Kasus Suap Nurdin Abdullah
Dicecar 3 Jam Saat Jadi Saksi Sidang Agung Sucipto, Nurdin Abdullah Beberkan Beberapa Fakta
Dicecar 3 Jam Saat Jadi Saksi Sidang Agung Sucipto, Nurdin Abdullah Beberkan Beberapa Fakta
Penulis: Andi Muhammad Ikhsan WR | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencecar Gubernur Sulsel non-aktif, Nurdin Abdullah (NA) selama tiga jam saat menjadi saksi dalam sidang kasus suap Agung Sucipto di Ruang Sidang Utama, Prof Harifin A. Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (10/6/2021).
Hadir secara virtual di Jakarta, ada beberapa poin yang diungkap oleh NA dalam sidang tersebut.
Salah satunya ia membantah seluruh tuduhan eks Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Pemprov Sulsel, Sari Pudjiastuti.
Seperti meminta agar tim Pokja memperhatikan secara khusus perusahaan milik Agung Sucipto, yaitu PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba.
Terhadap lelang di pengadaan pembangunan Jalan Ruas Palampang - Munte - Bontolempangan (DAK) TA 2020, dan Pembanguan Jalan Ruas Palampang Munte Bontolempangan Satu.
Dengan nilai sekitar Rp 15,7 miliar 2020, yang dimenangkan oleh PT Cahaya Seppang Bulukumba (CSB) milik Agung Sucipto.
"Demi Allah, apa yang dikatakan bu Sari itu memfitnah saya. Saya tidak pernah sekalipun menyuruh dia untuk melakukan itu," ujar NA dengan suara yang agak serak.
Selain itu, NA juga mengaku jika selama ini namanya memang sering digunakan oleh beberapa pejabat untuk meminta uang kepada kontraktor.
Salah satunya yaitu Edi Rahmat selaku eks Sekertaris PUPR Pemprov Sulsel Edy Rahmat dan Sari Pudjiastuti.
"Saya pernah panggil bu sari, karena ada laporan ke saya bahwa ada yang dimintai uang, makanya saya panggil. Jadi kalau saya panggil ke rumah itu karena ada sesuatu yang urgent, tidak pernah saya berikan arahan apapun," terangnya.
Begitu pula dengan Edi Rahmat, ia dikenal suka menjual nama pejabat kepada sejumlah kontraktor.
"Jadi saya kasi nganggur (nonjob) dia setahun, karena saya tahu kelakukan dia seperti apa. Karena saya sudah sering mendengar jika dia itu suka jual-jual nama, jadi kami sempat tidak berikan dia jabatan," katanya.
Namun, setelah satu tahun banyak yang memberikan pertimbangan, kalau kinerja Edi sudah benar, sehingga NA mengangkatnya menjadi kepala seksi Binamarga pada tahun 2020.
"Setelah itu dia dipromosi kepala bidang tahun 2020 juga, setelah itu, karena kepala dinasnya jadi Pj Walikota, ada kekosongan di sekertaris dinas, makanya kami pindahkan ke sekertaris dinas PUPR itu 2021 awal," jelasnya.
NA juga mengakui pernah menerima uang sebesar 150 ribu dollar Singapura.
Namun, ia mengatakan jika itu merupakan sumbangan kampanye untuk pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Bulukumba, Tommy Satria Yulianto dan Andi Mangkasau.
"Agung itu pernah datang tahun 2019 membawa 150 ribu dolar singapura untuk biaya kampanye. Saya tidak pernah minta," ujarnya.
"Itu untuk membantu calon kami yang ada di Bulukumba, yaitu pasangan Tommy dan Andi Mangkasau," lanjutnya.
NA pun menegaskan, jika uang tersebut tidak ada sangkut pautnya terhadap tender yang pernah dimenangkan oleh Agung Sucipto.
"Selama di bantaeng, pak Anggu ini memberikan penilaian yang baik, karena semua jalan - jalan yang dikerjakan beliau ini awet, makanya sampai saya menjabat sebagai gubernur tetap percaya dengan kinerja pak Anggu ini," ujar Nurdin.
Lanjut NA, meski Agung Sucipto pernah berkunjung ke rumah jabatannya.
Namun Anggu tak pernah meminta paket proyek sama sekali.
"Jujur, saya sejak bupati (Anggu) tidak minta paket ini paket ini, jadi sama sekali beliau tidak pernah membicarakan atau meminta paket proyek. Kebanyakan perkembangan sulsel, dan masalah politik, karena pak anggu ini juga merupakan kader partai," jelasnya.
Bahkan kata NA, semua hasil proyek yang dikerjakan oleh Agung Sucipto sangat memuaskan.
"Makanya saya sering kami prioritaskan beliau, karena pengerjaan jalan di Jalan Ruas Palampang Munte Bontolempangan benar-benar memuaskan warga," katanya
"Jadi pak Anggu ini sudah teruji kualitasnya, karena banyak kontraktor lain yang hasil pengerjaannya hanya bertahan beberapa bulan. Tentunya yang rugi juga pemprov," tutupnya.
Diketahui, ada tujuh saksi yang seharusnya hadir dalam sidang kali ini.
Namun, hanya lima yang hadir, yaitu Gubernur Sulsel non-aktif Nurdin Abdullah, yang hadir secara virtual dari Jakarta,
Lalu, Raymond Ferdinand Halim, Petrus Yalim, H. Andi Gunawan, dan Siti Abidah Rahman.
Sidang dipimpin oleh Hakin Ketua Ibrahim Palino, didampingi dua Hakim Anggota, yaitu M. Yusuf Karim, dan Arif Agus Nindito.
Sementara ada dua JPU yang hadir, yaitu Ronald Ferdinand Worotikan dan Januar Dwi Nugroho.
Agung Sucipto sendiri hadir melalui Zoom di Lapas Klas I Makassar, dengan di dampingi tiga penasehat hukumnya, yaitu, M. Nursal, Danny Kaylimang, dan Ardianto.
Diketahui, Agung Sucipto di dakwa pasal berlapis, sebab dianggap telah melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor atau Pasal 5 ayat (1) huruf b.
Kemudian dilapis atau dialternatifkan dengan pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sementara, Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat selaku Sekertaris PUPR Provinsi Sulsel, diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar.
Alasannya, agar Agung Sucipto dipilih untuk menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)
Laporan wartawan tribun-timur.com, M Ikhsan