Tribun Makassar
Kepsek Citra Bangsa Kodingareng Bantah Ancam DO Siswa yang Belum Bayar SPP
Kepala Sekolah Citra Bangsa Kodingareng, Hasanuddin Yafid membantah terkait ancaman Drop Out (DO) kepada 11 siswanya karena tidak sanggup membayar SPP
Penulis: Andi Muhammad Ikhsan WR | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kepala Sekolah Citra Bangsa Kodingareng, Hasanuddin Yafid membantah terkait ancaman Drop Out (DO) kepada 11 siswanya karena tidak sanggup membayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP)
Ia mengatakan, pihak sekolah tidak pernah mempersulit siswanya.
Karena selama ini, siswa yang memiliki keterbatasan ekonomi, tetap diikutkan belajar, bahkan ujian.
Sebab, meski berstatus swasta, Sekolah Citra Bangsa memiliki unsur sosial di dalamnya.
"Saya sudah panggil Walhi hadir dalam rapat, bersama kesebelas orang tua siswa yang mau di DO dan ketua komite. Kita sepakat kemarin, jika berita itu tidak benar, jika kami ingin melakukan DO," ujarnya saat dihubungi, Kamis (15/4/2021).
"Sekolah ini merupakan sekolah swasta, atau yayasan. Kemudian, kami di yayasan mempunyai unsur sosial, jadi walaupun anak-anak tidak membayar, tetap kami ikutkan belajar, sampai dia tamat sekolah," lanjutnya.
Hasanuddin menjelaskan, memang jika ada siswa yang menunggak SPP maka akan dipanggil untuk dimintai keterangannya.
"Karena banyak juga anak-anak yang sudah diberikan uang, tapi tidak sampai ke sekolah. Itulah saya minta orang tuanya konfirmasi ke sekolah, supaya kita tahu betul apa permasalahannya," katanya
Jika orang tua siswa mengaku tidak punya uang, maka anaknya akan dibebaskan membayar SPP.
"Saya tidak pernah larang masuk sekolah, atau saya mau DO(Drop Out), tidak pernah. Sepanjang sekolah ini, belum ada anak-anak yang saya keluarkan gara-gara pembayaran," terangnya
Bahkan menurut Hasanuddin, ada sekitar 30 siswa yang menunggak SPP, tapi pihak sekolah tidak pernah mempermasalahkannya.
"Malahan ada anak yang kami bebaskan, bahkan lebih dari 10 orang anak ini, kami gratiskan mulai kelas satu sampai kelas tiga. Dengan melihat latar belakang ekonominya, itu saya pasti saya bebaskan," bebernya.
Ia pun menepis pemberitaan, adanya ancaman DO seperti yang dituduhkan sebelumnya.
"Jadi tidak benar itu pemberitaan, jika ada anak anak yang tidak membayar terancam DO. Terancam DO berarti seakan - akan kami mengancam untuk dikeluarkan," katanya
"Banyak anak-anak yang tidak sekolah kami sekolahkan, saya datangi rumahnya. Jadi saya sanggah berita itu, kalau anak-anak terancam D.O kalau tidak membayar," sambungnya
Hasanuddin menjelaskan, apalagi niat didirikannya Sekolah Citra Bangsa Kodingareng ini, untuk mencerdaskan anak-anak pulau.
"Coba bayangkan kalau tidak ada sekolah di Pulau, ini orang pulau mau sekolah dimana? Mau tidak mau, mereka terpaksa harus sekolah di kota," jelasnya
"Jadi banyak yang kami sekolahkan sampai kelas tiga walaupun tidak membayar SPP. Kalau memang keadaannya setelah kita survei, tidak mampu. Karena banyak juga orang kaya pura pura miskin," katanya.
Diakuinya, pembayaran SPP memang menjadi salah satu sumber dana sekolah.
Dimana pembayaran SPP tersebut, sebesar Rp120 ribu persiswa.
