknya kasus ini, ia tak segan menunjuk UI.
"(Penyebab mandeknya kasus ini adalah) institusi UI yang sejak awal tidak ada di pihak Ace," kata Mardoto.
"Selebihnya, ada upaya dari institusi/orang tertentu, supaya kasus Ace tidak terungkap. Dari awal, UI cenderung tidak berada di pihak Ace, mahasiswanya," kata Mardoto.
"UI sulit diharapkan," ujar dia.
Wajar bila Mardoto menyoroti UI. Bagaimanapun, Akseyna adalah mahasiswa UI dan ia meninggal di kampus UI pula, kampus tempatnya menimba ilmu dan mengejar cita-cita.
UI jelas ada di tengah-tengah kasus itu dan semestinya berkepentingan. Namun, sejak awal, UI tak terlihat serius mengusut kematian mahasiswanya dan pembunuhan yang terjadi di tempatnya.
Dari jejak pemberitaan mengenai kematian Akseyna, UI juga sepi-sepi saja sejak awal. Komentar mengenai kelanjutan kasus Akseyna terakhir keluar dari pihak UI pada Februari tahun lalu.
Pernyataan itu berasal dari Rektor UI Ari Kuncoro saat dirinya ditemui dalam sebuah wawancara doorstop. Wartawan meminta komentarnya soal polisi yang dikabarkan kembali melakukan olah TKP (tempat kejadian perkara).
"Saya juga baru tahu kalau berita kasus meninggalnya Akseyna dibuka kembali oleh pihak kepolisian dari media. Paling tidak, kami bisa mengetahui (perkembangannya) karena pada waktu itu ada yang tidak bisa dijawab," kata Ari pada 5 Februari 2020.
Ari yang saat itu baru duduk di kursi rektor selama dua bulan mengakui dirinya tak pernah membahas kasus Akseyna dengan pendahulunya, Muhammad Anis. Kasus pembunuhan Akseyna terjadi saat Muhammad Anis menjabat rektor UI.
"Kami tak pernah membahas kasus Akseyna dengan Pak Anis. Kami hanya membahas masalah akademis saja," ucapnya.
"Diusutlah. Kalau ada titik terang, silakan diselidiki terus," kata Ari.
Apa yang diucapkan Ari boleh jadi mewakili jalan pikiran kampus tersebut dalam menyikapi kasus ini.
Kampus tersebut secara normatif menyerahkan seluruh pekerjaan ke kepolisian dan tidak pernah mengungkitnya bila tak ditanya.
Pakar kriminologi Adrianus Meliala berpendapat bahwa tidak ada yang dapat dipersalahkan dari sikap UI yang seperti itu. Namun, tidak ada salahnya pula bila UI, misalnya, membentuk tim investigasi internal.
"Ini kasus sudah diserahkan kepada kepolisian dan UI berada pada posisi membantu untuk bekerja sama dengan kepolisian, dalam rangka apa pun yang diminta oleh polisi," kata Adrianus kepada Kompas.com, Kamis.
"Tapi bagus juga kemudian kalau diangkat, apakah UI perlu mengangkat kasus ini? Jadi jangan wartawan atau keluarga yang terus-terusan mengangkat, tapi UI yang mengangkat, mendiskusikan kembali. Tujuannya bukan untuk mempermalukan Polres Depok, tapi minimal, ayo dong, kita kerja lagi. Karena menurut saya ini juga mengganggu UI terus-terusan," ungkapnya.
Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI, Amelita Lusia, menyebutkan akan memberikan pernyataan tertulis terhadap Kompas.com mengenai hal ini.
"Memang kan kasus ini enam tahun ya, waktu yang panjang, dan kebetulan waktu itu belum saya. Saya harus telusuri lagi," kata Amelita, Kamis.
Namun, hingga berita ini disusun Maret 2021, pernyataan tertulis itu belum diterima Kompas.com. (Tribun-timur.com/ Sakinah Sudin/ Kompas.com/ Vitorio Mantalean)