Khazanah Islam
Halalkah Hewan Sembelihan Orang yang Sedang Junub? Hal Apa Saja yang Dilarang Ketika Seseorang Junub
Bicara tentang Hukum membahas Junub dan hewan sembelihan apakah halal atau haram. Halalkah Sembelihan Orang yang Sedang Junub?
TRIBUN-TIMUR.COM - Rubrik Tribun Khazanah Islam edisi ini membahas pertanyaan yang sering diajukan soal Junub dan hewan sembelihan.
Tulisan kali ini membahas soal hukum hewan sembelihan yang dilakukan orang yang sedang junub.
Hukum membahas Junub dan hewan sembelihan apakah halal atau haram?
Memang benar bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:
الْحَلالُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لا يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ
Yang halal sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas. Namun diantara keduanya ada perkara syubhat (samar) yang tidak diketahui oleh banyak orang. (HR. Bukhari Muslim)
Memang benar juga bahwa nabi Muhammad saw pernah mewanti-wanti terkait dengan memakan makanan yang haram melalui sabdanya:
أَيُّمَا عَبْدٍ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
Siapa saja hamba yang dagingnya tumbuh dari (makanan) haram, neraka lebih pantas baginya. (HR. Tirmizy)
Namun bagaimana penjelasan tentang kehalalan dan keharaman tentang suatu makanan tentunya kita perlu penjelasan para ulama yang memang mengerti dan faham masalah ini.
Perkara sembelihan juga tidak semudah yang kita bayangkan, ada banyak perkara yang harus diketahui agar kehalalan dalam hal sembelihan ini didapat, dalam beberapa kesempatan penulis sempat dia tanya:
Halalkah sembelihan orang yang sedang junub? Karena dalam banyak hal memang harus diakui mereka yang sedang junub itu berarti mereka sedang dalam keadaan berhadats besar, dan umumnya orang yang sedang berhadats besar banyak terhalang dari melakukan berbagai aktivitas ibadah, apakah mereka juga terhalang untuk melakukan penyembelihan? berikut ini penjelasannya.
Pengertian Junub
Junub adalah salah satu hadas yang termasuk sebagai hadas besar bersama dengan haid atau nifas.
Dalam hal ini junub adalah ketika seseorang dalam keadaan setelah mengeluarkan air mani dan setelah berhubungan badan termasuk ketika bahkan tanpa mengeluarkan air mani ketika berhubungan badan.
Kosakata junub ini pada dasarnya adalah kosakata yang digunakan oleh Al-Quran. Perhatikan firman Allah swt berikut ini:
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
dan jika kamu junub maka bersucilah (mandilah) (QS. Al-Maidah: 6)
Ibnu Faris, salah satu ulama bahasa menjelaskan bahwa huruf jim nun dan ba pada aslinya menunjuk dua makna: (1) sisi dan (2) jauh, dan dari makna yang kedua inilah akhirnya kata ini digunakan untuk menyebut orang yang menggauli istrinya, karena mereka menjauh dari keramain orang, dan menjauh dari tempat ibadah (masjid) juga menjauh dari keramain orang shalat[1].
Lebih lanjut Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili saat menjelaskan QS. Al-Maidah: 6 diatas bahwa istilah junub itu adalah istilah untuk menyebut seseorang yang sedang dalam kondisi janabah (jauh) karena sebab jima’ (hubungan suami istri) atau karena sebab kelaurnya mani[2].
Jika ada perempuan yang sedang dalam keadan haidh, maka kurang tepat kalau mereka disebut dalam kondisi junub, tapi jika ada perempuan yang bermimpi lalu ketika bangun mendapti air (sperma) maka karena sebab ini baru tepat jika mereka disebut dengan junub.
Dari kata junub itu juga nanti akan muncul istilah janabah, dan dari sini juga hadir istilah mandi janabah untuk meyebut mandi wajib.
Junub atau janabah adalah kosakata yang dipakai untuk menyebut seseorang yang sedang dalam keadaan berahadats besar karena dua sebab diatas sehingga mereka dalam kondisi jauh dari masjid, jauh dari shalat karena memang mereka tidak boleh mendekati itu sebelum mereka kembali suci dengan cara mandi janabah.
[1] Ibnu Faris, Maqayis Al-Lugah, jilid 1, hal 483
[2] Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, jilid 6, hal. 100
Sembelihan Orang yang Sedang Junub Halal?
Terkait apakah halal sembelihan laki-laki yang sedang dalam keadaan junub, atau sembelihan perempuan yang sedang haidh,
maka ada baiknya kita perhatikan dulu hadits Rasulullah saw berikut yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari:
أَنَّ جَارِيَةً لَهُمْ كَانَتْ تَرْعَى غَنَمًا بِسَلْعٍ، فَأَبْصَرَتْ بِشَاةٍ مِنْ غَنَمِهَا مَوْتًا، فَكَسَرَتْ حَجَرًا فَذَبَحَتْهَا، فَقَالَ لِأَهْلِهِ: لاَ تَأْكُلُوا حَتَّى آتِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْأَلَهُ - أَوْ حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْهِ مَنْ يَسْأَلُهُ - «فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَوْ بَعَثَ إِلَيْهِ - فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَكْلِهَا»
Bahwa ada seorang jariyah (perempuan) yang sedang mengembala kambing (milik tuannya) di Sala’ (nama salah satu bukit di Madiah), tiba-tiba salah satu kambing kelihatannya mau mati, maka dia bergegas mengambil batu dan memecahkannya lalu disembelihlah kambing tadi. Maka (tuan kambing tersebut) berkata kepada keluarganya:
“Jangan dulu dimakan sampai nanti aku menemui nabi shallallhu ‘alaihi wasallam atau nanti aku mengutus salah seorang untuk menanyakan (perihal sembelihan ini), lalu dia datang menemui nabi shallallhu alaihi wasallam dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk memakan (sembelihan tersebut).
Dari hadits tersebut umumnya, para ulama fiqih memberikan kesimpulan bahwa laki-laki yang junub atau bahkan perempuan yang junub boleh menyembelih hewan, dan hasil sembelihannya halal untuk dimakan. Karena untuk sekedar mengucapkan “bismillah” sebagai sebuah dzikir tidaklah terlarang bagi seorang yang junub, yang dilarang adalah membaca Al-Quran sebagai ayat Al-Quran.
Setidaknya, menurut penuturan Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni bahwa ada sederat ulama besar yang berpendapat kebolehan memakan sembelihan seseorang yang sedang dalam keadaan junub, mereka adalah Al-Hasan, Al-Hakam, Al-Laits, As-Syafi’i, Ishaq, Abu Tsaur, dan ulama lainnya[1].
Bahkan lebih tegas lagi, Imam An-Nawawi menuliskan dalam kitabnya Al-Majmu’ bahwa:
نَقَلَ ابْنُ الْمُنْذِرِ الِاتِّفَاقَ على ذَبِيحَةِ الْجُنُبِ
“Ibnu Al-Mundzir menukilkan sudah adanya kesepakatan diantara para ulama perihal (halalnya) sembelihan orang yang sedang junub”[2]
Lebih lanjut, mengomentari hadits riwayat Imam Al-Bukhari diatas, ulama besar Ibnu Hajar Al-Atsqalani menjelaskan didalam kitabnya Fathu Al-Bari[3]:
وَفِيهِ جَوَازُ أَكْلِ مَا ذَبَحَتْهُ الْمَرْأَةُ سَوَاءٌ كَانَتْ حُرَّةً أَوْ أَمَةً كَبِيرَةً أَوْ صَغِيرَةً مُسْلِمَةً أَوْ كِتَابِيَّةً طَاهِرًا أَوْ غَيْرَ طَاهِرٍ لِأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِأَكْلِ مَا ذَبَحَتْهُ وَلَمْ يَسْتَفْصِلْ نَصَّ عَلَى ذَلِكَ الشَّافِعِيُّ وَهُوَ قَوْلُ الْجُمْهُورِ
“Dari hadits tersebut menunjukkan kebolehan untuk memakan hewan yag disembelih oleh perempuan, baik perempuan tersebut merdeka atau budak, dewasa atau anak-anak, muslimah atau ahli kitab, dalam keadaan suci atau tidak, karena Rasulullah saw memerintahkan untuk memakan sembelihan terebut secara umum, tanpa adanya penjelasan lainnya”.
Pertanyaan apakah halal sembelihan orang yang sednag junub maka secara ringkas dapat dijawab bahwa hukumnya halal.
Halal yang dimaksud baik yang sedang dalam keadaan junub itu laki-laki tau perempuan, terlebih bahwa menurut keterangan ulama fiqih mereka yang sedang dalam keadaan junub tidak ada larangan untuk menyembelih hewan, mereka dilarang dalam hal:
1. Shalat
2. Thawaf
3. Memegang Al-Quran
4. Membaca Al-Quran
5. Masuk masjid
[1] Ibnu Qudamah, Al-Mughni, jilid 9, hal. 404
[2] An-Nawawi, Al-Majmu’, jilid 9, hal. 77
[3] Ibnu Hajar Al-Atsqalani, Fathul Bari, jilid 9, hal. 633
Tulisan ini dikutip dari buku Halalkah Sembelihan Orang yang Sedang Junub? yang ditulis oleh Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc., M.Ag terbitan Rumah Fiqih Publishing, Cetakan Pertama
13 Desember 2018