KLB Demokrat
Polri Pimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo Ikut Terseret KLB Demokrat, Gini Ancaman Intel Polres
Polri pimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo ikut terseret di KLB Partai Demokrat, beredar kabar intel polres ancam pengurus partai di daerah.
TRIBUN-TIMUR.COM - Polri pimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo ikut terseret di KLB Partai Demokrat, beredar kabar intel polres ancam pengurus partai di daerah.
Kabar itu dihembuskan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman.
Dia mengungkapkan dugaan adanya ancaman dari intelijen kepolisian terhadap pengurus Partai Demokrat di daerah.
Benny menyebut, para pengurus Partai Demokrat di daerah dibujuk untuk mendukung KLB yang diselenggarakan di Deli Serdang.
KLB itu digelar oleh kelompok yang kontra dengan kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY ).
KLB kemudian menetapkan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
"Para pengurus Demokrat tingkat kabupaten dan kota kini resah. Mereka diancam intel-intel polres untuk menyerahkan nama-nama pengurus inti partai. Katanya atas perintah kapolres," tulis Benny di akun Twitter-nya.
"Ada pula yang dibujuk untuk pro pengurus Demokrat hasil KLB jika mau aman. Ini beneran kah? Rakyat monitor!" tulis dia lagi.

Menanggapi hal itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, Polri akan mengecek kebenarannya.
"Kami cek dulu kebenarannya," kata Argo dalam keterangannya, Selasa (9/3/2021).
Menurut Argo, tugas pokok anggota Polri sebagaimana diamanatkan UU Nomor 2 Tahun 2002 yaitu memelihara dan memastikan keamanan dan ketertiban masyarakat. Ia menegaskan, anggota Polri tidak berpolitik.
“Polri tidak berpolitik sehingga jangan diseret ke ranah politik. Tugas pokok Polri memelihara kamtibmas,” ucap dia.
Argo pun mengatakan, jika kabar itu benar, anggota yang bersangkutan akan ditindak tegas.
"Jika presiden diam, menguat dugaan keterlibatan istana"
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyatakan diamnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam menyikapi pembelahan Partai Demokrat justru semakin menguatkan dugaan keterlibtaan Istana di dalamnya.
Karena itu, Pangi menilai, Presiden Jokowi hars bersuara dan menyatakan ketidakterlibatannya atas aksi politik yang dilakukan anak buahnya yakni Kepala Staf Kepresidenan ( KSP ) Moeldoko.
"Dari rangkaian bentangan empiris indikasi tersebut, jika Presiden tidak melakukan langkah apapun, tidak bunyi, menguat, mengonfirmasi keterlibatan Istana adalah sebuah keniscayaan,” kata Pangi saat dihubungi, Rabu (10/3/2021).
Selain itu, menurutnya Jokowi juga harus mengevaluasi Moeldoko selaku anak buahnya.
Sebabnya, aksi politik Moeldoko secara tak langsung mencoreng wibawa Istana Kepresidenan lantaran statusnya sebagai pejabat di lingkaran Istana.
Karena itu, Pangi mengatakan, Jokowi wajib memecat Moeldoko atas aksi politiknya yang telah membajak Partai Demokrat.
Jika didiamkan, Pangi khawatir aksi pembajakan serupa bisa dilakukan pejabat pemerintah lainnya dan itu akan merusak sistem kepartaian yang menunjuang demokrasi selama ini.
“Sehingga memecat secara tidak hormat Moeldoko dari posisinya sebagai KSP harus dilakukan. Ini sudah mencoreng wajah Presiden, menjadi beban Istana, karena beliau pejabat negara (di lingkaran Istana),” kata Pangi.
“Pemerintah juga harus menyakinkan tidak ada dualisme kepengurusann dengan menolak memberikan legitimasi, menolak mengesahkan KLB ilegal karena tak ikut aturan AD/ART partai yang sudah didaftarkan pada lembar dokumen negara tahun 2020,” lanjut dia mengatakan.
Moeldoko ditetapkan sebagai Ketua Umum Demokrat oleh kubu yang kontra dengan kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY ).
Sebagian dari mereka yang menetapkan Moeldoko sebagai ketua umum juga telah dipecat dari Partai Demokrat.
Adapun mereka menetapkan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat lewat Kongres Luar Biasa yang diselenggarakan di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021).(*)