Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kampung Miliarder Tuban

TERKINI dari Kampung Miliarder Tuban: Usai Borong Mobil, Banyak Rumah Baru Mewah & Sales Bertebaran

TERKINI dari Kampung Miliarder Tuban: Usai Borong Mobil, Banyak Rumah Baru Mewah & Sales Bertebaran

Editor: Ilham Arsyam
(Sumber: Tribunstyle.com)
Rumah-rumah baru warga Tuban di Komplek rumah relokasi mandiri warga terdampak kilang minyak yang kini dalam proses pengerjaan di Desa Wadung, Kecamatan Jenu. 

Hal itu dikarenakan relokasi yang dijanjikan oleh Pertamina tak kunjung jelas, sehingga keputusan relokasi mandiri itu diambil bersama warga lainnya.

Di sisi lain, warga juga tidak mau jika relokasi yang ditawarkan Pertamina di luar Desa Wadung.

"Tidak jelas relokasi yang ditawarkan Pertamina, makanya kami relokasi mandiri. Tidak masalah, lebih baik begini karena kami tidak ingin keluar dari Desa Wadung," tuturnya.

Seperti diketahui, kebutuhan lahan untuk pembangunan kilang minyak GRR seluas 821 hektar.

Rinciannya, lahan warga 384 hektar di Desa Sumurgeneng, Kaliuntu dan Wadung, KLHK 328 hektar dan Perhutani 109 hektar.

Investasi kilang minyak dengan nilai 16 miliar USD atau setara 225 triliun itu rencananya akan beroperasi di 2026. Kilang ini ditargetkan mampu produksi 300 ribu barel per hari.

Adapun lahan warga yang terdampak pembangun kilang minyak tersebut dihargai apraisal senilai Rp 600 sampai Rp 800 ribu per meter karena menyesuaikan lokasi.

Namun demikian, tak semua warga Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, mendapat durian runtuh dari hasil jual tanah kepada Pertamina.

Salah satunya dirasakan Tarsimah (65), warga Dusun Sumurgeneng. Ia hanya bisa mendengar suara riuh dari para tetangganya yang menjual lahannya untuk proyek kilang minyak grass root refinery (GRR), patungan Pertamina-Rosneft asal Rusia.

Ia mengaku tak punya lahan untuk dijual ke perusahaan plat merah, hingga dia hanya menyaksikan keriuhan di kampungnya saat orang ramai-ramai beli mobil.

Bahkan jangankan tanah, untuk mencukupi kehidupan sehari-hari saja ia harus bertahan dengan bantuan dari pemerintah.

Di dinding depan rumahnya, tertempel pamflet penerima bantuan pangan non tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).

"Tidak punya tanah, ya hanya rumah ini. Saya dan suami sudah tidak kerja, dapat bantuan dari pemerintah," ujarnya.

Di rumah ia tinggal bersama Parman (70) suaminya, yang kini mengalami sakit tidak bisa jalan. Kondisi itu membuatnya harus tetap bertahan dengan segala keterbatasan.

Ia juga bercerita saat ini kedua anaknya sudah tidak tinggal serumah, melainkan telah berkeluarga. Ada yang tinggal di luar kota.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved