Antigen Bekas
Buntut Antigen Bekas di Bandara Kualanamu, Semua Direksi PT Kmia Farma Diagnostika Dipecat
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengambil langkah tegas dengan memecat semua direksi PT Kimia Farma Diagnostika (KFD).
TRIBUNTIMUR.COM - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengambil langkah tegas dengan memecat semua direksi PT Kimia Farma Diagnostika (KFD).
Pemecatan itu merupakan buntut dari kasus penggunaan alat antigen bekas yang ditemukan di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu.
Erick menekankan kasus antigen bekas yang terjadi di Bandara Kualanamu adalah persoalan yang mesti direspons secara profesional dan serius.
Dan setelah melakukan penilaian secara terukur berlandaskan semangat good corporate governance, maka ia akhirnya mengambil langkah tegas.
”Setelah melakukan pengkajian secara komprehensif, langkah (pemberhentian) ini mesti diambil. Selanjutnya, hal yang menyangkut hukum merupakan ranah dari aparat yang berwenang,” kata Erick dalam keterangan resminya, Minggu (16/5/2021).
Surat pemecatan kepada seluruh direksi Kimia Farma Diagnostika sudah dikeluarkan oleh Kementerian BUMN. Erick menyebut seluruh direksi BUMN terikat pada core value yang telah dicanangkan yakni amanah, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif.
Sementara, yang terjadi di kasus antigen bekas justru bertentangan dengan core value tersebut.
"Karena memang sudah tak sejalan dengan core value tersebut, maka tidak memandang siapa dan apa jabatannya, kami persilakan untuk berkarier di tempat lain," kata Erick.
Menurut Erick, kasus antigen bekas di Bandara Kualanamu itu terjadi karena adanya kelemahan secara sistem. Hal ini bisa merusak kepercayaan masyarakat kepada Kimia Farma karena kualitas pelayanan merupakan hal yang tidak bisa ditawar.
"Akumulasi dari seluruh hal tersebut membuat kami berkewajiban mengambil langkah ini. Ini bukan langkah untuk menghukum, tapi langkah untuk menegakkan dan memastikan bahwa seluruh BUMN punya komitmen melayani, melindungi, dan bekerja untuk kepentingan masyarakat," tuturnya.
Di sisi lain, ia mengatakan saat ini auditor independen juga sedang bekerja untuk memeriksa semua lab yang ada di bawah Kimia Farma.
Kasus penggunaan alat antigen bekas untuk pemeriksaan Covid-19 mencuat pada akhir April lalu, ketika apartat dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Krimsus) Polda Sumut melakukan penggerebekan layanan rapid test antigen di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, Selasa (27/4/2021).
Layanan tersebut diketahui milik PT Kimia Farma Diagnostika, cucu usaha PT Kimia Farma (Persero) Tbk yang dikerjasamakan dengan PT Angkasa Pura II (Persero).
Layanan rapid test antigen di bandara internasional itu diduga menggunakan alat bekas. Dugaan ini muncul dari investigasi Krimsus Polda Sumut atas banyaknya penumpang bandara yang dinyatakan positif usai menjalani pemeriksaan covid-19 setelah menjalani layanan tersebut.
Dari penggerebekan tersebut, Polda Sumatera Utara menangkap lima pegawai, dari kasir hingga analis, serta mengamankan barang bukti seperti alat tes, stik antigen, tabung, hingga uang Rp 177 juta.
Begitu kasus ini mencuat, Erick Thohir langsung meminta para petugas layanan yang terbukti melakukan penggunaan alat antigen bekas itu dipecat dan diproses secara hukum.
Sebab, menurutnya hal itu tak sesuai dengan nilai-nilai keprofesionalitasan BUMN.
"Saya sendiri yang meminta semua yang terkait, mengetahui, dan yang melakukan dipecat dan diproses hukum secara tegas," ujar Erick, kala itu.
Sementara setelah pendalaman kasus, Polda Sumut menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah PM (45) selaku Plt Branch Manager Laboratorium Kimia Farma Medan Jalan RA Kartini merangkap Kepala Layanan Kimia Farma Diagnostik Bandara Kualanamu.
PM diduga meraup keuntungan sebesar Rp30 juta per hari dari layanan tes antigen menggunakan alat bekas itu. Rata-rata pasien yang dilayani sekitar 100-200 orang per hari.
Secara total diperkirakan ada 9.000 orang penumpang yang menjadi korban layanan antigen bekas. Sedangkan keuntungan yang diraup pelaku mencapai Rp1,8 miliar dari praktik itu dalam empat bulan terakhir.
Tersangka lain, yaitu pegawai berinisial SR (19), DJ (20), M (30), dan R (21). Mereka terbukti mendaur ulang stik yang digunakan sebagai alat swab antigen.
Daur ulang dilakukan dengan mencuci, membersihkan, dan mengemas kembali stik yang digunakan sebagai alat swab antigen. Stik itu lalu digunakan ke penumpang yang melakukan pemeriksaan di Bandara Kualanamu sejak Desember 2020.
"Jajaran Polda mengungkap tindak pidana di bidang kesehatan yaitu melakukan atau memproduksi mengedarkan dan menggunakan bahan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standard keamanan khasiat atau kemanfaatan dan mutu," kata Kapolda Sumut Irjen Panca Putra di Mapolda Sumut.
Kelima tersangka dijerat Pasal 98 ayat (3) Jo pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Mereka juga dijerat dengan Pasal 8 huruf (b), (d) dan (e) Jo pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp2 miliar.(*)