Khazanah Islam
Jumlah Rakaat Salat Tarawih yang Dicontohkan Nabi Muhammad SAW, 8 Rakaat atau 11 Rakaat?
Khazanah Islam kali ini membahas tentang jumlah rakaat Salat Tarawih yang berbeda di setiap masjid, manakah yang harus diikuti?
TRIBUN-TIMUR.COM - Sebentar lagi umat muslim diseluruh dunia menyambut datangnya Bulan Ramadan 1442 Hijriah
Tentu ada diantara kalian yang sudah mempersiapkan segala sesuatunya menyambut Bulan Suci Ramadan yang diperkirakan jatuh pada 13 April mendatang?
Tribun Timur kali ini punya rubrik terbaru yang bertemakan Ramadan, yakni Khazanah Islam.
Rubrik Khazanah Islam Tribun Timur dikemas dalam Tanya Jawab Ramadan
Baca juga: Belum Berbuka Puasa Karena Ketiduran hingga Besoknya, Apakah Boleh Melanjutkan Puasa atau Berbuka?
Seputar pertanyaan Tribunners tentang Ramadan, tentang Salat Tarawih, Hal yang membatalkan puasa atau sejenisnya.
Kali ini yang dibahas adalah soal jumlah rakaat Salat Tarawih.
Tentang jumlah rakaat Salat Tarawih yang berbeda terkadang masih menjadi pertanyaan umat muslim.
Terkadang ada satu masjid yang melaksanakan 8 rakaat dan ada juga yang lebih yakni 11 rakaat.
Pertanyaannya seperti ini, bagaimana jika di suatu tempat tinggal banyak masjid dan berbeda-beda pelaksanaan jumlah rakaat Salat Tarawihnya, masjid manakah yang sesuai perbuatan Nabi?
Jawab : Jika kalian mampu maka hendaknya kalian melaksanakan shalat di masjid pada pertengahan malam atau sepertiga malam terakhir dengan sebelas raka’at atau tiga belas raka’at sebagaimana dalam hadits Aisyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam tidak menambah raka’at pada bulan Ramadan atau selainnya dari sebelas raka’at. Dan telah datang pula riwayat yang mengatakan tiga belas raka’at. Dan saya nasehatkan untuk mengakhirkan shalat tarawih pada pertengahan malam atau sepertiga malam terakhir. Karena sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
”Barangsiapa yang takut akan tertidur pada akhir malam maka hendaknya dia witir pada awalnya, dan barangsiapa yang menginginkan untuk bangun di akhir malam maka hendaknya witir pada akhirnya karena sesungguhnya shalat pada akhir malam adalah disaksikan.” (HR.Muslim)
Dan ketika Umar keluar, beliau mendapati Ubay bin Ka’ab sedang melaksanakan shalat bersama mereka (orang-orang). Kemudian ia berkata,
“Alangkah nikmatnya satu hal yang baru ini dan orang-orang yang tertidur darinya juga tidak mengapa.”
Maka apabila mereka mampu untuk pergi ke masjid kemudian menegakkan sunnah di sana (di dalamnya) dan melaksanakan shalat pada pertengahan malam atau setelahnya dengan sebelas raka’at dan mereka memanjangkannya sesuai dengan kemampuannya. Karena sesungguhnya shalat malam adalah nafilah dan bukan termasuk ke dalam shalat yang fardhu.
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Sesungguhnya aku akan masuk (atau barumulai) dalam shalat maka aku menginginkan untuk memanjangkannya akan tetapi aku tidak meneruskannya karena/ketika aku mendengar suara tangisan seorang bayi karena kasihan pada ibunya.”
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam mengatakan kepada Muadz bin Jabal , “Apakah engkau telah membuat fitnah, wahai Muadz?” Yaitu disebabkan karena beliau memanjangkannya di dalam shalat. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mengatakan juga,
إِذَاصلَّىأَحدكُم لِنفْسِهِ فَلْي َ طولْ ماشاءَ وإِذَا صلَّى
بِالناسِ فَلْيخفِّف َفإِنَّ فِيهِم الضعِيف والمَرِيض وذَا
ْالحَاجةَ
“Apabila salah seorang di antara kalian shalat sendiri, maka hendaknya memanjangkan sekehendaknya dan apabila ia shalat bersama orang orang atau bersama manusia maka hendaklah ia meringankannya karena di antara mereka ada yang lemah, ada yang sakit dan ada yang memiliki kebutuhan.”
Maka ini semua adalah di dalam shalat yang fardhu, adapun di dalam shalat nafilah maka tidak wajib, bahkan seseorang boleh melaksanakan shalat sekehendaknya dan boleh bagi dia untuk beristirahat dari satu raka’at menuju kepada rakaat yang lainnya atau dia pergi dulu ke rumahnya. Dan jika dia mampu untuk melaksanakan shalat di rumahnya, maka ini juga afdhal. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda ketika beliau shalat bersama manusia atau orang-orang dua malam atau tiga malam di bulan Ramadhan, beliau mengatakan,
”Shalat yang paling afdhal bagi seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat yang wajib atau fardhu.”
Bahwa yang paling afdhal shalat bagi seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat yang wajib. Walaupun sebagian orang mengatakan bahwa engkau telah menepati sunnah yang muakkadah dikarenakan menyelisihi syi’ah, karena sesungguhnya mereka melihat bahwa shalat tarawih itu adalah bid’ah. Maka kita tidak menyepakati mereka akan tetapi kita menginginkan untuk menyepakati atau sesuai dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan apabila ditakutkan tertidur ataupun disibukkan di dalam rumahnya dari anak-anaknya atau yang lainnya maka kami nasehatkan untuk keluar menuju ke masjid.
Artikel ini dikutip dari RISALAH RAMADHAN, Untuk Saudaraku, Kumpulan 44 Fatwa Muqbil bin Hadi al-Wadi’I, Penerjemah Ibnu Abi Yusuf, Editor Ustadz Abu Hamzah, Setting & Lay Out Afaf Abu Rafif, Penerbit Pustaka Ats-TsiQaatPress, Jl. Kota Baru III No 12, Telp 022 5205831, Cetakan Ke-I Sya’ban 1423 H
Syaikh Muqbil bin Hadi bin Qayidah al-Hamdany al-Wadi'i al-Khilaly adalah salah seorang ulama besar kontemporer dari Yaman yang ahli dalam bidang sains Hadits.
Lebih dikenal dengan Syaikh Muqbil (atau: Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi'i). Lahir
pada tahun 1932 di Dammaj, Yaman.
Ia adalah pendiri sekaligus mudir (rektor) pertama Ma'had Darul Hadits Dammaj yang kini menjadi markas (pusat) Ahlus Sunnah di negeri Yaman. Meninggal pada tahun 2001 dan disemayamkan di kota Mekkah, Arab Saudi.