Mengenal Kenari Pulau Makian Maluku Utara, Kacang Almondnya Indonesia
Di Maluku Utara, bukan hanya pala dan cengkeh saja yang populer. Ada komoditas lain yang juga melimpah namun belum populer yakni kacang kenari.
TRIBUN-TIMUR.COM, TERNATE - Sudah sejak dulu Indonesia terkenal sebagai negeri penghasil rempah-rempah. Tak heran negara-negara Eropa berdatangan untuk menguasai kekayaan alam Indonesia itu.
Maluku Utara, adalah satu dari beberapa daerah terkenal di Indonesia sebagai penghasil rempah-rempah, seperti cengkeh dan pala.
Namun di Maluku Utara, rupanya bukan hanya pala dan cengkeh saja yang populer. Ada satu komoditas lain yang juga melimpah namun belum populer di luar negeri, kacang kenari.
Tanaman dengan nama latin Canarium ini, tumbuh subur di Maluku Utara. Bahkan, masyarakat Maluku Utara percaya, kacang kenari berawal dari tanah mereka.
Kacang kenari hampir sama dengan almond. Badan kacang kenari memiliki alur yang tidak teratur, sekilas mirip otak manusia versi mini, yang diselimuti oleh cangkang (kulit) agak tebal.
Kenari menurut penelitian, memiliki beragam nutrisi di dalamnya yang bermanfaat untuk kesehatan.

Hampir semua wilayah di Maluku Utara yang terdiri dari kepulauan, ditumbuhi kacang kenari. Namun satu menjadi sentra adalah Pulau Makian, di Kabupaten Halmahera Selatan.
Pulau seluas 55,5 kilometer persegi, dengan gunung api aktif di tengahnya (Gunung Kie Besi), ditumbuhi puluhan hingga ratusan ribu pohon kenari. Pohon-pohon itu diperkirakan sudah ada sejak era kolonial berkuasa.
Sebagian besar masyarakat pulau dengan dua kecamatan dan 24 desa pun memilih menjadi petani kenari. Bagi mereka, petani kenari lebih menjanjikan ketimbang menjadi nelayan di laut yang mengelilingi tanah kelahiran mereka.
“Kami juga tidak tahu sejak kapan kacang kenari tumbuh di Makian, ini sudah diwariskan turun temurun,” kata Kepala Desa Sebelei, Samiun (62) saat ditemui beberapa waktu lalu.
Desa Sebelei memang menjadi pusat petani kacang kenari di Pulau Makian. Ada sekira 250-an kepala keluarga mendiami desa ini, dan mayoritas merupakan petani kacang kenari, selain pala, cengkeh, dan kopra.
Potensi pasar kacang kenari Desa Sebelei dinilai sangat besar. Saat ini, kacang kenari kering dihargai Rp120 ribu per kilogram. Sementara petani setempat, mampu memperoleh hingga satu kilogram kacang kenari per hari.
Jumlah itu di luar masa panen yang mampu menghasilkan puluhan, bahkan ratusan kilogram per petani. Panen raya sendiri dilakukan dua kali setahun.
Meski potensinya besar, kacang kenari masih kalah tenar dari kacang almond. Almond lebih familiar bagi masyarakat seiring pasarnya yang juga sudah sangat luas di berbagai negara.
Atas dasar itulah, sejumlah stakeholder kini tengah berupaya “mengeroyok” potensi kacang kenari agar semakin terkenal di Indonesia, bahkan sampai mancanegara.
Berbagai program pemerintah bersama mitra bisnis, bahkan dari mancanegara, dijalankan demi mencapai target kacang kenari ‘go internasional’.
Multistakeholder Forestry Programme (MFP) misalnya, didukung UK Department for International Development (DFID), bersama perusahaan PT Timurasa dan Yayasan Nirudaya Nusantara, tengah menjalankan program di Pulau Makian, tepatnya Desa Sebelei, Kecamatan Makian Barat.
Bertajuk MFP Phase 4 (MFP4) program ini fokus pada pertumbuhan produksi kayu olahan legal dan pertumbuhan bisnis hutan berbasis masyarakat. Sebagaimana diketahui, kacang kenari adalah tanaman kehutanan. Pohon kenari tumbuh menjulang tinggi dengan diameter batang mampu mencapai ukuran lebih satu meter.

“Tujuan MFP4 ini untuk memperbaiki tata kelola hutan di Indonesia, meningkatkan pertumbuhan perdagangan kayu yang legal, serta mengembangkan kelembagaan bisnis kehutanan berbasis masyarakat, yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus melindungi hutan dan regenerasinya,” ujar Direktur MFP, Tri Nugroho.
Sementara PT Timurasa selaku pembeli kacang kenari petani, selain berdiri untuk menjalankan bisnis, juga bertujuan memperkuat mitra komunitas petani, nelayan, dan pengrajin di Indonesia untuk menyelesaikan masalah bersama dalam mendapatkan akses ke pasar lokal dan global.
CEO Timurasa, Erdi Rulianto mengatakan, komunitas mitra perusahaannya adalah komunitas yang memiliki produk asli Indonesia namun belum terserap pasar secara maksimal.
“Kami memecahkan masalah ini dengan berkolaborasi, pendampingan, penciptaan nilai tambah, pemasaran, dan penjualan,” kata Erdi ditemui di sela kunjungan ke Pulau Makian baru-baru ini.
Menurutnya, Timurasa tak sekadar menjalankan bisnis, dalam hal ini membeli kacang kenari dari para petani Desa Sebelei, namun bagaimana bisnis mereka mampu memberdayakan masyarakat setempat.
“Bagi kami, bisnis itu adalah urusan lain, tapi bagaimana supaya masyarakat petani kacang kenari bisa berdaya dan sejahterah, selain itu agar kacang kenari yang merupakan produk asli Indonesia demakin dikenal luas di pasar global,” katanya.

Jika Timurasa mengurus bisnis kacang kenari petani agar terserap, Nirudaya sebagai yayasan mitra membantu dalam memberdayakan dan mengembangkan usaha petani, dalam hal ini memproduksi kacang kenari untuk diserap pasar.
Tak hanya kacang kenari dari Pulau Makian, Timurasa dan Nirudaya juga melakukan pekerjaan sama untuk berbagai komoditas lokal lain dari berbagai daerah di Indonesia.
Sejauh ini, masuknya PT Timurasa dan Nirudaya, didukung program MFP4, mampu meningkatkan kehidupan petani kacang kenari Desa Sebelei.
Abjan Kadir (69) mengakui, masuknya Timurasa dan stakeolder terkait mampu berkontribusi besar, khususnya pada harga kacang kenari yang dianggap sudah lebih layak.
"Dulu kenari dihargai hanya Rp30-40 ribu saja, tapi Alhamdulillah sekarang sudah menembus Rp120 ribu, bahkan pernah sampai Rp140 ribu per kilogram," pungkasnya.