Kisah Pahlawan
Kisah Pong Tiku, Ditembak Mati di Tepi Sungai Sa’dan karena Menolak Kerjasama dengan Belanda
Kisah perjuangannya menuntut kemerdekaan dari Belanda, banyak dipuji orang tak hanya di dalam negeri, tapi juga hingga ke mancanegara.
Ekspedisi militer tersebut terjadi pada tahun 1905. Saat itu sejumlah kerajaan berhasil ditaklukkan, seperti Kerajaan Bone dan Kerajaan Gowa.
Masih di tahun yang sama di bulan September, menyusul Datu Luwu yang terpaksa mengakui kekuasaan Belanda.
Kemudian komandan militer Belanda di Palopo, yang merupakan ibu kota Luwu mengirim surat kepada Pong Tiku yang meminta agar Pong Tiku melaporkan diri di Rantepao dan menyerahkan semua senjatanya kepada Belanda.
Karena tekad Pong Tiku sudah bulat untuk terus memperjuangkan kemerdekaan bagi rakyatnya, tentu saja permintaan tersebut ditolaknya.
Akibat penolakan itu, pecahlah perang antara Belanda dan Pong Tiku. Pada tanggal 12 Mei 1906, Belanda mulai melancarkan serangan pertamanya ke Pangala, namun serangan itu gagal.
Masih di tahun yang sama, tepatnya di awal Juni 1906, kegagalan kembali diterima Belanda ketika melakukan penyerangan terhadap Benteng Buntuasu.
Dua kegagalan itu membuat Belanda menambah jumlah pasukan dan persenjataannya. Blokade pun dilakukan untuk mencegah masuknya logistik terutama air ke dalam benteng-benteng Pong Tiku.
Untuk menahan serangan Belanda, kondisi alam di daerah Toraja yang berbukit-bukit pun ikut dimanfaatkan pasukan Pong Tiku.
Batu-batu berukuran besar digelindingkan bila pasukan Belanda berusaha memanjat bukit-bukit karang menuju benteng.
Air cabaipun digunakan untuk menghalau pasukan Belanda yang berhasil mendekati dinding benteng.
Akan tetapi, Belanda yang berbekal peralatan perang yang jauh lebih lengkap menyebabkan peperangan tak seimbang.
Pasukan Pong Tiku pun lebih banyak menderita kerugian, gempuran meriam yang secara bertubi-tubi merusak bangunan benteng.
Pong Tiku pun terpaksa mengosongkan beberapa benteng. Akan tetapi, benteng Buntubatu yang merupakan benteng utama sekaligus markas Pong Tiku belum berhasil dikuasai Belanda sampai bulan Oktober 1906.
Belanda kemudian menawarkan perdamaian kepada Pong Tiku. Namun tawaran itu ditolaknya dan ia hanya bersedia mengadakan gencatan senjata.
Hal itu bertujuan agar ia dapat menghadiri upacara pemakaman jenazah orang tuanya secara adat. Oleh karena itu, ia pun meninggalkan benteng Buntubatu.