Vaksinasi Sulsel
Survei Saoraja Institute 40% Warga Sulsel Takut Divaksin, Dinkes Curhat Dana Pelatihan Vaksinator
Yahya Thamrin PhD mengatakan vaksin sudah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1956, aksin cacar. Yang beda kali ini karena vaksinnya untuk orang dewasa
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Akhirnya Saoraja Institute resmi dideklarasikan secara virtual. Pengenalan publik Saoraja Institute dirangkaikan Webinar Perspektif Masyarakat Sulawesi Selatan Terhadap Vaksin Covid-19: Mengapa Merasa Insecure?” via aplikasi Zoom Meeting, Sabtu, 13 Maret 2021.
Hadir Direktur Eksekutif Saoraja Institute Amul Hikmah Budiman, beberapa dewan pembina seperti Prof Yusran Jusuf, Andi Sapri Pamulu PhD, Andi Ilham Paulangi, dan Iwan Majjalekka.
Hadir pula narasumber webinar yakni, Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan, Ahli Kesehatan Masyarakat Unhas Yahya Thamrin PhD, Sosiolog Unhas Dr M Ramli AT MSi, Manajer Produksi Tribun Timur AS Kambie, dan Kabid P2P Dinas Kesehatan Provinsi Sulsel DR Nurul AR MKes.
Kegiatan diawali dengan pemaparan selayang pandang tentang Saoraja Institute. Iwan Majjalekka memaparkan orientasi dan visi-misi Saoraja Institute.
“Ke depan, Saoraja Institute akan fokus dalam pengembangan demokratisasi dan isu-isu publik berdasarkan riset,survey,ilmu pengetahuan serta pengembangan sumber daya manusia”. Imbuh Iwan Majjalekka.
Kegiatan yang dimoderatori oleh mantan Presiden BEM Pertanian Unhas Irwan Gunawan ini dilanjutkan dengan pemaparan hasil survei dari Direktur Eksekutif Saoraja, Amul Hikmah Budiman.

Disebutkan Amul Hikmah Budiman, mayoritas masyarakat Sulsel sudah mengetahui adanya vaksinasi.
Survei tersebut dikhususkan kepada masyarakat calon penerima vaksin di tahap ke-3 dan tahap ke-4.
“Masih ada 40,7% responden cukup takut untuk divaksin, dan 11,6% sangat takut untuk divaksin di Sulawesi Selatan. Tentu menjadi tantangan bagi pemerintah dalam mengatur kebijakan dan strategi untuk memassifkan edukasi kepada masyarakat,” jelas Amul Hikmah Budiman yang juga alumnus Pascasarjana Unhas.
Sementara itu, Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan, memberikan pandangan bahwa pemerintah telah berupaya untuk memassifkan dan mengedukasi masyarakat.
“Saya sudah divaksin, dan Alhamdulillah tidak ada efek samping berlebih, hanya 1-2 hari merasa ngantuk dan selalu lapar,” jelas Adnan Purichta Ichsan seraya tersenyum di ruag zoom.
Dikatakan Adnan Purichta Ichsan, sama seperti penerapan protokol kesehatan, kunci dari kesuksesan vaksinasi juga adalah kekompakan.

Sementara Ahli Kesehatan Masyarakat Unhas, Yahya Thamrin PhD, mengatakan, memang ada efek samping sebagai kerja dari vaksin itu untuk membentuk antigen kekebalan tubuh.
“Vaksinasi ini sebenarnya sama dengan imunisasi. Cuma imunisasi lebih umum. Vaksin bukan hal baru di Indonesia,” jelas Yahya Thamrin PhD.
Menurutnya, vaksin sudah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1956, yakni vaksin cacar.
“Yang beda sekarang karena vaksin untuk orang dewasa. Yang kita lakukan selama ini hanya vaksin untuk anak-anak,” jelas Yahya Thamrin PhD.
Pakar epidemiologi Unhas itu menjamin vaksin yang dilakukan di Indonesia sudah dijamin aman.
Hanya saja, belum tentu hasil vaksinasi itu maksimal pada semua orang.
“Hasil penelitian mengatakan, jika ada 100 orang yang divaksin maka yang akan mencapai kekebalan maksimal dari 100 orang itu hanya sekiutar 70 orang. Artinya, efektivitas vaksin ini sekitar 70%,’ kata Yahya Thamrin PhD.
Sosiolog Unhas, Dr M Ramli AT MSi, menuturkan bahwa perilaku masyarakat kita memang sangat sulit untuk bisa sadar disipilin
“Disiplin untuk antri di ATM saja, kadang semrawut, apalagi sadar untuk disipilin protokol kesehatan dan vaksinasi. Padahal sudah lama kita diajarkan untuk bisa disiplin dan tertib, tapi masyarakat kita memiliki kesadaran naïf.” Jelas Dr M Ramli AT MSi.
Yang membuat peserta tergelitik adalah pengakuan DR Nurul AR. Mewakili Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Dr Nurul AR mengatakan, kemampuan vaksinasi Sulsel saat ini sudah mencapai 4.000-an per hari.
Hanya saja, Sulsel masih membutuhkan vaksinator.
“Kita sudah melakukan pelatihan vaksinator dengan dana swadaya sendiri. Sebelum vaksinasi dilaksanakan kita sudah melatih vaksinator dua tahap, masing-masing 200-an pertahap,” jelas DR Nurul AR.
“Saya bisa melihat keletihan di wajah para vaksinator kita itu. Merekah sudah lelah selama setahun berjuang merawat pasien Covid-19, kini harus berjuang lagi menjadi vaksinator,” kata DR Nurul AR menambahkan.
Kegiatan ditutup dengan doa dan harapan bersama untuk kerja-kerja riset, survei, dan pengembangan sumber daya manusia ke depan bagi Saoraja Institute.(*)