Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pilkada Serentak 2022

PKS, PKB, Demokrat Perindo Sulsel Setuju Pilkada Serentak Digelar 2022 dan 2023, Ini Kata Mereka

Diketahui, sebanyak 101 kepala daerah meliputi sembilan provinsi termasuk DKI Jakarta masa jabatannya berakhir pada 2022.

TRIBUN TIMUR/ABDUL AZIS
Ketua Partai Demokrat Sulsel Ni'matullah Erbe dan Ketua DPW Sulsel Azhar Arsyad ngopi bareng di Warkop Phoenam, Jl Topaz Raya, Kota Makassar, Selasa (16/7/2019). 

PKS, PKB, Demokrat, Perindo Sulsel Setuju Pilkada Serentak Digelar 2022, Ini Alasan Mereka

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) setuju bila Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2022 dan Pilkada 2023 digelar.

Hal tersebut agar pemerintah daerah (pemda) yang masa jabatan pimpinannya berakhir pada 2022 dan 2023 bisa bekerja optimal.

Menanggapi putusan Fraksi PKS DPR RI, Ketua Fraksi PKS Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan (DPRD Sulsel) Sri Rahmi mengaku sepakat.

“Kalau Fraksi PKS di DPR RI kami mengusulkan seperti itu, berarti itu sudah dipertimbangkan dengan matang oleh DPP,” kata Rahmi, Kamis (21/1/2021).

Keputusan itu kata Sekretaris Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) PKS Sulsel ini sudah melalui kajian panjang dan mendalam.

“Tentunya dengan mengedepankan efektifitas dan efesiensi semua sumber daya. Kami akan mendukung sepenuhnya,” jelas Sri Rahmi.

Diketahui, sebanyak 101 kepala daerah meliputi sembilan provinsi termasuk DKI Jakarta masa jabatannya berakhir pada 2022.

Sedangkan yang berakhir masa jabatan pada 2023 mendatang sebanyak 171 daerah yang meliputi 17 provinsi termasuk Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.

Ni’matullah Erbe: Kasihan Rakyat Tak Fokus 

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Sulsel Ni’matullah Erbe menyatakan Demokrat meminta agar pilkada tidak digelar serentak dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.

Menurutnya, Fraksi Demokrat DPR RI saat ini sedang memperjuangkan agar Pilkada 2022 dan Pilkada 2023 tetap digelar.

“Bapak AHY sudah instruksikan, Fraksi Demokrat DPR RI diminta perjuangkan,” katanya.

Wakil Ketua DPRD Sulsel tersebut menilai penyelengaraan pilkada digelar serentak dengan Pileg dan Pilpres 2024 akan membebani penyelenggara pemilu.

Hal tersebut belajar dari Pemilu 2019 lalu, tidak sedikit petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sakit.

Bahkan, ada yang meninggal akibat kelelahan bertugas. Ketika itu Pileg dan Pilpres 2019 digelar serentak.

“Seperti disampaikan Bapak AHY, sebaiknya dipisah. Kasihan rakyat tak fokus kalau disatukan semua.”

“Jadi banyak kendalanya, penyelenggara banyak meninggal,” tegas Ulla sapaannya.

Azhar Arsyad: Beban Kerja Sangat Tinggi

Terpisah, Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sulsel Azhar Arsyad juga menilai pilkada digelar serentak dengan pemilu membebani penyelanggara.

Azhar lalu mengingatkan Pileg dan Pilpres 2019 lalu yang digelar serentak banyak menyebabkan penyelanggara tumbang.

Untuk itu ia menilai pilkada serentak sebaiknya dimajukan ke 2022 dan 2023.

“Jika berangkat dari pengalaman Pileg dan Pilpres lalu yang bersamaan dilakukan, problem sesungguhnya ada pada penyelenggara karena beban kerja sangat tinggi,” katanya.

Ketua Fraksi PKB DPRD Sulsel ini menilai beban kerja berat berdampak pada kondisi fisik penyelenggara.

Khususnya di level KPPS, PPS dan PPK.

“Akhirnya korban berjatuhan,” ujarnya.

Ia juga menilai jika Pilkada serentak digelar bersamaan dengan Pemilu 2024, maka hal itu mesti ditaktisi dengan menambah jumlah penyelenggara di setiap tingkatan.

Termasuk mengatur ritme kerjanya secara ketat.

Azhar menegaskan dengan kondisi beban kerja Pileg dan Pilpres lalu saja sudah berat bagi penyelenggara.

Apalagi jika ada rencana menambah beban kerja pilkada secara serentak.

“Pilihan kami sebenarnya bisa saja dilakukan secara bersamaan pileg, pilpres, dan pilkada serentak 2024,” ujarnya.

“Tapi dengan catatan harus ditaktisi dengan menambah jumlah penyelenggara di level bawah. Pilihan lainnya, pilkada dimajukan di tahun 2022 atau 2023,” Azhar menambahkan.

Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sudah membahas peluang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2022.

Bahkan, draf usulan revisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2019 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan atau wali kota tengah dibahas di Senayan.

Jika dewan setuju, maka pilkada serentak yang seharusnya digelar pada 2023 dimajukan setahun.

Sanusi Ramadhan: Berisiko Berat

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Indonesia Sulawesi Selatan (DPW Perindo Sulsel), Sanusi Ramadhan menilai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak dengan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Preseden (Pilpres) 2024 berisiko berat.

Karena itu ia mengingatkan Pileg dan Pilpres yang digelar serentak 2019 lalu membebani penyelenggara pemilu tidak sedikit yang tumbang akibat kelelahan.

Bahkan, meninggal dunia.

Pilkada serentak digelar dengan Pileg dan Pilpres 2024 dinilai akan menciptakan beban teknis pemilihan berlebih bagi penyelenggara pemilu.

“Mengulang pileg dan pilpres bersamaan apalagi dengan pilkada terlalu berat risikonya,” kata Sanusi, Rabu (20/1/2021) lalu.

Pada Pileg dan Pilpres 2019 lalu, petugas pemilu yang meninggal tercatat 894 orang. Sedang petugas mengalami sakit sebanyak 5.175 orang.

Sanusi menilai, pemilihan gubernur (Pilgub) dan Pilkada serentak kabupaten/kota mesti dipisahkan dengan Pileg, Pilpres 2024 agar tidak membenani penyelenggara.

“Jikapun bersamaan, maka sistem Pileg kembali ke sistem proporsional tertutup atau memilih partai,” katanya.

“Punjika masih menggunakan sistem proporsional terbuka, maka sebaiknya dipisahkan Pilpres dan Pileg,” ujarnya menambahkan.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved