Tribun Mamuju
Hasil Kajian Badan Geologi, Potensi Likuifaksi di Daerah Rimuku Mamuju Sulbar Tinggi
Pemerintah Provinsi Sulbar perlu meningkatkan mitigasi bencana, karena berada titik rawan bencana gempa bumi atau berada di atas patahan aktif
Penulis: Nurhadi | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAMUJU - Koordinator Mitigasi Gempabumi dan Tsynami PV/MGB dan Penyelidik Bumi Madya, Dr Supartoyo, menyebutkan sesar naik yang membentang disepanjang selat Makassar penyebab terjadi gempa bumi di wilayah Sulbar.
"Hampir sepanjang selat Makassar, utamanya di barat laut Majene dan Mamuju ada sesar yang sangat aktif, inilah yang mengakibatkan potensi gempa bumi bahkan trunami bisa terjadi,"kata Supartoyo dalam sosialisasi hasil kajian geologi terpadu pasca gempa Majene - Mamuju, secara virtual, Rabu (14/4/2021).
Supartoyo mengungkapkan, gempa bumi merusak yang terjadi di Majene dan Mamuju, Sulbar, pada 15 Januari lalu itu disebabkan patahan naik atau sesar naik di wilayah pesisir bergerak.
"Gempa bumi yang terjadi pada 15 Januari di Majene dan Mamuju pusatnya berada di pesisir pantai, kita beruntung, andai di darat bisa terjadi likuifaksi seperti di Palu,"jelasnya.
Menurutnya, mulai dari sekarang pemerintah Provinsi Sulbar perlu meningkatkan mitigasi bencana, karena daerah ini berada titik rawan bencana gempa bumi atau berada di atas patahan aktif.
"Apalagi dari catatan sejarah, Sulbar merupakan daerah yang pernah mengalami guncangan bumi yang kuat hingga menimbulkan gelombang tsunami,"ujarnya.
Dia menyebutkan dari catatan Badan Geologi, ada tiga gempa bumi di Sulbar yang menyebabkan tsunami, yakni gempa bumi tahun 1928, gempa bumi tahun 1967 dan gempa bumi tahun 1969.
Kemudian gempa bumi merusak namun tidak menimbulkan tsunami di Sulbar, yakni pada tahun 1972, tahun 1984, tahun 2006, tahun 2010, tahun 2018 dan terakhir tahun 2021.
Dalam catatan badan geologi, Gempa Bumi Tobadak Mamuju Tengah di tahun 2020 juga menimbulkan getaran yang cukup kuat, pertama gempa bumi tanggal 13 September 2020, episentrum 8,7 km barat laut Tobadak, depth 10 km, Magnitudo 5,1.
Kemudian gempa bumi tanggal 28 Oktober terjadi dua kali, episentrum 19,5 km barat daya Tobadak, depth 10 km, Magnitudo 5,4 dan terakhir gempa bumi tanggal 7 Desember 2020 episentrum 12 km timur laut Tobadak, depth 10 km, magnitudo 5,1.
"Ini yang kami belum bisa menganalisis, apakah gempa bumi Tobadak tahun 2020 sebagai gempa bumi pembuka atau gempa bumi utama,"ucapnya.
Dia juga menuturkan, daerah Sulbar berpotensi diguncang gempa bumi hingga skala VII MMI ke atas.
"Analisis badan geologi, pada dasarnya gempa bumi di Sulbar mempunya potensi tinggi gelombang tsunami dari garis pantai sekitar empat meter (maksimal) dari hasil pemodelah yang kami analisis,"katanya.
Dampak lain dari gempa bumi di Sulbar adalah tinggi potensi pergerakan tanah. Hal ini menyebabkan atau berpotensi terjadi likuifaksi hingga tanah longsor.
"Likuifaksi di daerah Mamuju itu teramati di daerah Kelurahan Rimuku. Tempat gedung Oppo yang ambruk itu, potensi terlanda likuifaksi ini tinggi berdasarkan analisa kami, mau tidak mau pemerintah harus buat pemetaan rawan bencana, apalagi daerah ini dekat dengan sumber gempa bumi,"ungkapnya.