dr Farid Husain Meninggal
Mengenang Berpulangnya dr H Farid Wadji Husain SpBO, Dokter Spesialis Konflik itu Telah Pergi
Almarhum mengawali kariernya sebagai dosen di FK Unhas Makassar (1978-2002), menjabat Direktur Utama Rumah Sakit Islam Faisal Makassar (1995-2002).
Jika kita simak, jalan berliku memang dilalui Farid membuka perdamaian. Yang saya bayangkan, dokter ahli bedah ini telah menempatkan diri sebagai seorang detektif. Yang melaksanakan pekerjaannya dengan sangat rapi dan tersamar.
Bukan hanya itu, dia juga mampu meyakinkan pihak yang diajak berdamai mengikuti jalan pikirannya. Farid mampu melakonkan ini, karena dia menggunakan filosofi seorang dokter. Seolah masalah itu adalah pasien. Menghadapi pasien, mendiagnosisnya, dan mencari obat yang tepat untuk menyembuhkan penyakit.
Farid kadang memberi pemahaman seperti ini tatkala bertiga naik Mercy menempuh jarak 100 km bersama Tengku Malik Mahmud dan Zaini Abdullah. Awal-awalnya mereka curiga juga, tetapi lama kelamaan mulai percaya. Sebuah perjuangan yang penuh onak dan duri dari seorang anak bangsa.
Salah seorang yang tidak dapat menyembunyikan kebanggaannya atas tugas Farid Husain ini adalah M Jusuf Kalla. Banyak pihak berkomentar atas sukses Farid Husain meretas perdamaian ini. Di antaranya, JK berkomentar:
“Jadi tugasnya (Farid), kalau dari sudut saya sebagai bekas pengusaha adalah menawarkan, menjual dan melaksanakan kegiatan purna jual. Kalau dari sisi dr. Farid sebagaimana dokter bedah, mulai dengan memeriksa, mengambil tindakan dan recovery. Tugas itu selalu dilaksanakan dengan tulus, bertanggung jawab dan dengan gembira, karena itu selalu saja dia dapat menemukan jalan yang kita tidak lihat.”
“Dokter Farid Husain orangnya memang luar biasa. Beliau adalah seorang yang sabar dan jujur serta tidak kenal putus asa dalam usahanya membawa pihak GAM-RI ke meja perundingan sejak dari tingkat permulaan..,” Malik Mahmoud, Mantan Perdana Menteri GAM berkomentar di dalam buku itu.
“Saat Bapak menjajaki perdamaian di Aceh, beliau tidak banyak cerita secara detail pada kami, anak-anaknya. Beliau begitu ceria, tanpa ada beban dan easy going. Sehingga kami pikir, itu tugas biasa. Setelah selesai semuanya dan kami baca di surat kabar, kami baru sadar, bahwa itu tugas yang berat dan berbahaya. Syukulah bapak selamat. Dan Aceh jadi damai.” (Faradillah Nona Farid, Mahasiswi Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar)
“Dalam pandangan saya, ada tiga poin yang menyebabkan Pak Farid dapat diterima oleh pihak GAM. Pertama, adalah kesabaran. Yang kedua, beliau tak harapkan hasil atau upah. Ikhlas. Yang ketiga, beliau suka bergaul dengan siapa saja”. (Zakaria Saman, Mantan Menteri Pertahanan GAM).
"Perundingan itu hampir kolaps. Tetapi Farid yang sepanjang hari itu diam saja, kemudian angkat bicara di penghujung hari itu. Dia berkata begini:
’Barangkali lebih bagus bila kita tidak konsentrasi pada hal-hal yang tidak kita setujui melainkan kepada yang sudah kita setujui. Mari kita akhiri dulu hari ini, dan mari kita tidur dan bermimpi yang indah untuk membuat yang terbaik dari apa-apa yang telah kita setujui’.
Saya kira apa yang dilakukan oleh Farid adalah benar. Dia bahkan langsung mendapat simpati dari delegasi GAM. Zaini sampai bertepuk tangan dan mengatakan ini adalah kata-kata bagus dari dr Farid. Dan mereka pun setuju untuk mengendapkan masalah gencatan senjata.” (Juha Christensen, Managing Director Interpeace Indonesia)
Suatu kebanggaan tersendiri bagi Farid Husain adalah saat bertemu Hasan Tiro. Pria ini sudah uzur sebenarnya, tetapi malah ke luar teras apartemen untuk menjemput Farid.
Orang-orang sekitar Hasan Tiro heran. Kok bisa-bisanya Hasan Tiro yang selalu mencegah dirinya terkena angin dingin itu keluar ‘’sarang’’-nya untuk bertemu seorang negosiator dari Indonesia yang bernama Farid Husain.
Kini, dokter spesialis konflik itu telah pergi. Selamat jalan sahabat! (*)
Oleh: M Dahlan Abubakar, Tokoh Pers versi Dewan Pers