Gempa Sulbar
Ribuan Pengungsi Masih Bertahan di Stadion Manakarra Mamuju
Ribuan Pengungsi Gempa Bumi Masih Bertahan di Stadion Manakarra Mamuju, Sulawesi Barat.
Penulis: Semuel Mesakaraeng | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUNSULBAR.COM, MAMUJU - Gempa susulan 6.2 SR yang mengguncang wilayah Sulawesi Barat pada Jumat (15/1/2021) dini hari, menyebabkan puluhan orang meninggal dan ratusan luka-luka.
Sebelumnya, pada Kamis (14/1/2021) gempa berkekuatan 5.9 SR mengguncang wilayah Kabupaten Majene juga dirasakan di Kabupaten Mamuju dan hampir semua wilayah di Sulbar.
Pada jumat dini hari, gempa berkekuatan lebih besar kembali mengguncang dua kabupaten, yakni Mamuju dan Majene.
Akibatnya, hingga saat ini dilaporkan puluhan korban meninggal dan ratusan luka-luka, serta ratusan bangunan roboh.
Setelah gempa susulan melanda wilayah ini, BMKG mengeluarkan imbauan adanaya potensi gempa susulan yang akan lebih besar dan berpotensi tsunami.
Karenanya, warga ketakutan dan memilih mengungsi ke dataran tinggi yang dianggap lebih aman.
Hingga saat ini, sesuai data yang diperoleh, gelombang pengungsi di Mamuju mencapai 15.014 orang.
Tenda pengungsian didirikan di beberapa titik daerah yang dianggap aman.
Dari pantauan tribuntimur.com, Minggu (17/1/2021) jumlah pengungsi terbanyak salah satunya di Stadion Manakarra.
Stadion Manakarra diperkirakan menampung lebih dari 5.000 pengungsi.
Terdapat ribuan tenda yang berdiri di sekitar stadion yang dihuni mulai dari orangtua hingga anak-anak.
Setalah menjelang tiga hari bertahan di tenda pengungsian, warga bersyukur lantaran telah menerima bantuan makanan.
"Kita bersyukur karena di sini tidak kehabisan makanan, tadi malam ada lagi bantuan yang masuk," kata Udin, pengungsi.
Yang menjadi kebutuhan urgen saat ini yaitu kebutuhan bayi, baik berupa susu maupun popok.
"Kalau makanan cukup ji pak tapi ini banyak anak kecil yang butuh susu," terangnya.
Sementara itu, Sumarni yang juga pengungsi di Stadio Manakarra mengatakan, untuk bahan makan dirasa cukup.
Hanya saja warga kesulitan membuang hajat lantaran tidak ada MCK.
"Ada MCK keliling biasa datang. Tapi kalau darurat mau buang air besar tidak mungkin kita mau tunggui mobil MCK dulu," katanya.
Beruntung kata Sumarni, lantara tak jauh dari lokasi pengungsian terdapat masjid. Sehingga untuk mandi dan buang hajat, ia terpaksa antre di masjid.
"Ada masjid tapi harus antre juga karena banyak orang," ujarnya.(*)
Laporan Wartawan tribun-timur.com, @sammy_rexta