Namun, hal itu bukanlah tujuan dari didirikannya sekolah ini.
"Kita inikan sekolah swasta, yayasan, guru-guru kami tidak ada yang Pegawai Negeri. Ada dana BOS, tapi tidak mencukupi, karena itu punya item-item tersendiri," katanya
Bahkan, menurut Hasanuddin, banyak anak-anak yang tidak membayar SPP, tapi tetap dikutkan belajar, dan ikut ujian sampai tamat.
"Jadi tidak ada itu kami permasalahkan hanya karena SPP, pasti kita bantu sampai tamat," tutupnya
Diberitakan sebelumnya, Sebanyak sebelas anak di Pulau Kodingareng Makassar, terancam tidak bisa melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas (SMA).
Pasalnya, orang tua ke-sebelas siswa tersebut, kesulitan membayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
Hal ini diakibatkan rusaknya ekosistem laut akibat adanya penambangan pasir laut di sekitar pulau.
Apalagi mayoritas pekerjaan masyarakat di Kodingareng adalah nelayan.
Sehingga Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) membuka donasi publik, kepada kesebelas siswa tersebut, di kitabisa.com.
Untuk biaya pembayaran SPP mereka, dibutuhkan dana sebanyak Rp10 juta, dan dari yang terlihat sudah terkumpul Rp3 juta.
Ketua Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin mengatakan, pihaknya dihubungi oleh orang tua kesebalas anak tersebut, untuk berdiskusi mengenai jalan keluar permaslaahan ini.
"Sebenarnya saat kami mendengar informasi itu ingin langsung menindak lanjutinya ke dinas pendidikan provinsi. Tapi karena keterbatasan waktu, akhirnya teman - teman berinisiatif menggalang donasi publik, agar kebutuhan penyelesaian biaya SPP ini bisa teratasi dengan cepat," ujarnya, Rabu (14/4/2021).
Dan menurut informasi yang Al Amin terima, siswa sekolah tersebut, tidak diperbolehkan masuk ke ruangan sekolah, selama belum menyelesaikan biaya SPP.
"Dan yang paling riskan, adalah ada beberapa orang anak yang terancam tidak bisa ikut Ujian Nasional (UN)," terangnya
Lanjutnya, niat besar dari gerakan itu adalah, untuk meminta kepedulian Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Khususnya Dinas Pendidian, untuk memperhatikan sekolah-sekolah terpencil yang ada di pulau pulau kecil.
Serta turun langsung melihat bagaimana kondisi ekonomi para orang tua siswa yang ada disana.
"Ini gambaran bahwa, masyarakat di daerah terpencil, sangat membutuhkan perhatian pemerintah, juga sekolah mereka," katanya
"Sehingga kita berharap bisa responsif, dan memberikan beasiswa kepada anak anak yang memiliki keterbatasan ekonomi," lanjutnya.
Ia juga menjelaskan, bagaimana kegiatan pengerukan pasir laut di tahun 2020 lalu, memberikan efek yang sangat signifikan, hingga mempengaruhi pendidikan anak sekolah.
"Orang tua murid mengatakan kepada kami, mereka tidak bisa membayar uang sekolah karena mereka tidak bisa melaut, selama adanya aktifitas penambangan pasir laut. Mereka tidak punya ikan untuk dijual. Karena tidak ada hasil tangkapan ikan," terangnya
Hal Ini juga merupakan kritikan, atau pesan buat untuk semoa orang, atau khususnya pemilik proyek pertambangan.
Agar menyadari betul dampak dari hasil tambang pasir laut, terhadap kehidupan masyarakat pulau kodingareng.
"Yaitu, kesulitan mereka membayar SPP, sehingga anak anak mereka terancam drop out," katanya
Diketahui, kesebelas anak tersebut bersekolah di SMA Citra Bangsa Kodingareng, yang merupakan sekolah swasta.
Laporan tribuntimur.com, M Ikhsan