Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Khazanah Islam

Kisah Pengusaha Sukses Tionghoa Jadi Mualaf, Didorong Pengalaman Masa Kecil, 'Dipaksa' Buya Hamka

Tetapi, ia justru dipaksa masuk Islam oleh Buya Hamka detik itu juga. Alasannya, karena Buya Hamka takut berdosa.

Editor: Ina Maharani
KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D
Pendiri Warung Nasi Kuning untuk Kaum Dhuafa dan Fakir Miskin, Yusuf Hamka, ketika ditemui di kantornya, Rabu (23/5/2018). 

Alasan kenapa Buya Hamka memaksanya untuk masuk Islam saat itu juga, karena ia takut akan dosa.

Semisal ada seseorang yang sudah berniat menjadi mualaf, tetapi malah ditunda-tunda dan terlebih dahulu meninggal, ia khawatir akan ikut berdosa.

Oleh sebab itu, Buya Hamka menganjurkan agar Alun Joseph muslim detik itu juga. Hingga kini akhirnya dikenal dengan nama Jusuf Hamka.

Jusuf Hamka dan Masjid Babah Alun

Kecintaannya terhadap islam, rupanya membawa seorang Jusuf Hamka menemui nasib yang baik.

Siapa sangka, dahulu seorang anak 'jalanan' yang harus berjuang dalam mengarungi kehidupan kini berubah jadi pengusaha kaya raya.

Masjid Babah Alun yang berada di samping pintu gerbang Tol Desari, Cilandak, Jakarta Selatan.
Masjid Babah Alun yang berada di samping pintu gerbang Tol Desari, Cilandak, Jakarta Selatan. (ISTIMEWA/Dok Kominfotik Jaksel)

Tak hanya berjualan es mambo waktu kecil, di sekitar tahun 1974, Jusuf juga pernah bekerja untuk sebuah usaha kayu di Samarinda.

Kala itu, ia juga tinggal dan tidur di atas rakit. Bahkan untuk makan sarden dan kornet pun terkadang ia tak ada uang.

"Kalau gak punya duit, saya modal sabun saya potong, lalu saya kasih pancingan. Saya lempar pancingannya ke deket jamban. Langsung dimakan, itu namanya ikan jamban."

"Tapi ya kami lapar, kita makan. Itulah hidup. Tidur bantalnya tas travelling saya, lalu pakai kelambu. Jadi seperti ini pasti ada kerjakeras," tuturnya.

Kejujuran, semangat dan kerja kerasnya bertahun-tahun, membawa seorang Jusuf Hamka pada kesuksesan.

Dalam akun instagramnya, @jusufhamka, ia bercerita di tahun 1986-1989 juga sempat menyambi sebagai seorang sopir traktor pembuat jalan di Desa Bukuan, Kecamatan Palaran, pinggir Sungai Mahakam dengan gaji Rp 750 ribu per bulan.

"Namun atas dasar kehendak dan dengan gerak Allah SWT, kun fayakun, si pembuat jalan tersebut saat ini telah dipercaya pemerintah sebagai pengelola Jalan Tol di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur, alhamdulillah, rezeki anak soleh," tulisnya dalam postingan Minggu, (4/4/2021).

Tak ada yang menyangka, seorang anak 'jalanan' seperti Jusuf kini bisa menjadi seorang pengusaha kaya raya, seorang pemilik jalan Tol swasta.

Jusuf percaya, tak ada yang tidak mungkin bila sang pencipta sudah berkehendak.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved